Muslim Awam Menekuk Intelek Liber [ ULIL-AWAM.CO.NR ] jbookmaker by: http://jowo.jw.lt Setiap kali mereka datangkan kepadamu sesuatu yang ganjil maka Kami datangkan kepadamu yang benar dan yang terbaik penjelasannya. [QS. 25:33] >>> PERINGATAN PENTING <<< Inilah rekaman diskusi via surat elektronik (email) antara seorang awam (Yusuf Anshar) dengan seorang intelek liberal yang tidak lain adalah Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla. Sesungguhnya syubhat-syubhat (wacana-wacana untuk menimbulkan keraguan dan kerancuan terhadap ajaran Islam) yang dilontarkan oleh kaum liberal tidaklah bernilai apa-apa. Untaian dalil-dalil al-Quran dan al-Hadits sudah cukup jelas dan lugas untuk membantah ocehan dan bualan mereka yang ngawur. Bila kemudian seorang awam membantah bualan mereka dengan sedikit berolah-akal, hal itu karena "gemas" melihat kepongahan dan kelancangan mereka. Seakan-akan hanya merekalah yang berakal, sedang orang-orang yang beragama dengan "lugu" (lurus dan gugu = taat) adalah orang-orang yang pandir (sufaha'). Keculasan berpikir mereka sangka kecerdasan berpikir. Keliaran dan kebablasan berpikir mereka kira bagian dari kebebasan berpikir. Puhh!! Dalam perdebatannya, "orang awam" tidak banyak mengutip dalil (al-Quran dan al-Hadits). Asumsinya, kaum liberal sebetulnya tidak percaya dengan keduanya. Kalaupun percaya (percaya macam apa?), al-Quran dan al-Hadits bagi mereka hanyalah sebagai objek permainan, bahan diskusi dan perdebatan, bukan sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk. Diskusi ini terbagi atas beberapa babak: 1) Orang awam menekuk intelek liberal Diskusi awal yang berlangsung lewat email pribadi. Sebelum mempublikasikan diskusi ini, orang awam terlebih dahulu mengirimkan email pemberitahuan tapi tidak digubris oleh sang intelek liberal. Bukti otentik (file PDF) diskusi ini bisa download di sini. 2) Orang awam meringkus intelek liberal Dengan menggunakan nama "abdul razak", orang awam ikut nimbrung di milis JIL untuk menyebarkan alamat website yang memuat diskusi pertama di atas sekaligus membantah para intelek liberal. 3) Orang awam membanting intelek liberal Setelah "abdul razak" ditendang dari milis JIL, orang awam berulang kali masuk ke milis dengan beberapa kali ganti nama (berhubung kepesertaannya di milis selalu dicabut) untuk membanting tulisan-tulisan Ulil. tentang maqashid as-syariah tentang kritik terhadap otoritas hadits 4) Orang awam menantang intelek liberal Berhubung kepesertaan orang awam di milis selalu berujung dengan pencekalan dan pencabutan maka ia mencoba menantang diskusi babak kedua. Semula Ulil menyetujui, tapi kemudian keder lagi. 5) Orang awam membungkam intelek liberal Karena tantangan diskusi babak kedua ditolak, orang awam terpaksa memantau tulisan-tulisan Ulil di milis dari jarak jauh dan menuangkan bantahannya disini sebagai suatu "diskusi monolog". Terdiri dari: ocehan intelek liberal tentang khilafah bualan intelek liberal tentang pindah agama tipuan intelek liberal tentang sikap beragama jampi-jampi intelek liberal tentang ekonomi ilusi intelek liberal tentang realitas objektif racauan intelek liberal dalam perjalanan di Paris Selamat mengikuti! Informasi Ilahi Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir" padahal mereka itu bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang telah beriman", mereka menjawab: "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka berkata: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. [ QS 2 : 8-16 ] Muslim Awam Menekuk Intelek Liberal [ HOME ] Date:Sun, 12 Dec 2004 18:59:35 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:ingin tahu To: "Ulil Abshar-Abdalla" Salam sejahtera untuk Anda dan rekan2 semua. Saya ingin mengetahui lebih mendalam tentang pemikiran Islam Liberal. Sejujurnya, saya adalah orang yang awam, yang tidak pernah mengecam pendidikan formal yang tinggi, baik dalam ilmu agama maupun umum. Saya hanya lulus SMA, pernah sempat kuliah di PT dan D3 tapi semuanya putus di tengah jalan. Saya lebih senang belajar mandiri (autodidak) terutama lewat membaca buku-buku, baik buku umum, terutama buku agama (Islam). Oleh karena saya orang awam, saya mengharap uraian Anda tidak dengan bahasa yang sukar (njlimet). Sesuai dengan pesan Rasulullah saw: "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal mereka!" Saya rasa Anda menerima Hadits di atas, karena Hadits tsb agaknya tidak bertentangan dengan ilmu psikologi komunikasi modern. Dan setahu saya JIL menerima hal yg demikian. Mudah2an Anda bersedia membagi pengetahuan dengan saya yg awam ini dan terimakasih sebelumnya. Wassalam, Yusuf Date: Mon, 13 Dec 2004 10:45:36 -0800 (PST) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject: Re: ingin tahu To: "yusuf anshar" Salam, Silahkan mengunjungi situs JIL www.islamlib.com. Semua bahan-bahan yang anda butuhkan tentang JIL ada di sana. Selamat membaca! Ulil Date:Tue, 14 Dec 2004 17:03:34 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:tentang kalian To: "Ulil Abshar-Abdalla" Setelah saya membuka-buka dan menelaah beberapa link dalam situs islamlib (utamanya link "Tentang Kami"), saya akhirnya mengambil kesimpulan mengenai Islam Liberal sbb: Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran terhadap Islam secara bebas dengan mengabaikan aqidah dan qaidah yang ada dalam Islam itu sendiri. Sistim pemikiran seperti ini jelas bathil dan sesat. Kenapa demikian? Begini logikanya: a. Semua upaya penafsiran (pemikiran) sebebas apapun dia, tentu menggunakan metode, kaidah atau proses berpikir tertentu; kalau tidak demikian, itu bukan tafsir sebagai buah pikir melainkan lebih pantas disebut ngawur, nglantur atau nglindur. Kesimpulannya, tidak ada pemikiran yang bebas nilai, dia harus menggunakan kaidah berpikir tertentu agar diakui sebagai buah dari suatu proses berpikir. b. Islam memiliki sejumlah nilai-nilai (aqidah dan qaidah) itu pasti (dan itu diakui oleh JIL sendiri), terlepas dari adanya sejumlah perbedaan pendapat terhadap beberapa materi dalam aqidah/qaidah tersebut. Nilai-nilai itulah yang harus digunakan agar buah pemikiran (penafsiran) kita terhadap Islam mendapat pengakuan sebagai bagian dari Islam. Sebagaimana halnya sebuah karya ilmiah dalam bidang ilmu tertentu, tidak akan mendapat pengakuan apa-apa bila tidak menggunakan metode ilmiah yang sesuai dengan bidang pembahasan karya tersebut, apakah itu fisika, sosiologi dan lainnya. c. Nah, karena JIL tidak menggunakan aqidah dan qaidah Islam secara disiplin dan konsisten (kecuali yang sesuai dengan selera berpikirnya) dalam melakukan penafsiran bagaimana mungkin layak untuk diterima sebagai bagian dari Islam. Bahkan sudah sepantasnya kalau menurut Islam - sekali lagi menurut Islam - JIL adalah sesat dan keluar dari Islam; meskipun menurut pemikiran liberal sah-sah saja. Jadi, bertaubatlah! "Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Dan peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri..." (QS 6:70) "Orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mendebat ayat-ayat Kami." (QS 7:51) Wassalam, Yusuf Date:Sun, 19 Dec 2004 22:40:10 -0800 (PST) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject:Re: tentang kalian To:"yusuf anshar" Salam, Sebaiknya anda belajar dan membaca lebih banyak agar tidak mudah menganggap bathil suatu ide. Islam tidak membutuhkan orang-orang yang picik-pikiran dan suka menyesatkan sesama Muslim. Baca lagi dan baca lebih banyak lagi. Ulil Date:Mon, 20 Dec 2004 17:58:17 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:picik To: "Ulil Abshar-Abdalla" Saya sangat setuju dengan anjuran anda utk banyak membaca (itu hobi saya). Tapi tolong jawab pertanyaan saya: Apakah menerima semua pendapat atau tidak menolak satupun pendapat adalah syarat utk terhindar dari picik-pikiran? Apakah tidak ingin dikatakan sesat bukan salah satu bentuk picik-pikiran? Lebih jauh lagi (saya ingin tahu aqidah kaum liberal); apakah menurut anda tidak ada dikhotomi antara haq dan bathil, benar dan salah, lurus dan sesat? Wassalam, Yusuf Date:Mon, 20 Dec 2004 19:26:11 -0800 (PST) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject:Re: picik To:"yusuf anshar" Salam, Anda boleh menerima atau menolak pikiran atau ide. Tetapi tidak berhak menyesatkan suatu ide. Itu bukan cara yang baik untuk berdiskusi. Apalagi anda hanya membaca sekelumit pikiran, dan dengan gampang menuduh suatu pikiran yang sekelumit itu sebagai sesat. Ini adalah model Islam a la Hartono Ahmad Jaiz (anda kenal, pengarang buku "Paham Sesat dalam Islam" itu?). Paham Hartonoisme ini yang membuat situasi diskusi dalam Islam menjadi tidak kondusif, karena dengan mudah sesorang disesatkan, dikafirkan, disyirikkan, dst. Akidah kaum Muslim liberal adalah bahwa setiap pemahaman kita atas Islam adalah relatif, karena tidak ada yang tahu kebenaran mutlak selain Allah dan rasul-Nya. Kita adalah manusia relatif yang mencoba untuk memahami kebenaran. Wahyu telah berhenti. Setiap orang bisa mengutip ayat atau hadis, tetapi pada akhirnya apa yang ia katakan adalah pendapatnya sendiri, belum tentu sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu, sesat-menyesatkan seperti yang anda lakukan adalah bertentangan dengan semangat dasar Islam sebagaimana dipahami oleh kaum liberal. Kamu mengikuti semangat yang dikembangkan oleh para mujtahid dahulu, "Ra'yuna shawabun yahtamilul khatha', wa ra'yu khashmina khtha'un yahtamilush shawab." Anda boleh mengkritik paham Islib. Kami juga mengkritik pemahaman kelompok-kelompok Islam lain. Tetapi kami tidak setuju dengan sesat-menyesatkan, kafir-mengkafirkan. Sebab, kami menganggap bahwa jalan kebenaran menuju kebenaran adalah banyak. Bukan hanya satu. Islam satu, yes. Tetapi dipahami secara beda-beda. Tuhan satu, yes. Tetapi cara manusia mendekati dan memahami Tuhan berbeda-beda. Qur'an satu, yes. Tetapi tafsirnya beda-beda. Saya menolak anggapan bahwa satu jenis tafsir atau pemahaman adalah paling benar, dan yang lain dianggap sesat. Islam liberal tidak pernah mendaku, sebagaimana kaum Islam fundamentalis, bahwa dirinya paling benar. Kita semua adalah "salik", dalam istilah tasawwuf, pejalan-kaki yang sedang mencari kebenaran. sementara jalan menuju kepada kebenaran itu banyak ragamnya. Terakhir, apakah ada dikotomi antara "haq" dan "bathil"? Jelas ada. Tetapi bagaimana kita mendefenisikan tentang dua istilah tersebut, itulah masalah dasarnya. Orang-orang dengan semangat Hartonoisme akan dengan mudah menuduh bahwa pendapat-pendapat yang berlawanan dengan dirinya adalah bathil. Inilah yang terjadi dalam Islam selama ini: semua kelompok menganggap dirinya yang paling haq, yang lain bathil. Orang Sunni menganggap orang Syiah bathil, begitu juga sebaliknya. Di dalam Sunni sendiri, masing-masing kelompok membathilkan kelompok yang lain. Bagi saya, Islam menjadi buruk citranya karena hal-hal semacam ini. Islam liberal menghendaki bentuk pemahaman Islam yang lain, yakni pemahaman yang menempatkan semua perbedaan firqah, mazhab, isme, pandangan, ideologi, aliran dan lain-lainnya sebagai sebuah kekayaan Islam, dan tidak boleh disesatkan atau dikafirkan. Hanya dengan begitu Islam menjadi suatu peradaban yang kaya. Islam akan menyempit menjadi agama yang kerdil jika orang-orang yang berpandangan picik bahwa pemahamannya sendiri adalah paling benar (seperti anda?) marak di mana-mana, jika Hartonoisme berkecambah dan bertambah-tambah. Semoga penjelasan ini mencukupi. Ulil Date:Tue, 21 Dec 2004 18:27:55 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:baru awal To: "Ulil Abshar-Abdalla" Terima kasih, karena pemahaman saya ttg pemahaman kaum liberal semakin bertambah. Namun penjelasan anda bukannya mencukupi justru baru merupakan awal dari diskusi kita yg mungkin akan memanjang dan melebar. Saya harap anda tetap bersabar meladeni. Ungkapan2 yg anda kemukakan memang sepintas cukup indah dan menyejukkan, namun sesungguhnya sangat lemah dan menggelikan. Satu contoh saja: imbauan anda agar tidak ada yg disesatkan atau dikafirkan karena Tuhan satu tapi cara mendekati dan memahami Tuhan berbeda-beda; kita adalah pencari kebenaran dan jalan utk menuju kebenaran itu banyak ragamnya. OK! Taruhlah, jalan menuju Tuhan dan Kebenaran itu beragam dan berbeda-beda, tapi apakah diantara sekian banyak jalan itu tidak ada yang sesat? Apakah aliran "seks bebas" dan "bunuh diri massal" dengan alasan ritual penyembahan kpd Tuhan, tidak bisa dikatakan sesat? Bisa saja anda dengan kemampuan berolah-kata sedemikian rupa dapat mengelak penggunaan cap "sesat" terhadap aliran seperti itu; dengan mengatakan itu adalah bentuk "pencarian Tuhan yg belum selesai" atau "kebebasan berekspresi di hadapan Tuhan yg kebablasan" atau "puncak kegilaan manusia dalam ber-Tuhan" dan seabrek jungkir-balik dansa bahasa yg lainnya; namun saya kira kita dan ummat manusia sedunia tetap saja lebih mudah menerima penggunaan kata "sesat" thd mereka. Nah, kalau kita (atau kebanyakan kita) bisa menerima cap "sesat" thd golongan2 "kebablasan" semacam itu, mengapa kita harus menolak penggunaan kata "sesat" thd sejumlah golongan2 tertentu meski dg kadar dan tingkat kesesatan yg berbeda-beda? Spt ungkapan Tuhan dlm al-Quran ttg "kecondongan yg sedikit" dengan kalimat "... laqad kidta tarkanu ilaihim syaian qalilan" [QS 17:74] dan "kesesatan yg jauh" dengan kalimat "... faqad dhalla dhalalan ba'idan" [QS 4:116]. Itu hanya satu contoh komentar saya thd uraian anda. Komentar2 yg lainnya saya simpan dulu agar diskusi kita tidak terlalu memanjang dan melebar. Di atas saya katakan ini baru awal dari diskusi kita karena saya melihat titik pangkal pembicaraan yg mudah2an bisa mengurai benang atau jaring kusut dari pemikiran "Jaringan Ummat Liberal" (usul saya JIL berganti nama dulu menjadi JUL). Titik awal diskusi kita adalah ucapan anda: ".... apakah ada dikotomi antara haq dan bathil? Jelas ada. Tetapi bagaimana kita mendefenisikan tentang dua istilah tersebut, itulah masalah dasarnya." Yah, itulah masalah dasarnya. Kalau begitu, apa defenisi kaum liberal sendiri ttg al-haq dan al-bathil? Wassalam, Yusuf Date:Tue, 21 Dec 2004 19:39:49 -0800 (PST) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject:Re: baru awal To:"yusuf anshar" Salam, Setahu saya, yang suka bermain silat lidah, dan bermain dengan retorika bahasa yang seolah-olah meyakinkan adalah kaum fundamentalis. Ayat dan hadis kerap dihambur-hamburkan. Satu dua kalimat langsung penuh sesak dengan kutipan-kutipan dari Kitab Suci. Seolah-olah suatu pembicaraan yang penuh dengan ayat suci akan benar dengan sendirinya. Saya belajar di pesantren. Pengalaman yang saya perolah dari pesantren adalah: kiai-kiai saya jarang mengutip ayat dan hadis, karena mereka khawatir keliru menafsirkan. Paling jauh mereka mengutip pendapat ulama atau kiai yang lain. Kalau pun keliru, tak apa-apa, toh mereka manusia. Itulah pengalaman yang membekas pada diri saya hingga sekarang. Dan itulah yang membuat saya agak "muak" melihat kaum fundamentalis di kampus-kampus yang setiap bicara selalu memercikkan ayat dan hadis di mana-mana. Ayat dan hadis bisa mengalami inflasi jika diobral dengan cara demikian. Kembali ke pokok soal yang anda (saya tak mau pakai kata "antum" a la kaum fundamentalis di Jakarta) persoalkan. Soal kebebasan menafsir. Kebebasan menafsir sudah menjadi kenyataan dan fakta dalam sejarah pemikiran Islam. Itu terjadi dari sejak zaman sahabat dan makin berkembang pada generasi-generasi ulama yang datang belakangan. Ribuan tafsir dari pelbagai sudut pendekatan ditulis oleh ulama. Ada tafsir yang liberal atau yang literal. Ada tafsir dengan pendekatan sufi yang sangat "bebas" dan ada tafsir "bil ma'tsur" a la "al-Durr al-Mantsur" yang sangat taat dengan pemahaman harfiah. Ribuan tafsir itu tak mungkin ditulis jika tak ada kebebasan berpendapat dan berpikir dalam Islam. Yang saya kaget, umat Islam sekarang, yang umumnya tak belajar tradisi pemikiran Islam yang kaya, tiba-tiba membenci kebebasan berpikir. Ada-ada saja alasannya. Salah satu alasannya: kebebasan berpikir itulah yang menyebabkan Iblis terjatuh dan sesat. Sebab Iblis memakai pikirannya sendiri dan menolak perintah Tuhan. Ketauhilah saudaraku, argumen ini sudah pernah dipakai oleh para ulama dahulu yang menentang penggunaan qiyas atau silogisme, tetapi toh ulama lain tak terpengaruh dengan pendapat ini, dan tetap menganggap qiyas sebagai salah satu asas penting dalam istinbath hukum. Alasan lain yang paling populer, dan tampaknya di sinilah anda (sekali lagi bukan "antum") terjatuh, adalah bahwa jika kebebasan berpikir dibiarkan, maka orang akan cenderung kebablasan. Apakah demi kebebasan berpikir "seks bebas" dihalalkan? Apakah demi kebebasan, cara-cara ibadah dengan bunuh diri massal diperbolehkan? Kalau semua pendekatan kepaa Tuhan adalah sah, apakah cara "gila" yang ditempuh oleh sekte seperti "Ranting Daud" itu absah? Dan seterusnya. Saya sungguh heran dengan tanggapan semacam ini. Orang-orang yang berjuang untuk tagaknya kebebasan pikiran, baik di Barat atau di Timur, tidak pernah berpikir bahwa hal itu untuk menghalalkan "seks bebas". Yang patut dicurigai adalah, kenapa soal seks begitu mengganggu pikiran umat Islam. Apakah mereka begitu "ngeres" pikirannya, sehingga dipenuhi dengan seks melulu? Kenapa hal yang pertama terlintas di pikiran anda begitu mendengar soal "kebebasan berpikir" adalah soal seks? Apakah anda mempunyai masalah dalam hal ini (maaf)? Semua agama, bukan hanya Islam, mengharamkan zina. Semua agama mengharamkan pembunuhan, pencurian, berbohong, menipu, bersikap tak hormat pada orang tua, dst. Apa yang dalam tradisi Yahudi disebut sebagai "Sepuluh Perjanjian" (Ten Commandement) adalah merupakan ajaran-ajaran yang universal, bukan saja dalam agama Yahudi tetapi juga Islam dan agama-agama lain. Praktek-praktek penyembahan agama yang melanggar prinsip itu, akan dengan sendirinya ditolak oleh agama-agama besar. Di negeri-negeri yang menjunjung tinggi pemikiran yang bebas, pencurian dan pembunuhan tidak dengan sendirinya halal demi kebebasan berpikir. Di sinilah saya percaya, bahwa akal manusia dan wahyu Tuhan sebetulnya bertemu dalam satu titik. Inilah yang dikatakan oleh Ibn Taymiyah sebagai "Muwafaqat Sharihil Ma'qul li Shahihil Manqul". Bagaimana jika wahyu dan akal bertentangan? Saya mengikuti pendapat Ibn Rushd, seorang filosof dan ahli fikih dari abad 13 M, dalam "Fashl al Maqal Fi Ma Baina al Hikmati was Syariati min al Ittishal". Menurut dia, jika ada pertentangan antara keduanya, maka wahyu harus ditakwil. Tetapi, hal ini harus dilihat dengan cermat. Tidak semua pendapat akal manusia dengan sendirinya sah. Hanya pendapat yang dalam istilah Ibn Taymiyah disebut "sharih", pendapat yang dilandasi dengan argumen yang kokoh, dan bukan sekedar memperturutkan hawa nafsu belaka, yang dapat dipertimbangkan. Apa pendapat yang "sharih" itu? Ibn Rushd sendiri tidak menetapkan suatu ancar-ancar. Bagi saya, ancar-ancar itu tidak ketat, kaku, sebab pada akhirnya yang menentukan sebuah pendapat masuk akal dan tidak adalah kalangan cerdik pandai sendiri. Ibn Rushd sendiri sudah mengatakan dalam "Bidayat al Mujtahid" bahwa "al nushush mutanahiyah wa al waqai' ghairu mutanahiyah", teks-teks agama dan wahyu terbatas jumlahnya, sementara situasi sosial terus berubah. Bagaimana mungkin, kata Ibn Rusdh, sesuatu yang terbatas akan mengatasi yang tak terbatas. Di situlah akal manusia dan kebebasan berpikir diperlukan. Tentang masalah "haq" dan "bathil", jelas hal itu ada. Yang menjadi soal adalah orang-orang yang sejenis dengan anda yang mudah "membathilkan" pandangan orang-orang yang berbeda. Anda menyebut JIL bathil? Atas dasar apa? Atas dasar kutipan ayat dan hadis yang berhamburan dengan seenaknya itu? Apakah kalau sudah mengutip ayat lalu selesai? Bukankah ayat bisa ditafsirkan macam-macam. Ambil contoh ayat berikut ini. Ada ayat yang berbunyi, "La tudrikuhul abshar wa huwa yudrikul abshar wa huwal lathiful khabir". Ayat itu, kira-kira, isinya adalah bahwa Tuhan itu begitu lembut sehingga tak bisa dilihat oleh mata. Oleh karena itu, manusia tak akan bisa melihat Tuhan, meskipun di sorga. Atas dasar ayat inilah kaum Mu'tazilah menolak kemungkinan manusia melihat Tuhan di sorga. Tetapi ada ayat lain, "Wujuhun yauma-idzin nadhirah, ila rabbiha nadlirah". Ayat itu kira-kira isinya adalah bahwa orang-orang yang beriman, di sorga nanti, akan melihat Tuhan. Atas dasar inilah kaum Asyariyyah berpendapat bahwa manusia mungkin melihat Tuhan di sorga. Bagaimana anda mendamaikan antara kedua ayat itu. Kaum Mu'tazilah pakai ayat. Kaum Asyariyah pakai ayat. Mana yang benar. Intinya, belum tentu kalau anda memakai ayat dan hadis dengan sendirinya anda sudah bisa menyudahi diskusi dan menuduh yang lain salah, sesat, bathil, murtad, kafir, dst. Saya mengakui adanya yang "haq" dan yang "bathil". Tetapi saya, sebagai manusia, mempunyai pengetahuan yang terbatas, dan saya tak layak dengan begitu mudah menyalahkan dan membathilkan pendapat lain. Yang saya lakukan hanyalah mengkritik, tetapi saya tidak akan pernah sampai pada kesimpulan bahwa pendapat lawan saya bathil, kecuali jika pendapat itu jelas-jelas melawan akal sehat. Kalau ada orang berpendapat bahwa membunuh adalah halal, jelas itu batal, dari sudut pandang apapun. Tetapi saya tidak akan mengatakan bahwa cara beribadah orang Kristen dan Hindu adalah batal. Dalam menghukumi sesutau "bathal" atau "haq", kita harus memakai dua instrumen: wahyu dan akal. Tidak bisa hanya dengan wahyu. Oleh karena itu, saya keberatan sekali dengan tindakan ceroboh para kaum fundamentalis yang mengobral ayat dan hadis, tetapi mengabaikan penalaran akal sehat. Ala kulli hal, apa yang saya tulis ini belum tentu benar. Sebab hanya Allah lah yang tahu mana yang benar mana yang salah. Kita hanya berusaha untuk benar. Ulil Date:Wed, 22 Dec 2004 17:47:45 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:akal-sehat To: "Ulil Abshar-Abdalla" Membaca email anda yg lalu, kesan yg saya tangkap adalah uraian anda lebih banyak merupakan curahan perasaan dan emosi yg campur-aduk (kesal-muak-sinis-kaget-bingung jadi satu). Saya mengerti perasaan anda dan saya turut prihatin dg kekesalan dan kebingungan anda. Namun upaya saya utk sedikit menjernihkan dan menenangkan arus pemikiran kita agak terhambat dg curahan pemikiran (dan emosi) anda yg cukup deras. Barangkali memang begitu cara berpikir dan model diskusi anda dan komunitas anda di utan kayu. Hanya saja saya tak ingin ber-su'u zhann dengan mengatakan bahwa itu salah satu cara anda mengacaukan konsentrasi orang yg ingin berpikir lurus-lurus saja. Tapi tak apalah, mari kita kembali mengurai benang kusut ketimbang berlarut-larut dlm emosi dan ratapan thd ummat Islam yg memang (saat ini) sedang centang-prenang. Benang-merah uraian kita masih seputar "kebebasan berpikir" dlm kaitannya dg haq & bathil, benar & salah, lurus & sesat. Ada sedikit kemajuan, karena sepertinya anda sudah mengakui adanya jalan beragama yg sesat dan bathil dg pernyataan anda: ".... praktek-praktek penyembahan agama yang melanggar prinsip itu, akan dengan sendirinya ditolak oleh agama-agama besar". Meskipun anda belum berani (atau masih malu) menggunakan kata "sesat" di situ, tapi maksudnya kurang lebih sama; karena jika semua agama-agama besar adalah "jalan yg benar" (menurut anda) berarti apa yg "ditolak" oleh mereka adalah "jalan yg salah". Salah jalan = sesat. Alaisa kadzalik? Nah, satu jalinan benang kusut telah berhasil kita tarik simpulnya yaitu memang ada jalan yg benar dan ada jalan yang sesat atau "salah jalan" (bila anda tidak tega menggunakan kata "sesat"). Sayangnya, kriteria benar dan sesatnya suatu jalan beragama anda serahkan begitu saja (tanpa jelas dalil dan argumennya) pada dua hal yaitu "akal-sehat" dan "nilai-nilai universal" yaitu nilai-nilai yg terdapat dlm semua agama. Di sini pemikiran kita saling kusut lagi. Mari kita coba uraikan jalinan benang kusut ini dengan menarik suatu titik-temu yg kita sepakati bersama. Dalam beberapa bagian tulisan anda dalam email-email yg terdahulu anda telah memberikan suatu kesimpulan yg sangat berharga ttg "aqidah" kaum liberal yaitu bahwa "produk akal adalah relatif sedang kebenaran mutlak bersumber dari Tuhan". Kalau memang demikian pengakuan dan keyakinan anda, bagaimana kalau kita katakan saja (karena di titik ini pikiran kita sepakat) bahwa: "Tidak ada ukuran dan kriteria yg terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu jalan beragama selain ukuran dan kriteria yg ditetapkan oleh Tuhan." Anda setuju dengan pernyataan di atas? Wassalam, Yusuf Date:Thu, 23 Dec 2004 09:26:54 -0800 (PST) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject:Re: akal-sehat To:"yusuf anshar" Salam, Dari mana anda menyimpulkan sejak awal bahwa dalam perspektif Islam liberal tidak ada yang "salah" dan "benar"? Tidak ada "haq" dan "batil"? Sudah tentu hal itu ada. Yang membedakan anda dengan kaum Muslim liberal seperti saya adalah batasan mengenai dua istilah itu. Aqidah kami adalah: Islam bukan satu-satunya agama yang benar, dan bukan pula paling benar. Maksud saya "Islam" sebagai nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Kami memandang bahwa kebenaran tersebar dalam semua agama. Oleh karena itu, kami tidak akan memandang agama lain sebagai bathil. Ada standar universal tentang kebathilan. Hal itu tampak dalam hal-hal yang baik secara wahyu atau akal sehat dianggap batal, seperti tindakan kejahatan yang terkandung dalam "Sepuluh Perjanjian" (Ten Commandement). Belum tentu hal-hal yang berlawanan dengan ketentuan yang secara harafiah tertera dalam Quran adalah batil. Misalnya, hukuman penjara bagi pencurian yang menurut fiqh sudah memenuhi syarat untuk dikenai hukum potong tangan. Kenapa demikian? Sebab, dalam kerangka bepikir kami, tidak semua hal yang secara harafiah tercantum dalam Qur'an mesti kita ikuti secara harafiah pula. Kenapa demikian, kita diskusi di lain kesempatan (kalau saya ada waktu). Sekarang saya akan menanggapi pernyataan anda di bawah ini: "Tidak ada ukuran dan kriteria yg terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu jalan beragama selain ukuran dan kriteria yg ditetapkan oleh Tuhan." Apa yang anda maksudkan dengan "jalan agama"? Apakah jalan itu menyangkut ibadah, mu'amalah, akhlaq, adab, atau apa? Sebab agama memiliki dimensi yang kompleks. Di level mana anda mau berbicara? Apa yang anda maksudkan dengan "kriteria yang ditetapkan oleh Tuhan"? Bisakah anda menggunakan istilah yang jauh lebih standar dalam keilmuan Islam? Sebab istilah "kriteria Tuhan" sama sekali tidak jelas. Saya tak akan menjawab pertanyaan anda ini kalau anda tidak menjelaskan masalah itu dulu. Ulil Date:Thu, 23 Dec 2004 19:42:39 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:kriteria agama To: "Ulil Abshar-Abdalla" Saya cukup surprise mendengar pernyataan anda bahwa agama memiliki dimensi yang sangat kompleks. Tadinya saya menganggap kaum liberal mempersempit makna agama pada tataran moral saja. Syukurlah kalau begitu! Bila anda meminta saya memperjelas di level mana kata "agama" yang saya maksud dalam kalimat: "Tidak ada ukuran dan kriteria yg terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu jalan beragama selain ukuran dan kriteria yg ditetapkan oleh Tuhan." Maka saya katakan bahwa sebenarnya yg saya maksud adalah "agama" dlm arti yg seluas-luasnya (di semua lini kehidupan). Tapi agar diskusi kita tidak terlalu melebar sehingga bertele-tele (apalagi anda sedang sibuk, mungkin ikut seminar natal dsb) maka dalam diskusi kali ini saya membatasi pada level "aqidah" atau "kepercayaan" saja dulu. Adapun yg saya maksud dengan "kriteria yang ditetapkan oleh Tuhan" tidaklah terlalu muluk-muluk, anda tidak usah bingung. Persis seperti pengertian kriteria yg terdapat dalam kamus-kamus (kriteria = standar, ukuran, patokan, norma). Dalam kaitannya dengan Tuhan dan Agama berarti kepercayaan dan amalan apa saja dalam beragama yg harus dimiliki oleh seseorang untuk mendapatkan ridha Tuhan. Kalau anda meminta istilah yg lebih islami (ehm...) ya Rukun Iman dan Rukun Islam itu. Tapi saya kira seorang liberalis sejati macam anda lebih senang menggunakan istilah yg universal. Nah, kalau kedua pengertian di atas kita gabung maka pernyataan tadi bisa diperjelas sebagai berikut: "Tidak ada standar, ukuran, patokan dan norma yang terbaik dan tersehat (bagi akal-sehat) utk menentukan benar-tidaknya suatu kepercayaan (aqidah) dalam agama selain standar, ukuran, patokan dan norma yang ditetapkan oleh Tuhan." Sekali lagi: apakah anda setuju dengan pernyataan di atas? Kalau anda memang sedang super sibuk, cukup dijawab dengan dua huruf "YA" atau "NO". Wassalam, Yusuf Date:Fri, 24 Dec 2004 06:23:30 -0800 (PST) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject:Re: kriteria agama To:"yusuf anshar" Salam, Jelaskan dulu, apa yang anda maksud dengan kriteria Tuhan dalam masalah akidah. Urusan akidah dalam Islam tidak sesimpel yang anda bayangkan. Pertengkaran pendapat luar biasa hebatnya. Banyak sekte timbul di sana. Masing-masing mendaku sebagai paling benar, paling sesuai dengan kriteria Tuhan. Apa yang anda maksud dengan kriteria Tuhan dalam akidah? Apa saja isinya? Ulil Date:Sun, 26 Dec 2004 18:37:04 -0800 (PST) From:"yusuf anshar" Subject:kesimpulan dan saran To: "Ulil Abshar-Abdalla" Meskipun anda tidak menjawab dengan "ya" atau "no" tapi dari tema baru yg anda angkat dapat disimpulkan bahwa anda setuju dan memang tidak bisa tidak, anda mesti setuju dg pernyataan tsb. Karena pernyataan tsb adalah konsekuensi logis dari prinsip kaum liberal sendiri bahwa: "produk akal adalah relatif sedang kebenaran mutlak bersumber dari Tuhan". Saya bertanya "setuju atau tidak" hanyalah utk mengingatkan dan menegaskan kembali aqidah dan aksioma tsb. Karena siapapun yg ditanya - asalkan dia tidak atheis - tentang siapa yg paling tahu (segala hal, apalagi ttg agama) apakah Tuhan atau manusia; pasti akan menjawab "Tuhan" tanpa perlu berpikir panjang lagi; meskipun diantara mereka sendiri masih sibuk berdebat ttg "Tuhan". Yah, di situlah anehnya manusia dan di situlah hebatnya Tuhan yg menciptakan manusia. Di bawah ini saya urutkan dulu kemajuan dan kesimpulan yg telah kita capai dari diskusi ini: 1. Adanya jalan yg haq, benar, lurus dalam beragama dan adanya jalan yg bathil, salah, sesat dalam beragama. 2. Tidak ada yang paling tahu ttg jalan yg haq, benar, lurus dalam beragama serta jalan yg bathil, salah, sesat dalam beragama selain Tuhan. Bagaimana cara manusia mendapat ilmu Tuhan itu? Jawabannya ialah lewat Wahyu. Orang yang mendapat wahyu dari Allah disebut Nabi atau Rasul. Berhubung komunitas anda masih mengaku beragama Islam (paling tidak berlabel Islam), maka Wahyu yg dimaksud dlm pembicaraan kita ini tidak lain adalah wahyu terakhir (yakni al-Quran) yg diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir (yakni Muhammad saw). Kalau demikian, berarti kesimpulan di atas kita tambah dengan kesimpulan ketiga sbb: 3. Untuk mengetahui jalan yg haq, benar, lurus dalam beragama serta jalan yg bathil, salah, sesat dalam beragama kita harus merujuk pada firman Allah dalam al-Quran dan sabda Rasul dalam al-Hadits. Sekarang barulah kita memasuki medan pertarungan sesungguhnya antara semua golongan, sekte dan aliran yg mengaku diri Islam (termasuk JIL). Medan pertarungan itu adalah: "Mana jalan beragama yg haq, benar, lurus dan mana jalan beragama yg bathil, salah, sesat menurut Allah dan Rasul-Nya (menurut al-Quran dan as-Sunnah)?" Hal ini sesuai dengan - dan sudah mencakup - pertanyaan anda: bagaimana kriteria dan materi aqidah dalam Islam? Menurut anda, aqidah Islam tidak simpel, sengit dipertengkarkan hingga menimbulkan banyak sekte. Bagaimana ini? Sebelumnya, ada dua prinsip dan fakta yg harus kita ingat: 1. Aqidah Islam (demikian pula aspek-aspek lain dlm Islam) adalah apa yg dikatakan oleh al-Quran dan as-Sunnah, bukan apa yg dikatakan oleh sekte-sekte ummat Islam. 2. Sekte-sekte tsb baru muncul jauh sepeninggal Nabi saw dan tidak kita dapati di zaman Rasulullah saw dan para sahabatnya. Mengapa di zaman Nabi belum muncul sekte-sekte? Penyebabnya ada dua: 1) Ketika itu wahyu masih turun dan penerima wahyu (yg punya otoritas utk menjelaskannya) yaitu Nabi masih hidup. Sehingga semua pertanyaan yg timbul seputar Islam akan dijawab langsung oleh "nara sumber kebenaran" yakni Allah lewat lisan Nabi-Nya. 2) Sikap para sahabat yg "sami'na wa atha'na" dan tidak suka bertanya yg tidak perlu. Hal-hal yg berkaitan dengan aqidah yg disampaikan oleh al-Quran dan al-Hadits langsung mereka imani dan yg berkaitan dengan amaliyah langsung mereka amalkan. Perselisihan pendapat yg menjurus ke perpecahan mulai terjadi setelah lenyapnya faktor pertama di atas (Nabi wafat). Kemudian dari zaman ke zaman, perpecahan semakin menjadi-jadi hingga menimbulkan sekte-sekte, seiring dengan makin lunturnya "watak sahabat" (faktor kedua) di kalangan ummat Islam. Lemahnya iman, rendahnya ketaatan serta banyak bertanya dan berdebat merupakan pintu gerbang terbesar (dari sisi internal) bagi timbulnya sekte-sekte dlm Islam. Adapun dari sisi eksternal, masuknya filsafat dlm tubuh ummat Islam (disamping faktor politik) merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi maraknya sekte-sekte itu. Mengapa demikian? Pekerjaan filsafat hanya dua, bertanya dan berdebat, berdebat dan bertanya, tak putus-putusnya bagaikan "lingkaran setan" (karena bila berhenti berarti tamatlah riwayat filsafat). Seandainya seluruh filsuf yg ada di dunia dibebankan utk menuntaskan satu permasalahan saja sebelum berpindah ke permasalahan selanjutnya, niscaya habis umur mereka dan habis umur dunia, sedang mereka masih sibuk berpikir ttg "apa itu berpikir?". (Rene Descartes yg sempat diduga mati bunuh-diri, terkenal dg ucapan hampanya cogito ergo sum = aku berpikir maka aku ada. Kalau benar ia bunuh-diri, mungkin saja ia ingin membuktikan kesimpulannya dan tidak ingin kesimpulannya itu dipertanyakan lagi). Apalagi utk memikirkan ttg "akal", alih-alih utk memikirkan ttg Sang Pencipta akal dan apa yg dimaui Tuhan. Manakala cara filsafat dipakai dlm beragama niscaya kita tidak akan mendapatkan hasil apa-apa selain kekufuran. Kenapa? Karena agama diturunkan bukan utk itu (dipertanyakan dan diperdebatkan). Agama diturunkan utk diimani dan diamalkan. (NB: filsafat dan turunannya sebetulnya berguna untuk membahas sains, bukan agama). Bercermin dari kedua fakta dan faktor penyebabnya di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa utk mengetahui ajaran Allah dan Rasul-Nya yg benar, kita harus kembali ke masa awal Islam, melihat bagaimana para sahabat pada umumnya (utamanya as-sabiqun al-awwalun, khususnya al-khulafa' ar-rasyidun) mengimani dan mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah. Itulah Islam yg masih bersih dari distorsi dan kontaminasi sekte-sekte dan penafsiran-penafsiran yg menyimpang. Bukankah anda sendiri pernah berkata: "Akidah kaum Muslim liberal adalah bahwa setiap pemahaman kita atas Islam adalah relatif, karena tidak ada yang tahu kebenaran mutlak selain Allah dan rasul-Nya. Kita adalah manusia relatif yang mencoba untuk memahami kebenaran. Wahyu telah berhenti. Setiap orang bisa mengutip ayat atau hadis, tetapi pada akhirnya apa yang ia katakan adalah pendapatnya sendiri, belum tentu sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan." (Saya kutip tanpa perubahan, dari email anda tanggal 20 Desember 2004). Memang para sahabat termasuk dlm perkataan anda "kita adalah manusia relatif". Tapi seperti yg saya kemukakan di atas, sikap para sahabat terhadap al-Quran dan al-Hadits tidak seperti kita. Para sahabat tidak suka bertanya dan berdebat, demikian pula tidak suka menakwil dan menafsirkan. Apa yg mereka terima dari Allah dan Rasul-Nya (al-Quran dan as-Sunnah) mereka sikapi dengan iman dan amal. Sehingga apa-apa yg mereka sepakati (ijma' para sahabat) bukanlah hasil penafsiran dan pemahaman pribadi mereka melainkan hasil dari sikap mengimani dan mengamalkan apa-apa yg disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ijtihad baru mereka lakukan manakala menemukan hal-hal baru yg tidak mereka dapati (secara eksplisit) dalam al-Quran dan as-Sunnah, itupun dengan cara yg sangat hati-hati dan tetap berlandaskan aqidah dan kaidah yg mereka dapati dlm al-Quran dan as-Sunnah. Dari uraian di atas, dapat kita tarik kesimpulan keempat yg merupakan hasil akhir dari diskusi kita yaitu: 4. Jalan beragama yg haq, benar, lurus menurut Allah dan Rasul-Nya adalah jalan beragama sebagaimana yg telah disepakati (ijma') oleh para sahabat Rasulullah saw sedang jalan beragama yg bathil, salah, sesat adalah jalan beragama yg bertentangan dengan kesepakatan (ijma') para sahabat Rasulullah saw. Keempat kesimpulan di atas - kalau anda menelaah baik2 diskusi kita dari awal hingga kini - pada dasarnya disarikan dari prinsip2 atau pernyataan2 anda sendiri. Jadi saya hanya mencoba memetakan kembali prinsip2 anda dalam bingkai Islam yg terlepas, sementara anda sendiri tidak mau melepaskan label "islam" dari nama jaringan anda (entah karena pertimbangan strategis duniawi ataukah ukhrawi; Allahu A'lamu). Sekarang mari kita introspeksi. Adakah diantara para sahabat yg tidak menganggap kafir orang yg mempertuhankan Yesus Kristus? Adakah diantara al-khulafa' ar-rasyidun yg mengkafirkan sesama mereka sebagaimana Syi'ah yg mengkafirkan Abubakar dan Umar? Adakah diantara para sahabat yg menghalalkan wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim? Bagaimana dengan komunitas anda? Benang dan jaring kusut JIL telah saya uraikan sehingga terpisahlah tali Islam dari tali liberal dengan empat simpul di atas. Kini terpulang kepada anda, mau memegang tali yang mana. "Al-haqqu min rabbika faman sya-a falyu'min wa man sya-a falyakfur". Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain memberikan saran dan imbauan berikut: 1. Bila anda mau berpegang dengan keempat asas di atas, berarti anda harus menanggalkan pemikiran liberal anda yg bertentangan dengan ijma' atau kesepakatan kaum muslimin. Andaikata itu terjadi, saya menyarankan agar anda mengganti nama JIL menjadi JMP (Jaringan Muslim Progresif) misalnya. Seorang muslim yg progresif (berpikiran maju) tidak mesti menanggalkan aqidah dan qaidah keislaman mereka. Anda bisa membahas berbagai isu-isu aktual seputar ummat Islam dengan jujur, terbuka dan kritis tanpa perlu melanggar ajaran Islam. 2. Bila anda tidak mau melepaskan pemikiran liberal anda, maka anda harus melepaskan label "Islam" dari nama komunitas anda; misalnya menjadi JUL (Jaringan Ummat Liberal). 3. Bila anda tidak mengindahkan salah satu dari kedua saran di atas, berarti anda tetap berpegang dengan tali liberal yg kufur dan melilitkannya dengan tali Islam sehingga menghasilkan pemikiran yg kusut dan sesat lagi menyesatkan banyak kaum muslimin. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Wassalam, Yusuf -------------------------------------------------------------------------------- Diskusi ini berakhir sampai di sini, ditandai dengan tidak dibalasnya email terakhir Yusuf Anshar. Sebelum mempublikasikan diskusi ini di internet, Yusuf Asnhar mengirim email pemberitahuan terlebih dahulu kepada Ulil, tapi email itu tidak juga dibalas. Selanjutnya orang awam meringkus intelek liberal Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah! Dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. [QS 16:125-128] <> Alif Laam Miim. Inilah ayat-ayat Al Qur'an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan, kekal mereka di dalamnya; sebagai janji Allah yang benar. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah sebenarnya orang-orang yang lalim itu berada dalam kesesatan yang nyata. [QS 31:1-11] <> Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak seorang Nabi pun yang diutus oleh Allah kepada suatu ummat sebelumku melainkan pasti ada dalam ummatnya itu hawariyyun (pembela-pembela) dan sahabat-sahabat yang memegang teguh sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian datanglah sepeninggal mereka generasi yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Maka barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya maka dia mukmin dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya maka dia mukmin dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya maka dia mukmin. Dan tidak ada di luar itu keimanan meski seberat biji sawi." [HR. Muslim] <> Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas. Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. Kamu tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan. [QS 35:19-23] <> Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua; Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". [QS 7:158] <> Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. [QS 17:36] <> Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang jahat, yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengannya, tentu ia akan menyesatkannya, dan memba-wanya ke dalam adzab Neraka. [QS 22:3-4] <> Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang Menguasai Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu lah kami mengabdi dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat. [QS. al-Fatihah] <> Dan bahwasanya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. [QS 6:153] <> Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [QS 12:108] <> Dari Abu Umamah al-Bahily radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah memberikan petunjuk atas mereka kecuali setelah mereka gemar berdebat". Kemudian beliau membaca (QS 43:58 yang artinya): "... Mereka tidak membuat perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud berbantahan saja..." [HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad] <> Orang-orang kafir yakni ahlulkitab (yahudi dan nasrani) dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, yaitu seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Qur'an), di dalamnya terdapat kitab-kitab yang lurus. Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang diberi Al Kitab melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan bagi mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. [QS 98] <> Dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi (Allah) yang jiwaku di Tangan-Nya, kalian harus menyuruh kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar, atau dikuatirkan Allah akan menurunkan hukuman (siksaan) dari-Nya lantas kalian berdoa kepada-Nya maka Dia tidak mengabulkan (doa) kalian." [HR. Tirmidzi] <> Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan manghadapi bejana makanannya", Lalu seseorang bertanya: "Apakah kami pada saat itu sedikit?" Beliau menjawab: "Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati kalian wahn (kelemahan)." Lalu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu?" Kata beliau: "Cinta dunia takut mati" <> Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata: "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menyatukan untukku dunia, lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya umatku akan sampai kekuasaannya seluas yang disatukan Allah untukku dan aku diberi dua harta simpanan yaitu emas dan perak lalu aku memohon kepada Rabb-ku untuk umatku agar dia tidak menghancurkannya dengan kelaparan yang menyeluruh, dan menguasakan atas mereka musuh-musuhnya dari selain mereka sendiri lalu menghancurkan seluruh jama'ah mereka, dan Rabb-ku berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku jika telah memutuskan satu qadha' maka tidak dapat ditolak, dan Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu bahwa Aku tidak akan menghancurkan mereka dengan kelaparan yang menyeluruh dan tidak akan menguasakan atas mereka musuh-musuh dari selain mereka yang menghancurkan seluruh jama'ahnya walaupun mereka telah berkumpul dari segala penjuru - atau mengatakan- orang yang ada diantara penjuru dunia- sampai sebagian mereka membunuh dan menjadikan rampasan perang sebagian yang lainya" [HR. Muslim] <> Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). [QS 6:116] <> Dari 'Umar radhiyallahu 'anhu berkata: "Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari maka dengan tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang memakai berpakaian yang sangat putih, berambut sangat hitam, tidak tampak padanya tanda-tanda perjalanan dan tak ada seorang pun diantara kami yang mengenalnya, hingga dia duduk di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu merapatkan lututnya ke lutut beliau dan meletakkan kedua tapak tangannya di atas paha beliau, seraya bertanya: "Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam!" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan Muhammad itu utusan-Nya, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah bila engkau mampu." Dia berkata: "Engkau benar." Maka kami heran, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Lalu dia bertanya lagi: "Beritahukanlah kepadaku tentang Iman!" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada Hari Kiamat, dan hendaklah engkau beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk." Orang itu berkata: "Engkau benar." Dia bertanya lagi: "Beritahukanlah kepadaku tentang Ihsan!" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Hendaknya engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Dia bertanya lagi: "Beritahukanlah kepadaku tentang (kapan) Hari Kiamat!" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari si penanya itu sendiri." Dia bertanya lagi: "Beritahukanlah aku tentang tanda-tandanya!" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "(Diantaranya) jika seorang hamba (sahaya) telah melahirkan tuannya (majikannya), dan jika engkau melihat orang yang tak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin dan penggembala kambing saling berlomba untuk membangun gedung yang tinggi." Kemudian orang tadi pergi, lalu saya diam dalam waktu yang lama. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai 'Umar, tahukah engkau siapa penanya tadi?" Jawabku: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.", Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian". [HR. Muslim] <> An-Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhuma berkata: "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram itu telah jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjauhi yang syubhat maka sungguh dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam yang syubhat niscaya dia akan terjatuh dalam yang haram. Seperti seorang gembala yang menggembala di pinggir daerah terlarang, suatu saat akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja itu mempunyai daerah larangan, dan ketahuilah bahwasanya daerah larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkannya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah ia itu "qalbu"." [HR. Bukhari dan Muslim] <> Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: “Biarkanlah aku dengan apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Karena sesungguhnya kebinasaan umat sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih dengan Nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian dari sesuatu, maka tinggalkanlah!” [HR. Muslim] <> Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS 48:29] <> Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [QS 9:100] <> Dari Abu Najih (Al-Irbadh) bin Sariyah radhiyallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi nasihat kepada kami dengan suatu nasihat yang sungguh meresap (dalam hati), sehingga hati menjadi gemetar dan air mata bercucuran, lalu kami berkata: "Ya Rasulullah, rasanya seperti nasihat orang yang mau meninggalkan kami (buat selama-lamanya), maka berwasiatlah kepada kami!" Maka beliau bersabda: "Aku berpesan kepada kalian agar tetap taqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat walaupun kamu diperintah (dipimpin) oleh seorang hamba dari negeri Habsyah (Ethiopia). Sesungguhnya orang yang berusai panjang di antara kalian akan melihat berbagai perselisihan yang banyak, maka pegangilah Sunnahku dan Sunnah Khulafaurrasyidin yang memperoleh hidayah sesudahku! Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu! Waspadalah terhadap segala sesuatu yang baru, sebab tiap-tiap yang baru itu bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat". [HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad] <> Dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Yahudi dahulu terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan; satu golongan masuk Surga, tujuh puluh golongan masuk Neraka. Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan; satu golongan masuk Surga, tujuh puluh satu yang tersisa masuk Neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya: umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; satu golongan masuk Surga dan tujuh puluh dua lainnya masuk Neraka.“ Ada sahabat yang bertanya: “Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk Surga itu?” Beliau menjawab: “Mereka adalah Al-Jama’ah” [HR. Ibnu Majah, dan Abu Dawud]. Makna al-Jama'ah ialah jama'ah kaum muslimin ketika masih bersatu di atas kebenaran. Dalam riwayat lain dijelaskan makna al-Jama'ah ialah: “Orang-orang yang mengikuti jalan hidupku dan (jalan hidup) para sahabatku” [HR. At-Tirmidzi] <> Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lisan kalian!" [HR. Abu Dawud] <> Muslim Awam Meringkus Intelek Liberal [ HOME ] To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Thu, 27 Jan 2005 21:43:01 -0800 (PST) Subject:~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Meutia Meutia, Saya kira, masih banyak orang Islam yang percaya bahwa hukum orang murtad adalah bunuh. Sebab, itulah ketentuan seperti yang tertuang dalam hadis. Dengan demikian, jika ada orang Islam pindah agama, maka ia harus dibunuh. Jika ajaran semacam ini masih dipercayai umat Islam, maka tak bisa dielakkan lagi jika umat agama lain berpandangan bahwa ajaran Islam tentang kebebasan agama itu bohong belaka. Kalau benar-benar Islam menghargai kebebasan agama, kenapa tidak ada kebebasan untuk pindah agama. Saya pernah mendengar jawaban kaum konservatif seperti berikut ini: kalian bebas untuk menerima atau menolak Islam. Tetapi begitu anda menerima, maka anda terikat dengan ketentuan Islam, salah satunya ketentuan tentang hukum bunuh bagi orang murtad. Jawaban semacam ini memperlihatkan bahwa Islam tidak menghargai kebebasan dengan sungguh-sungguh. Bebas hanya sebelum masuk Islam. Begitu sudah masuk, maka harus "terpaksa" mengikuti segala hal di dalamnya, tanpa boleh protes. Kaum konservatif itu akan menjawab seperti ini: ya, itu kan biasa juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Anda bebas daftar atau tak daftar di, katakan saja, Sekolah "Mawar". Tetapi begitu anda sudah ada di dalam sekolah itu, anda tak bebas lagi. Anda harus mengikuti segala aturan di sana. Jawaban saya simpel: bedanya dalam hal Islam dan Sekolah Mawar adalah berikut ini. Kalau anda masuk Sekolah Mawar, anda harus ikut aturan di sana. Itu benar. Tetapi jika aturan itu sudah dianggap tak masuk akal, maka anda boleh protes, boleh demo, dan aturan itu boleh diubah. Tetapi, begitu anda masuk Islam, jika Islam dipahami secara "konservatif", maka anda harus ikut aturan di sana, dan tak boleh protes, sebab aturan itu dari Tuhan. Karena itu, perbandingan antar Islam dan Sekolah Mawar tak tepat. Dalam pandangan kaum liberal, jelas. Tidak setiap aturan yang sifatnya operasional dalam Quran dan Sunnah harus diikuti. Yang harus diikuti adalah nilai-nilai pokok yang sifatnya umum dan abstrak. Jika aturan (operasional) itu sudah tak sesuai dengan zaman, seperti hukum bunuh buat orang murtad itu, ya ketentuan tersebut boleh ditinggalkan. Apakah dengan begitu kita melawan Quran dan Sunnah? Jawabannya: tidak! Bukankah sahabat Umar (ra), sahabat besar yang "rating"-nya kedua setelah Abu Bakar (ra), menolak ketentuan tentang zakat buat orang muallaf, padahal ketentuan itu ada dalam Quran. Apakah Umar melawan Quran? Jawabannya" tidak! Umar memakai (kalau mau meminjam istilah modern) "hermeneutika liberal" dalam memahami agama. Jadi, hukum mati buat orang murtad sudah tak relevan lagi, dan harus ditinggalkan, karena jelas berlawanan dengan prinsip kebebasan keyakinan yang merupakan hak dasar manusia. Sekian, Ulil To:islamliberal@yahoogroups.com From:"abd razak" Date:Sun, 30 Jan 2005 19:56:33 -0800 (PST) Subject:~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Ulil Misal perbandingan antara Islam dengan Sekolah memang kurang tepat. Masalahnya, Islam (menurut Islam itu sendiri) adalah satu-satunya agama yang benar dan diterima di sisi Allah; sedang sebuah sekolah, tidak bisa mengklaim diri sebagai satu-satunya sekolah yang sah. Sebuah sekolah juga tidak pernah mewajibkan semua orang bersekolah dan resiko tidak bersekolah juga tidak fatal. Sedangkan resiko tidak berislam adalah api neraka yang jelas bukan bencana tsunami. Hukuman mati bagi orang murtad memang ada dalam hukum Islam. Namun (seperti halnya hukum potong-tangan, rajam, dan hudud lainnya) untuk menjalankannya membutuhkan perangkat "daulah" atau pemerintahan yang resmi dan diakui (secara de facto dan de jure) menjalankan hukum syariat. Bila perangkat hukum tersebut ada, maka mereka berhak untuk menjalankannya demi hukum (tentunya bagi warga negaranya yang muslim). Terlepas dari masalah mereka dianggap melanggar prinsip kebebasan dan HAM sehingga dicap sebagai "negara pelanggar HAM" yang harus diboikot dan diinvasi oleh sang polisi dunia. Adapun bila daulah tersebut merupakan "khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah" atau sebentuk pemerintahan global yang tidak mengenal sekat-sekat teritorial, maka hukum tersebut berlaku atas seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Bedanya ketika itu (pada saat khilafah tersebut eksis dan efektif), tidak ada lagi cap pelanggaran HAM bagi mereka, karena yang menjadi "polisi dunia" ketika itu bukan lagi PBB, Amerika atau negara liberal manapun, melainkan khilafah itu sendiri. Begitulah sekelumit gambaran tentang syariat Islam yang berkaitan dengan masalah hukum murtad. Menyinggung tentang prinsip kebebasan dan hak asasi manusia, itu bukanlah segala-galanya. Menurut Islam ada hak asasi yang lebih mendasar dan prinsipil dibanding itu semua. Yaitu Hak Asasi Tuhan. Dalam sebuah Hadits Shahih Bukhari-Muslim, Nabi saw menyatakan bahwa ada "haq Allah atas manusia dan haq manusia atas Allah". "Haq Allah atas manusia" yaitu agar Dia disembah (dengan ibadah yang benar) dan tidak dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Sedangkan "haq manusia atas Allah" manakala mereka telah melaksanakan "haq Allah" tadi adalah bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Model dan konsep "haq asasi" ini bersifat vertikal dan berdimensi dunia-akhirat. Tentunya jauh lebih tinggi dan berharga dibanding segala hak-hak lainnya. Kesimpulannya, hukuman mati bagi orang murtad adalah sah dan operasional dengan sejumlah prasyarat tertentu. Adapun bila (menurut pandangan liberal) dianggap melanggar prinsip kebebasan dan HAM, yah silakan saja. Asalkan jangan membawa-bawa nama Islam dalam pandangan liberal. Apa perlunya Islam dengan yang namanya "liberal-liberalan". Jadi, terserah anda, "al-Haqqu min rabbikum faman sya-a falyu'min wa man sya-a falyakfur" (Kebenaran itu dari Tuhan kalian maka siapa yang mau silakan beriman dan siapa yang mau silakan kufur)! Sekian. Bagi yang ingin mengetahui apa sebetulnya JIL itu, silakan membaca diskusi antara Koordinator JIL (Ulil Abshar Abdalla) dengan seorang awam di http://ulil-awam.cjb.net. To:islamliberal@yahoogroups.com From:"Chodjim Achmad [JKTSN Jakarta Performance Chemicals]" Date:Tue, 1 Feb 2005 15:30:51 +0700 Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Ulil (1) Hukuman Mati Bagi Orang Murtad Kalau kita meyakini bahwa Alquran itu satu-satunya kitab Islam yang valid isinya, dan tidak diragukan lagi kebenarannya, maka jelas "tidak ada hukuman mati" dalam Alquran. Lha, wong di Alquran, orang boleh memilih kafir atau iman. Lha, kalau ada hukuman mati untuk orang murtad kan sama saja Alquran itu bohong alias "rayb fii hi", diragukan kandungannya. Dalam Hadis pun, kalau kita mau jujur, juga tidak ada hukuman mati bagi si murtad (ansich karena pindah agama). Jadi, kesimpulannya ya tidak ada hukuman mati bagi orang murtad kalau mengacu Alquran dan Hadis. Itu sama dengan hukuman rajam bagi orang yang berzina, tidak ada di Alquran. Tapi, budaya Arab tetap memberlakukan hukuman rajam, meski Islam sudah datang dan mengatur hukumnya lewat Alquran. Ini kalau kita membaca Alquran dengan jernih! Mengapa hukuman rajam tetap diberlakukan meski sudah dihapus oleh Alquran? Karena, hukuman rajam itu menguntungkan penguasa. Coba analisis sendiri mengapa hukuman rajam menguntungkan penguasa. Hukuman mati bagi orang murtad juga tetap diberlakukan meski tidak ada di dalam Alquran, karena hukuman ini menguntungkan penguasa! Kalau Islam kayak begini, sadis namanya dan bukan rahmat lil alamin. (2) Kekhalifahan Islam Hidup memang harus realistis. Ketika agama Islam bersentuhan dengan aneka budaya, maka kita tidak bisa lagi bermimpi tentang kekhalifahan Islam. Jangankan sistem Kekhalifahan, lha wong menyatukan negara-negara Arab saja sulit, kok. Masing-masing memiliki jenis akar budaya yang berbeda, meski prinsip Islamnya sama. Jadi, pemerintahan global tanpa sekat-sekat teritorial itu hanya ada ketika kita hidup di zaman kegelapan (the dark age). Dalam manajemen pemasaran, memang dikenal adanya borderless country. Pada zaman sekarang ini barang apa saja sudah tidak kenal batas-batas negara. Tapi, budaya tidak dapat dibuat universal. Mengapa? Karena budaya itu bagaikan ibu kandung yang melahirkan sebuah bangsa. Ada "rasa" yang sangat subjektif yang tak akan pernah bisa dibabar secara objektif! Karena "rasa yang sangat subjektif" itulah perkawinan sesama anak manusia biasanya dibatasi oleh "adat-istiadat" atau budayanya. Makin sedikit perbedaannya, makin tinggi harapan kesejahteraan hidupnya dalam berkeluarga. (3) HAM Sebagaimana Hadis yang Anda kutip, ada Hak Allah atas manusia. Siapa yang tahu hak Allah, ya tentunya Allah itu sendiri. Kalau ada manusia mengatakan hak Allah itu begini dan begitu, itu artinya orang itu telah menyekutukan Tuhan dengan dirinya yang bicara ini-itu tadi. Maka, satu-satunya hak Allah yang dinyatakan di Alquran adalah QS 2:21, yaa ayyuha al-naas 'buduu rabbakum alladzii khalaqakum walladziina min qablikum laallakum tattaquun, wahai manusia beribadahlah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa. Sengaja kata "u'buduu" tidak saya terjemahkan "sembahlah". Mengapa? Karena Tuhan tidak gila disembah seperti raja yang ingin disembah. Lha wong Tuhan itu sudah Maha Tinggi kok, meski sama sekali tak ada orang yang menyembah. Raja ingin disembah karena ingin diakui kebesarannya. Lha, Tuhan, Allaahu akbar, Dia Maha Besar!! Karena ibadah itu tidak sebangun dengan "penyembahan", maka tak ada orang yang berhak menetapkan cara menyembah kepada Tuhan. Kalau ada orang yang menetapkan penyembahan, jelas orang itu melanggar hak Tuhan. Nabi Muhammad saja tidak berani menetapkan cara penyembahan. Sehingga tak satu pun cara ibadah di dalam Islam yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw. Cobalah cara-cara salat, puasa, zakat, dan haji itu sudah ada sebelum Islam datang. Nabi Muhammad cuma memformulasikan kembali tata-cara ibadah-ibadah tersebut agar umat dibawah pimpinannya bisa bersatu dan hidup dalam keharmonisan. Makanya, tata-cara salat, zakat, puasa, dan haji tidak dinyatakan dengan kualifikasi yang "qath'i", alias tegas, jelas, terang, yang tidak memungkinkan makna ganda dalam memahaminya. Itulah yang membuat timbulnya mazhab-mazhab dalam agama Islam. Kalau semua tata-cara ibadah itu sudah jelas digariskan dengan tegas di dalam Alquran, maka pasti dunia Islam hanya ada "satu macam" saja! Kata Syekh Siti Jenar, "agama yang dijalankan oleh umat itu adalah hasil dari pandangan atau pendapat para ulama atau elite agamanya." Sungguh keliru kalau kita mengatakan bahwa orang Islam itu beribadah mengikuti Nabi Muhammad saw. Yang benar, orang Islam beribadah mengikuti ulama-ulamanya atau cendikianya. Dan, para ulama ini adalah orang-orang yang menafsirkan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Karena hasil dari penafsiran apa yang diajarkan Nabi, maka jangan heran bila wujud peribadatan dalam Islam itu beraneka-ragam. Kalau kita lihat tata-cara salat saja, amat beragam sekali bentuknya, meski ada bentuk-bentuk yang sama seperti berdiri, rukuk, sujud, dan duduk. Tapi, tata-cara itu pun sudah ada di dalam agama Yahudi maupun Kristen Orthodoks, dan bukan hal baru yang dibuat Nabi. Semoga kita arif dalam memahami agama, dan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Salam, chodjim To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Tue, 1 Feb 2005 20:05:25 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Mas Chodjim Mas Chodjim yang baik, Surat-surat anda di milis ini sangat bermutu. Kalau dikumpulkan, bisa jadi buku tersendiri, dan siapa tahu kalau diterbitkan akan laris-manis seperti buku-buku anda yang lain. Serius lho ini... Catatan: Dalam email, nama anda tertulis "Chodjim Achmad [JKTSN Jakarta Performance Chemicals]". "Jakarta Performance Chemicals" kayaknya mengganggu ya Mas. Apalagi anda ahli mistik Islam, kayaknya nama anda kurang pas kalau ada imbuhan "chemicals". ;););) Ulil To:islamliberal@yahoogroups.com From:"abd razak" Date:Tue, 1 Feb 2005 23:01:14 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Mas Chodjim (1) Hukuman Mati Dua ayat yang sering dikutip orang untuk menyalahartikan kebebasan beragama yaitu 2:256-257 dan 18:29 *) kalau kita jujur dan utuh membacanya maka tampak sekali bahwa "kebebasan" yang ditawarkan itu bukanlah kebebasan tanpa konsekwensi (seperti yang diidam-idamkan para pengikut hawa nafsu). Melainkan kebebasan yang berkonsekwensi. Setiap pilihan ada resiko dan konsekwensinya. Tidaklah sama antara terang dan gelap, iman dan kufur, baik dan buruk (renungkan baik2 QS 68:35-40) **). Ada konsekwensi di dunia dan ada konsekwensi di akhirat. Untuk yang terakhir ini, kiranya tidak perlu saya perjelas, terlalu mengerikan.... (tsunami tidak ada apa-apanya). Sedangkan konsekwensi di dunia menyangkut aturan syariah terhadap orang kafir (non-muslim); mulai dari persoalan "larangan memberi ucapan selamat natal" (sebagai contoh) hingga "hukuman mati dan perang" bagi kafir harbi (kafir yang bersikap ofensif thd Islam). Tentu saja semuanya dilakukan dengan syarat, aturan dan adab-adab tertentu. Terlalu panjang dan akan tidak efisien untuk kita uraikan satu-persatu di sini. Demikian pula tentang hukum rajam, saya merasa tidak perlu terjebak untuk membahas dari tinjauan fiqh dan ushul fiqh. Sudah sering saya sampaikan (baca diskusi Ulil dengan orang awam di http://ulil-awam.cjb.net) bahwa kerancuan dan kecurangan kaum liberal adalah mereka tidak pernah konsisten dalam melakukan analisa hukum, tidak jelas aqidah dan qaidahnya (namanya juga liberal) lantas mereka menuduh ulama ummat ini (yang berpegang dengan aqidah dan qaidah islam) melakukan "siasat hukum". Siapa sebenarnya yang bersiasat? Ushul fiqh dibuat bukan untuk menyiasati hukum (pelajari sejarah tasyri') melainkan untuk melindungi hukum agar tidak dijadikan karet dan gabus oleh orang-orang jahil dan pengikut hawa nafsu (liberal). (2) Khilafah Siapa bilang Khilafah tidak realistis? Siapa bilang Imperium Israel Raya tidak realistis? Siapa bilang sekarang bukan lagi "zaman kegelapan"? Gelap dari sudut pandang mana dulu; dari sisi sains "lampu edison", dari sisi material "bursa saham", dari sisi moral "ham", ataukah dari sisi agama dan akhlaq? Realistis mana mendirikan "pemerintahan global" di zaman "merpati pos" ataukah di era "electronic mail"? Di zaman "busur dan anak-panah" ataukah di era "rudal balistik"? Tahukah anda bahwa "dunia" sekarang ini sudah semacam "kampung" atau bahkan sebentuk "keluarga"? Ketika interaksi antar negara sudah hampir tanpa sekat maka kebutuhan akan adanya satu "polisi dunia" menjadi tak terelakkan. Tidak mungkin suatu komunitas (global) bisa stabil tanpa adanya satu pemimpin peradaban. Persoalannya anda mau dipimpin siapa? Apakah Amerika dengan HAM dan demokrasinya? Ataukah Khilafah dengan "Tauhid" dan "Syura"-nya? Anda (kaum liberal) pilih yang pertama, kan? Hormatilah kami yang memilih yang kedua. Tapi jangan bilang tidak realistis. (3) HAM Ini yang lebih konyol lagi ala orang liberal. Mempertentangkan antara Allah dan Rasul Allah. Tapi tidak jelas juga dimana pertentangannya. Adakah pertentangan antara Hadits "Haq Asasi Tuhan" dengan ayat yang dikutip itu (QS 2:21)? Apalagi mengatakan "orang Islam beribadah bukan mengikuti cara Nabi melainkan cara ulama". Bolehlah anda berkata demikian, tapi kalau ditanya: "Ulama itu mengikuti siapa atau apa?" Ikut mimpi? Atau wangsit? Bila anda mengatakan cara ibadah ummat Islam (termasuk ulamanya) tidak persis sama (100%) dengan cara ibadah Nabi, itu yang betul. Al-Quran memerintahkan "bertaqwalah kepada Allah semampu kalian" dan Nabi mengatakan "apa yang aku perintahkan, laksanakan semampu kalian". Semampu kalian bukan berarti semau kalian. Ngawur dan nglantur (ala orang liberal). Tengoklah cara ibadah antara mazhab-mazhab. Dimana sih letak perbedaannya? Adakah yang shalat shubuh tiga rakaat? Atau bertakbir dengan mengangkat kaki? Ada-ada saja si liberalis ini. *) [002:256] Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [002:257] Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [018:029] Dan katakanlah: "Kebenaran itu dari Tuhanmu; maka siapa yang mau silakan beriman, dan siapa yang mau silakan kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. **) [068:035-040] Maka apakah patut Kami menjadikan muslimun itu sama dengan mujrimun? Bagaimana kalian ini, bagaimana kalian mengambil keputusan (bahwa muslimun sama dengan mujrimun)? Ataukah kalian punya kitab yang kalian pelajari di dalamnya bahwa kalian benar-benar boleh memilih (semaunya)? Ataukah kalian memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami yang berlaku sampai hari kiamat bahwa kalian benar-benar dapat mengambil keputusan (semaunya)? Tanyakanlah mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung-jawab terhadap (akibat dari keputusan) itu?" To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Wed, 2 Feb 2005 02:48:18 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul razak Salam, Saya tahu, ternyata anda, abdul razak, ini adalah Yusuf Anshar yang berkirim surat secara pribadi dengan saya. Jika anda benar-benar Yusuf Anshar, maka saya ingin mengatakan hal berikut ini: Anda telah menyebarkan diskusi pribadi antara saya dengan Yusuf Anshar (yang ternyata, mungkin, adalah anda sendiri) tanpa meminta izin dari saya. Ini jelas melanggar etik. Debat saya dengan M. Nur Abdurrahman dari Makasar yang tersebar di berbagai internet dulu disebarkan oleh seorang teman yang terlebih dulu minta izin pada saya. Jika anda minta izin pada saya, jelas saya keberatan diskusi itu anda sebarkan ke internet, sebab diskusi itu belum selesai. Saya akhirnya malas menanggapi surat anda yang terakhir, karena saya anggap sudah tak ada gunanya lagi berdiskusi dengan orang "pikirannya" tertutup, dan hanya ingin "mengkafirkan" orang yang berbeda pedapat. Saya sudah berkesimpulan, orang-orang seperti andalah yang membuat Islam buruk rupa di hadapan Barat. Karena itu, saya memutuskan untuk tidak menulis tanggapan lagi. Lagi pula, saat itu pecah bencana tsunami. Saya menganggap, tak baik kita debat soal beginian, pada saat terjadi bencana. Perhatian saya juga tertuju pada Aceh. Sekali lagi, jika anda benar-benar Yusuf Anshar, maka anda melakukan tindakan yang tak etis. Sekali lagi, jika anda benar-benar Yusuf Anshar, maka saya meminta hal berikut ini. Karena diskusi itu sudah tersebar di internet dan diketahui oleh publik, maka mari kita teruskan di milis JIL ini. Saya tak keberatan dengan pemuatan seperti itu, asal ada permintaan izin dulu dari saya. Begitulah etikanya. Salam, Ulil To:islamliberal@yahoogroups.com From: "hamiludd2kwah" Date:Wed, 02 Feb 2005 18:59:03 -0000 Subject:~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul razak Cukup menarik diskusi Sheikh Ulil dan orang awam (Abd Razak dibawah ini. Gimana kalau saya bukukan agar kawan2 lain bisa membacanya...? Sekaligus saya minta izin agar dikemudian hari tidak ada yang menuntut kalau saya membuat buku tanpa izin/ Tolong di jawab ke hamiludd2kwah@yahoo.com.au http://ulil-awam.cjb.net./ Diskusi via Email antara Koordinator JIL (Ulil Abshar Abdalla) dengan Orang Awam File PDF (bukti otentik) dari diskusi ini download di sini dst... ["hamiludd2kwah" menyalin ulang seluru isi diskusi tsb] To:islamliberal@yahoogroups.com From:"MTD4 Ethylene Mechanic" Date:Thu, 3 Feb 2005 09:42:38 +0700 Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul razak Mas ulil, (persiapkan stamina meminjam istilah dari wak hamid...he-he-he) Ini persengkokolan khas orang-orang hizbuttahrir....:-) Yusuf anshar, abd razak, hamiludd2kwah, m. nur abdurrahman...ya sama saja. Saya jadi ingat ucapan seorang da'I dari HT di majalah sahid namanya hari mukti (dulu dia seorang rocker dari bandung, lagunya juga enak2 saya juga waktu muda menjadi penggemarnya :-)), mengatakan bahwa "sekarang saya tidak menjadi rocker lagi, itu masa jahiliah saya, sekarang tugas saya yg utama adalah berdakwah terutama untuk membentengi masalah ghawzul fikri dari barat contohnya pemikiran2 sesat ulil abshar dari islam liberal...dst." Sekarang silakan dilanjut perdebatannya...biar enak ya babnya di runut misalnya mulai dari bab ke-khilafahan yg katanya dulu pernah terang-benderang memayungi umat islam, kemudian dilanjutkan dengan bab-bab lainnya. Monggo... Mungkin biar rame tidak monothon ya di bantu temen2 JIL dan HT lainnya yg ada di milis ini. Salam, Syaikhul Amin To:islamliberal@yahoogroups.com From:"abd razak" Date:Wed, 2 Feb 2005 22:48:01 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak Benar, saya adalah Yusuf Anshar dan saya seorang "abdul razak" (hamba dari Tuhan Pemberi Rezki). Tapi sayang seribu sayang, saya tidak ada kaitan sedikitpun dengan hizbuttahrir atau kelompok manapun juga. Sungguh! Saya benar-benar orang awam, tidak berafiliasi dengan apa dan siapapun juga kecuali "ummat Islam". Istilah guyonnya, "single fighter" atau "prajurit kesepian" :)) Terus-terang saya sengaja ikutan di milis JIL sekedar untuk menyebarkan "diskusi ulil-awam" itu. Niatnya "amar ma'ruf nahi mungkar", tiada maksud lain yang berbau negatif apalagi destruktif. Sebelum aksi "publikasi diskusi" ini saya lakukan, saya mengirim email ke Hidayatullah Online sbb: "Saya tidak tahu, apakah sebaiknya kita minta izin (atau sekedar pemberitahuan) kepada si Ulil untuk pemuatannya. Yang jelas, ummat perlu mengetahui belang dan kedok JIL yang menggunakan nama "Islam" untuk menyebarkan paham liberalnya." Hidayatullah Online membalas email saya tsb sbb: "Kadang-kadang saya bertanya dalam hati kecil. Apakah ketika dia (Ulil) melecehkan ayat-ayat Allah, melecehkan saudara2 kita .... apakah dia juga pernah izin Allah atau dengan saudara2 kita? Tapi saya sangat setuju jika anda meminta izin. Atau sekurang-kurangnya pemberitahuan." (titik-titik di tengah sebagai pengganti kalimat yang tidak saya tulis, kuatir dibilang tidak etis lagi). Setelah mempertimbangkan bolak-balik, akhirnya saya mengirim sekedar "pemberitahuan" ke email Ulil (bukti otentik ada di email saya) yang antara lain berbunyi sbb: "Dengan ini saya merasa perlu sekedar memberitahukan kepada anda bahwa saya bermaksud mempublikasikan di internet diskusi kita lewat email dari tanggal 12 s/d 26 Desember 2004..." Ironisnya, "pemberitahuan" tsb tidak digubris sama-sekali (tidak ada balasan emailnya yang bernada keberatan). Saya jadi berpikir, email dari Hidayatullah Online tadi mungkin ada juga benarnya. Sebetulnya, di sini saya ingin sekali mengucapkan kata "maaf" kepada Ulil, tapi kalau membaca lagi email kawan saya tsb, bulu-kuduk saya merinding, kuatir ucapan maaf kepada orang yang bersikap sedemikian beraninya kepada ayat-ayat Allah tsb tidak diridhai oleh-Nya. Jadi, dilematis. Sebetulnya, jika anda mau menerima salah satu dari tiga saran yang saya berikan di akhir diskusi kita (lihat kembali di http://ulil-awam.cjb.net), itu sudah cukup bagi saya. Tidak perlu ada aksi publikasi. Karena, "in uriidu illaa al-ishlah ma-statha'tu" (tidak ada yang kuingini selain perbaikan, semampuku). Saya kira saran yang saya tawarkan di akhir diskusi tsb cukup aspiratif dan akomodatif. Dialog, diskusi, debat atau apapun namanya tidak ada manfaatnya kalau tidak membawa kepada perubahan sikap menjadi lebih baik (menurut ukuran syariat) atau dikenal dengan istilah "taubat". Kalau sekedar diskusi untuk menang-kalah atau bermain retorika sambil melempar pemikiran spekulatif yang kontroversial, alangkah ruginya umur kita yang singkat dan sekali ini. Wassalam, abdul razak To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Thu, 3 Feb 2005 22:08:19 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak >Setelah mempertimbangkan bolak-balik, akhirnya saya mengirim >sekedar "pemberitahuan" > ke email Ulil (bukti otentik ada di >email saya) yang antara lain berbunyi sbb: > >"Dengan ini saya merasa perlu sekedar memberitahukan kepada anda >bahwa saya bermaksud mempublikasikan di internet diskusi kita >lewat email dari tanggal 12 s/d 26 Desember 2004..." Tanggapan: Saya mencoba men-trace back kotak surat saya, dan saya sama sekali tak menemukan surat anda yang berisi permintaan izin untuk menyebarkan diskusi itu. Saya sudah teliti sampai berkali-kali, tetapi saya tak menemukan surat itu. Jika saya mendapat surat itu, sudah pasti saya keberatan, sebab diskusi itu belum selesai. Catatan kecil: Anda mengaku sebagai orang awam. Pertanyaan saya: orang awam kok berani mengkafirkan? Dari mana dasarnya? Kalau awam, ya tahu diri dong. Ulil -------------------------------------------------------------------------------- Entah Ulil lupa atau "sengaja lupa" tentang email pemberitahuan itu. Yang jelas inilah bukti adanya email pemberitahuan itu. Date:Fri, 4 Feb 2005 17:08:37 +0700 (WIT) Subject:[Fwd: RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak] From:"Heru Hendratmoko" To:"abd razak" Hihihi... saya juga orang awam. dan karena itu boleh dong mengklaim mewakili pendapat awam pribadi: tanggapan anda terhadap tulisan ulil bikin saya, ups, geli. tetapi o tetapi, saya lebih terhibur membaca karya kho ping hoo ketimbang membaca tulisan anda yang suka main cap terhadap orang lain. di situ juga ada tokoh putih, ada tokoh hitam juga lho. belang-belang juga ada. tadinya sih saya hampir ngikutin paham anda, tapi akhirnya gak jadi deh. habis geli sih. kecele kan. hehehe eh, omong-omong, anda ngikutin serial pendekar pulau es gak? atau nonton crouching the tiger? To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Dondy Sentya" Date:Fri, 4 Feb 2005 14:20:55 +0000 (GMT) Subject:Rubbish! RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak Saya sepakat menilai bahwa bukan substansi yang dibicarakan yang penting dalam hal Razak's Gate ini yang memposting korespondensi pribadi dalam ruang publik. Coba tanyakan diri Anda, Saudara Razak, ketika memulai korespondensi apakah hal itu dimaksudkan untuk dirilis kepada publik? Selain itu, jika kemudian intensi perilisan korespondensi dilakukan kemudian, adalah patut dan merupakan praktik etika standar ilmiah di manapun untuk mendapatkan IZIN dan bukan sekadar pemberitahuan karena konteks publikasi tersebut pada awalnya adalah privat. Hal ini berbeda ketika Anda mengutip pendapat atau tulisan seseorang (quotation/footnoting) yang telah dipublikasikan secara luas, untuk hal ini tidak perlu dimintakan izin melainkan cukup acknowledgment. Sesuai judul posting Anda yang menamakan diri Anda "Orang Awam", saya jadi percaya dengan cara-cara Anda yang tidak etis itu. Tapi, sayangnya "terlalu awam" bagi se-"orang awam" sampai bersusah payah meng-compile dan bahkan mem-posting korespondensi awam di internet. Lain kali ke-awam-an Anda Razak perlu digiatkan jadi kita lebih percaya lagi Anda benar-benar awam. Namun karena orang awam pun selalu ingin belajar dan pintar maka jangan lupa pengetahuan mengenai etika publikasi harus diperdalam. Tidak usah repot-repot ngomongin soal Tuhan dulu deh...["kan kamu toh orang awam"]....mending katamkan dulu metodologi penelitian ilmiah ya. Singkatnya begini saja, tentu Anda pun tidak mau (misalnya) korespondensi Anda dengan Mak Erot yang sifatnya privat itu untuk memperpanjang "barang" Anda yang penuh masalah itu dipublikasikan di majalah Times, kecuali Anda bersepakat untuk men-disclose, bukan? Ciao, dondys Regards, Dondy Sentya School of Law (Postgraduate) University of Warwick Coventry United Kingdom CV4 7AL To:islamliberal@yahoogroups.com From:"abd razak" Date:Sun, 6 Feb 2005 01:36:06 -0800 (PST) Subject:Re: Rubbish! RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak Pada hari Sabtu (5/2/2005) saya memposting email balasan untuk Ulil yang dilengkapi dengan attachment file namun sayang sampai sekarang belum ditampilkan di milis. Dugaan saya mungkin milis ini tidak menerima attachment file. Karenanya, berikut ini saya salinkan kembali isi email saya kemarin tapi kali ini tanpa attachment file. Kalau ada pembaca yang ingin meminta bukti otentik tsb (file PDF) bisa menghubungi saya lewat japri (email pribadi) saja. Inilah isi email saya kemarin: See attachment! (mudah2an milis ini menerima attachment file. Kalau tidak, yang berminat bisa saya kirimkan ke emailnya masing2) Itu adalah bukti otentik (file PDF) email "pemberitahuan" yang telah terkirim (berada dalam "sent folder" dan perhatikan tanggalnya). Terserah pembaca, mau percaya ucapan Ulil atau "mesin" email Yahoo! ? Baca baik2 diskusi kita di , adakah barang sepotong kalimat yang memvonis "Ulil kafir"? Saya hanya menyatakan bahwa menurut al-Quran dan al-Hadits serta ijma' para ulama, paham liberal yang "membenarkan semua agama" adalah kufur. Siapa yang mempercayainya dengan sepenuh hati, ya... kafir. Saya heran, kenapa kalian sangat risih dan alergi dengan "sinyalemen kafir" dari seorang awam tapi tidak takut dan kuatir dengan "statement kafir" dari al-Quran dan al-Hadits serta ijma' para ulama terhadap orang-orang yang "membenarkan semua agama"? Wassalam, abd razak To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Sun, 6 Feb 2005 19:17:54 -0800 (PST) Subject:Re: Rubbish! RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak Bung, Quran, sebagaimana kata Imam Ali, mempunyai banyak segi penafsiran, "hammalun dzu wujuh'. Anda mengatakan bahwa menurut Quran dan Hadis paham liberal tentang kebenaran semua adalah kufur. Saya katakan, itu bukan kata Qur'an dan Hadis, tetapi Quran dan Hadis sebagaimana anda tafsirkan. Bedakan antara kedua hal itu. Banyak orang mendaku, Qur'an bilang begini, bilang begitu. Padahal, itu bukan Qur'an, tetapi Qur'an setelah ditafsirkan oleh orang-orang itu. Catatan: ternyata anda tidak mengirim pemberitahuan itu secara pribadi ke saya. Jadi, saya anggap anda belum minta izin saya. Anda telah melakukan tindakan tak etis. Ulil Date:Mon, 7 Feb 2005 19:35:14 -0800 (PST) From:"abd razak" Subject:Re: ~JIL~ Re: ulil - awam To:islamliberal@yahoogroups.com Ulil menulis sbb: Quran, sebagaimana kata Imam Ali, mempunyai banyak segi penafsiran, "hammalun dzu wujuh'. Anda mengatakan bahwa menurut Quran dan Hadis paham liberal tentang kebenaran semua (agama*) adalah kufur. Saya katakan, itu bukan kata Qur'an dan Hadis, tetapi Quran dan Hadis sebagaimana anda tafsirkan. Bedakan antara kedua hal itu. Banyak orang mendaku, Qur'an bilang begini, bilang begitu. Padahal, itu bukan Qur'an, tetapi Qur'an setelah ditafsirkan oleh orang-orang itu. *)Tambahan kata dari saya (abdul razak), agar maksudnya jelas. Saya berkata: Aha...! Inilah salah satu jurus andalan "perguruan" liberal. Jurus ini saya namakan jurus "langkah-seribu" (lari dari kenyataan); jurus paling pengecut yang pernah saya kenal di rimba perfilsafatan. (Apa kabar Heru Hendratmoko, sang penggemar kho ping hoo?) :)) Ulil sudah lari dari lapangan pertarungan, biarkan saja, jangan kita kejar. Makanya, di sini saya hanya akan mengutip (bukan menafsirkan) ayat-ayat al-Quran dan Hadits Nabi yang berkaitan dengan orang-orang kafir. Silakan dibaca saja dan jangan ditafsirkan. Supaya Ulil tidak makin lari, saya salinkan dulu "bahasa asli" (Bahasa Arab)-nya baru terjemahannya (khusus untuk pembaca yang buta bahasa Arab). Soalnya kata orang, "terjemahan" adalah sebentuk "penafsiran" juga. Inilah ayat al-Quran surat al-Kafirun (kata orang ayat toleransi, tapi itu penafsiran): "Qul yaa ayyuhal kaafiruun. Laa a'budu maa ta'buduun. Wa laa antum 'aabiduuna maa a'bud. Wa laa ana 'aabidun maa 'abadtum. Wa laa antum 'aabiduuna maa a'bud. Lakum diinukum wa liya diin." Terjemahannya: "Katakanlah: Hai orang-orang kafir! .... Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami" (Titik-titik adalah kalimat yang sengaja tidak saya terjemahkan untuk menghindari debat-kusir tentang terjemahan kata "abada-ya'budu" yang katanya tidak boleh diterjemahkan "menyembah"). (Apa kabar Chodjim, sang ahli tafsir?) :)) Adapun Hadits, Rasulullah saw bersabda: "Walladzii nafsu muhammadin biyadihi, laa yasma'u bii ahadun min haadzihil-ummati, yahuudiyyun walaa nashraaniyyun, tsumma yamuutu walam yu'minu billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ashhaabin-naari." (Rawaahu Muslim) Terjemahannya: "Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Siapa saja dari ummat ini, baik ia Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar tentang aku kemudian ia mati sedang ia tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, melainkan ia akan menjadi penghuni neraka" (HR. Muslim) Ingat! Kutipan ayat dan hadits di atas tidak perlu dikomentari. Karena siapa yang menanggapi berarti menafsirkan. Begitu kata Ulil. Jadi saya tidak akan menuding siapa itu Yahudi dan siapa itu Nasrani. Karena, kata Ulil, itu namanya penafsiran. Anda atau siapa pun juga tidak boleh menyela, bukan Yahudi itu dan bukan Nasrani itu yang dimaksud. Karena itu juga penafsiran anda. Jadi, biarkanlah Allah dan Rasul-Nya yang berbicara, kita yang mendengarkan. Lupakanlah "sinyalemen" kafir dari seorang awam yang tentunya merupakan sebuah penafsiran, tapi ingatlah "statement" kafir dari Allah dan Rasul-Nya yang tentunya merupakan sebuah kebenaran. Supaya Ulil tidak lari terlalu jauh, kita ke soal yang lain saja ah. Yaitu, tentang email "pemberitahuan" Yusuf Anshar yang dikirim ke email Ulil tanggal 2 Januari 2005. Email "pemberitahuan" tsb saya forward saja ke email Ulil. Bila ada yang berminat bisa di-forward-kan juga. Inilah bukti bahwa Yusuf Anshar sudah mengirim pemberitahuan. Dengan sendirinya Razak's Gate batal demi hukum. Tapi Ulil juga menyangkal ia menerima email pemberitahuan tsb sedang kita tidak bisa menuntut buktinya. Maka Ulil's Gate pun batal demi hukum. Tinggallah pihak ketiga! Jadi kita namakan saja kasus ini dengan Yahoo!'s Gate. (Apa kabar Dondy Sentya, sang pakar hukum?) :)) Mohon maaf bagi para pemerhati diskusi ulil dengan orang awam yang belum sempat disapa satu-persatu. Wassalam, abd razak -------------------------------------------------------------------------------- Email terakhir ini tidak sempat termuat di milis berhubung keanggotaan "abdul razak" di milis keburu dicabut. Tapi email yang sama juga dikirim ke email pribadi Ulil Abshar Abdalla namun tidak pula dibalas. Jurus "langkah seribu" memang jurus pamungkas Ulil. Selanjutnya orang awam membanting intelek liberal Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [QS 5:54] <> Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): "Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan", sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu. [QS 47:25-30] <> Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah (syirik) itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan. Dan mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. [QS 2:217] <> Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang mengubah agamanya, maka bunuhlah dia!" [HR. Bukhari 2854] <> Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal (menumpahkan darah seorang muslim) yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan bersaksi pula bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dengan tiga perkara: orang sudah menikah tapi berzina, orang yang membunuh jiwa (tanpa hak), dan orang yang meninggalkan agama dan memisahkan diri dari jamaah." [Bukhari 6484, Muslim 1674] <> Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka berselisih tentangnya. Sekali-kali jangan! Kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali jangan! kelak mereka akan mengetahui. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak? dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh petala (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat? Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu, dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia. Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sekuat-kuatnya, padahal segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah, dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain azab. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak dusta. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak, Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah". [QS an-Naba'] <> Buraidah radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian berkata kepada orang munafiq: "sayyid" (tuan). Karena sesungguhnya kalaupun dia adalah sayyid maka sungguh kalian telah membuat marah Tuhan kalian 'azza wa jalla." [HR. Abu Dawud dan Ahmad] <> Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian memulai kaum yahudi dan jangan pula kaum nashrani dengan ucapan salam. Jika kalian menjumpai salah seorang mereka di suatu jalan, desaklah ia ke pinggir" [HR. Muslim] <> Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika ada ahli kitab yang mengucapkan salam kepada kalian maka jawablah "wa alaikum". [HR. Al-Bukhari dan Muslim] <> Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, menuturkan: "Aku pernah diboncengkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas seekor keledai. Lalu beliau bersabda kepadaku: "Hai Mu'adz, tahukah kamu apakah hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah?" Aku menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliaupun bersabda: "Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh hamba-Nya adalah supaya mereka beribadah kepada-Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya." Aku bertanya: "Ya Rasulullah, tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?" Beliau menjawab: "Janganlah kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, sehingga mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri." [HR Bukhari dan Muslim] <> Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin". Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) dari padaku; "Sesungguhnya akan aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama. Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini (Hari Kiamat); sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kamu kerjakan". Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak seorang pun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka berupa kenikmatan penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka bagi mereka surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak ke luar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya" [QS 32:12-20] <> Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. [QS 64:16] <> Dari Abu Umamah al-Bahily radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku menjamin sebuah rumah di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar, dan sebuah rumah di tengah-tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun ia bercanda, dan sebuah rumah di surga tertinggi bagi orang yang baik akhlaqnya." [HR. Abu Dawud] <> Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya). Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Jika mereka bersabar (menderita azab) maka nerakalah tempat diam mereka dan jika mereka mengemukakan alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya. Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka). Maka sesungguhnya Kami akan merasakan azab yang keras kepada orang-orang kafir dan Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan seburuk-buruk pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. Demikianlah balasan (terhadap) musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya sebagai pembalasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami. Dan orang-orang kafir berkata: "Ya Tuhan kami perlihatkanlah kami dua jenis orang yang telah menyesatkan kami (yaitu) sebagian dari jin dan manusia agar kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki kami supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang hina". Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS 41:19-36] <> Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya. Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya. Kepunyaan Allah lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah lah dikembalikan segala urusan. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. [QS 3:102-110] <> Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. [QS 3:116-120] <> Muslim Awam Membanting Intelek Liberal tentang Maqashid Syariah [ HOME ] To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Tue, 15 Feb 2005 05:13:17 -0800 (PST) Subject:~JIL~ Maqashid al Shariah: Suatu elaborasi awal atas teori Al-Syathibi Salam, Melanjutkan posting saya untuk Sdri. Suriya tentang spiritualitas agama, saya ingin berbagi sedikit tentang pendapat Abu Ishaq Al-Syathibi, seorang ulama besar abad 16 M dari lingkungan mazhab Maliki, tentang salah satu tujuan agama. Al Syathibi dikenal melalui bukunya yang akhir-akhir ini menarik perhatian kalangan intelektual Muslim liberal, "Al Muwafaqat fi Ushul al Syari'ah" [(Beirut: Dar al Ma'rifah, 1999), cet. ke-4]. Dalam volume kedua bukunya itu, ketika membahas soal "maqashid" atau tujuan agama, Al Syathibi mengemukakan sejumlah perbedaan pendapat di kalanga ulama tentang soal berikut ini. Apakah hukum-hukum Tuhan mengandung maksud tertentu, mempunyai 'illat atau tidak. Menurut Al Razi, salah satu teolog besar dari kalangan mazhab Syafii, hukum Tuhan tak mengandung alasan. Tuhan bertindak secara arbitrer, semaunya saja (radaksi Arabnya: ahkamu Allahi laisat mu'allalah bi 'illah al battah). Kaum rasionalis Islam, yaitu Mu'tazilah, berpendapat sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa hukum-hukum Tuhan mengandung alasan dan tujuan. Dan inilah pendapat yang diikuti oleh kebanyakan para fukaha, para ahli hukum Islam dari periode belakangan. Tampaknya Al Syathibi lebih cenderung pada pendapat yang kedua ini. Komentar saya: keterangan Al Syathibi ini menarik. Selama ini ada kesan bahwa kaum Mu'tazilah adalah sekte yang sesat, bidah, momok yang menakutkan. Al Syathibi, yang Sunni, mengutip pendapat kaum Mu'tazilah dengan tanpa rasa kikuk dan khawatir, dan bahkan mengatakan bahwa pendapat mereka dalam soal tersebut diikuti oleh kebanyakan fukaha. Selanjutnya, Al Syathibi mengatakan bahwa jika kita teliti seluruh hukum dalam syari'ah, maka semuanya itu dibuat untuk tujuan yang satu, yaitu kemaslahatan manusia (mashalih al 'ibad). Atas dasar inilah, Al Syathibi dikenal sebagi salah satu tonggak penting dalam sejarah hukum Islam, sebab dialah salah satu ulama yang paling menekankan pentingnya segi "kemaslahatan" sebagai dasar pemahaman atas hukum Islam. Setelah mengulas secara "elaborate" makna maslahat dan jenis-jenisnya, Al Syathibi mengatakan bahwa maslahat paling dasar dalam agama adalah lima: menjaga agama, nyawa, keturunan, hak milik, dan akal. Yang menarik adalah tambahan keterangan dari Al Syathibi setelah menjelaskan lima jenis maslahat ini, "Wa qad qaluu innaha mura'atun fi kulli millah". Artinya: kemaslahatan itu, menurut para ulama, juga dianggap penting dalam semua agama. Komentar saya: keterangan terakhir ini sangat menarik, sebab secara implisit Al Syathibi sebenarnya sedang menuntut kita kepada pengertian yang sangat krusial, yaitu bahwa inti agama adalah satu: kemaslahatan manusia. Mengikuti pendapat yang umum di kalangan para fukaha, Al Syathibi mengemukakan suatu perspektif keagamaan yang menarik. Menurut dia, maslahat itu bertingkat-tingkat, hirarkis. Ada 3 tingkat kemaslahatan: - Dlaruriyyat (maslahat yang urgen) - Hajiyyat (maslahat pendukung) - Tahsiniyyat (maslahat penyempurna/aksesoris) Sebagai contoh. "Makan" adalah maslahat dalam kategori pertama. Sebab jika kita tak makan maka kita melanggar salah satu dari 5 maslahat dlaruriyyat, yaitu memelihara kelangsungan nyawa. Tetapi makan sesuatu yang halal adalah termasuk maslahat jenis kedua, yaitu maslahat hajiyyat (maslahat pendukung). Selanjutnya, jika kita makan dengan tangan kanan atau makan dengan dimulai bacaan basmalah maka hal itu masuk dalam kategori maslahat tingkat tiga, yaitu maslahat tahsiniyyat (aksesoris). Maslahat tingkat kedua tentu tidak sepenting maslahat tingkat kedua, dan maslahat tingkat ketiga tentu tidak sepenting yang tikat kedua. Begitulah, cara pandang keagamaan sebagaimana dipakai oleh kaum fuqaha adalah bersifat hirarkis. Ada nilai-nilai utama, lalu ada nilai-nilai lain yang hanya bersifat pendukung. Tidak semua nilai dalam agama sama kedudukannya, dan karena itu juga harus diperlakukan secara berbeda. Begitu juga, tidak semua ayat dalam Quran sama kedudukannya. Ada ayat yang kedudukannya sangat penting, vital, dan universal. Ada ayat-ayat yang hanya berbicara mengenai sesuatu yang sifatnya teknikal-temporal. Ayat-ayat pertama jauh lebih tinggi kedudukannya ketimbang dengan ayat kedua. Ayat-ayat dalam Quran yang bersifat teknikal-temporal tidak berlaku abadi, dan memang tidak dikendaki berlaku abadi oleh Tuhan (wallah a'lam). Yang abadi adalah ayat-ayat dalam kategori pertama. Inilah cara pandang keagamaan hirarkis yang sering saya ajukan sebagai salah satu cara pandang Islam liberal. Inspirasi untuk hal ini saya peroleh dari para fukaha klasik seperti Al Syathibi itu. Tantang berikutnya adalah menyusun hirarki ayat-ayat dan nilai-nilai dalam Islam yang bersifat universal dan abadi, yang tak aus oleh perbedaab waktu dan tempat. Inilah tantangan yang masih merupakan wilayah terbuka untuk digarap oleh para pemikir Islam liberal. Saya belum selesai memikirkan hal ini secara sistematis. Pertanyaan yang menuntut jawaban dari kita adalah: kenapa suatu nilai kita anggap universal, yang lain tidak? Apa dasarnya? Kenapa sebuah ayat kita anggap universal, yang lain temporal? Apa dasar dan manhajnya? Salah satu kaidah dan manhaj yang saya usulkan adalah sebagai berikut. Setiap usaha untuk menyusun hirarki nilai, selalu akan terperangkap dalam kondisionalitas tempat dan waktu. Al Syathibi, ketika merumuskan 5 maslahat utama, tentu dia tak bisa bebas dari kondisi ruang dan waktu di mana dia hidup. Ketika waktu berkembang, maka sensitivitas manusia juga ikut berubah. Oleh karena itu, tak mustahil jika cara pandang tentang maslahat menjadi bergeser. Sekarang ini, apa yang kita anggap sebagai maslahat utama mungkin tak hanya sebatas lima, tetapi bisa bertambah. Sebetulnya, kelima maslahat utama seperti dirumuskan Al Syathibi itu, jika kita kembangkan penafsirannya, masih tetap relevan untuk kebutuhan kita saat ini. Dalam pemahaman kita sekarang, kelima maslahat utama itu akan berbunyi sebagai berikut: (1) Melindungi kebebasan beragama. (2) Melindungi kelangsungan hidup. (3) Melindungi kelangsungan keturunan. (4) Melindungi hak milik. (5) Melindungi kebebasan berpikir. Jika kita tafsirkan dalam bahasa kontemporer, maka kelima maslahat itu akan mencakup perlindungan atas sekurang-kurangnya 3 hak: hak-hak sipil, hak-hak ekonomi, dan hak-hak budaya. Dalam tafsiran yang liberal, pandangan Al Syathibi tentang "tujuan agama" itu bisa diterjemahkan secara modern dengan cara berikut. Tujuan pokok agama adalah tiga, yaitu melindungi hak-hak sipil, hak-hak ekonomi, dan hak-hak budaya. Dalam hak-hak sipil terkandung sejumlah hak pokok, misalnya hak untuk bebas berpikir dan menyatakan pendapat, hak berkumpul, hak untuk berbeda, hak untuk meninggalkan suatu pandangan dan keyakinan tertentu, dst. Dalam hak-hak ekonomi terkandung hak-hak seperti kebebasan gerak untuk melakukan tukar-menukar barang, hak atas hidup yang layak, hak atas asuransi kesehatan, hak atas pekerjaan, dst. Dalam hak-hak budaya terkandung hak untuk melestarikan warisan budaya tertentu. Memang tidak semua hak-hak tersebut singkron dan bersesuaian satu dengan yang lain. Hak-hak sipil, misalnya, bisa bertabrakan dengan hak-hak budaya. Hal ini memang membutuhkan elaborasi tersendiri. Teori-teori terkahir yang dikembangkan oleh para filosof multikulturalisme seperti Bikhu Parekh, Kymlicka, Charles Taylor, dll., bisa membantu kita untuk mengatasi dilema-dilema yang muncul dari ketidaksesuaian semacam itu. Yang tidak dipikirkan secara terpisah dan serius oleh generasi Al Syathibi adalah soal siapa yang berhak untuk "melindungi" maslahat-maslahat tersebut: negara atau komunitas. Dalam defenisi klasik tentang negara dan khilafah, jelas sekali bahwa fungsi negara ditakrifkan sebagai alat untuk menegakkan kemaslahatan agama dan dunia (hirasat al dunya wa al din). Pandangan semacam ini bisa dibenarkan dalam kerangka teori negara klasik yang belum memisahkan antara negara dan agama, atau antara institusi negara dan agama. Dalam perkembangan modern, tentu hal ini sudah tidak relevan lagi. Dalam masyarakat modern, negara dan agama dipandang sebagai dua wilayah yang berbeda. Agama adalah wilayah kesadaran individual yang dasarnya adalah kesukarelaan, negara adalah wilayah pemaksaan(saya sudah singgung hal ini dalam posting terpisah kepada Sdri. Suriya). Jika kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan orang bersangkutan adalah termasuk hak-hak sipil, maka negara hanyalah punya wewenang sebatas melindungi hak itu. Tetapi soal bagaimana orang yang bersangkutan menjalankan paham agamanya, soal apakah yang bersangkutan menjalankan agama dengan taat atau tidak, maka hal tersebut tidak merupakan wewenang negara. Oleh karena itu, teori "hisbah" yang menjadi dasar bagi polisi moral yang kita jumpai dalam sejumlah negeri Islam seperti Saudi Arabia, tidak bisa kita terima dalam kerangka kesadaran modern yang sudah berubah tentang watak negara. Sekian. Ulil To:islamliberal@yahoogroups.com From:"mustaliq mustaliq" Date:Wed, 16 Feb 2005 18:01:18 -0800 (PST) Subject:Re: ~JIL~ Maqashid al Shariah: Suatu elaborasi awal atas teori Al-Syathibi Sejak dulu, Ulil memang rajin mengutip dari kitab-kitab klasik maupun kontemporer, tapi bukan sebagai rujukan ilmiah, melainkan tidak lebih dari bumbu basa-basi ilmiah. Al-Syathibi mengatakan bahwa maslahat paling dasar dalam agama ada lima. Yang pertama adalah menjaga agama. Di tangan Ulil koq diracik menjadi: melindungi kebebasan agama; dalam arti bebas untuk beragama atau tidak beragama, bebas untuk menjalankan agama atau tidak menjalankan agama, bebas untuk pindah agama, dan lain-lain. Padahal yang dimaksud dengan menjaga agama di sini adalah menjaga agar agama dan ubudiyyah kepada Allah dapat tetap lestari hingga akhir zaman. Misalnya dengan penerapan hukuman mati bagi orang yang murtad atau meninggalkan shalat, dsb. Kalau gitu mah bukan elaborasi tapi eliminasi. Tolong dong, kutipan-kutipan kitab klasiknya yang sedikit menggigit! Kalau mau mencari kitab-kitab klasik, ngapain repot-repot ke hypermart, pasar induk atau kaki-lima? Klik aja www.saaid.net komplit deh. Mau di rumah, kantor, atau warnet di market dan kaki-lima juga boleh. To:islamliberal@yahoogroups.com From:"ikra2004" Date:Thu, 17 Feb 2005 13:02:36 -0000 Subject:~JIL~ Re: Maqashid al Shariah: Suatu elaborasi awal atas teori Al-Syathibi Bung Nadirsyah Hosen, saya sebagai Islam Supermarket menilai apa yang dilakukan Ulil atas buah fikiran Ulama Kuno bernama Abu Ishaq dari Syathibi itu terasa sebagai usaha pembelaan apolegetik atas buah fikiran itu. Dan karenanya, juga hal yang sama telah dilakukan Ulil dalam membahas ayat-ayat yang berasal dari Qur'an. Ide tentang Sipil Society, HAM, dll yang diungkapkan Ulil itu, adalah ide yang sekarang ramai menjadi wacana dunia kita, itu adalah buah fikiran baru manusia kontemporer, tidak ada kaitannya dengan wacana masa lampau yang umuranya ratusan tahun (bukan ribuan tahun lho!) itu, dan lahirnya dari Eropah modern. Ini harus berani kita akui dengan jujur. Ikra.- To:islamliberal@yahoogroups.com From:"mustaliq mustaliq" Date:Fri, 18 Feb 2005 18:06:27 -0800 (PST) Subject:Re: ~JIL~ Re: Maqashid al Shariah: Suatu elaborasi awal atas teori Al-Syathibi Bung Ikra hampir benar !! Sudah waktunya Ulil jujur dan berterus-terang bahwa antara Islam dan Liberal memang dua kutub dengan akar ideologi yang berbeda. Dan kita pun harus menerima kenyataan bahwa perbedaan itu tidak melulu bersifat variatif dan alternatif, tapi secara fundamental adalah kontradiktif. Ide Pluralisme (pembenaran semua agama) demikian pula isu "kesetaraan gender" dan semacamnya, sekali lagi hanyalah basa-basi ilmiah, kalau bukan lelucon dan gombal ilmiah. Dan yang lebih penting lagi, seperti pengakuan jujur Ikra, semua itu adalah produk manusia kontemporer (baca: Liberal); tidak perlu dicari korelasi ataupun elaborasinya dari Islam. Karena ujung-ujungnya pasti tidak nyambung dan lagi-lagi apologetik. Islam Liberal ? No way !! To:islamliberal@yahoogroups.com From:"ikra2004" Date:Sat, 19 Feb 2005 12:52:42 -0000 Subject:~JIL~ Re: Maqashid al Shariah: Suatu elaborasi awal atas teori Al-Syathibi Is Islam liberal no way, Bung Mutaliq? But I am a liberal and also a Moslem! Dan saya sependapat dengan pandangan ilmaiah atas kehidupan di dunia ini, apakah itu ada di dalam Qur'an dan Sunnah atau tidak, saya tidak memikirkannya untuk menggotuk-gatukkannya (baca: methode apologetik!). Tapi memang biasanya apa yang baik yang dihasilkan oleh manusia kontemporer, baik yang ada di Barat maupun yang di Timur, atau di Utara maupun di Selatan, yang pyanya manfaat bagi kemaslahatan kehidupan bersama (manusia, bintang, tetumbuhan, mineral) di dunia ini seringkali ada landasan moralnya yang sejalan dengan ajaran agama (baca: bukan hanya islam). Kenapa bisa demikian? Kareena di dalam otak manusia itu ada abagian yang disebut "Limbic System) yang diwarisi manusia dari perjalanan evolusinya pada tahap Mammalia sekian juata tahun yang lalu sebelum menjelma jadi manusia, yang intinya adalah adanya sumber rasa empati dan cinta kepada keturuanan dan mahluk sesamanya pada bagian otak itu. Limbic System inilah yang harus kita pelihara dan kembangkan sebagai dasar bagi olah otak rasional yang dilakukan oleh bagian otak lainnya yang bernama Cortex, atas dorongan dari bagian otak tertua R-Complex yang kita warisi dari tahap Reptelia dalam perjalanan evolusi. Urain ini dasarnya adalah Teori Ilmiah yang disusun oleh Dr. Paul MacLean dari hasil riset di laboratorium Evolusi Otak di University of California di Davis, CA. Itulah pandangan saya tentang kehidupan di dunia ini. Tapi kehidupan di akhirat bagaimana? Itu hal yang tak terfikirkan oleh manusia karena memang alat untuk memikirkannya tidak dimiliki manusia, maka saya pulangkan hal itu kepada Tuhan dalam rangka Hablumminallah, misalnaya lewat salat yang khusyk sekali ayang bisa kita lakukan di mana saja, atau menggunakan cara yang pribadi untuk mengerjakan "dzikir" (baca: mengingat, atau "eling" kepada) Tuhan. Pengalaman ayang paling tidak bisa saya lupakan adalah ketika salat pertama kali di Masjidil Haram dalam rangka menunaikan Ivadat Haji pada 1995, saya merasakan dengan jelas sekali apa yang (mungkin) dikenal sebagai "Mi'raj Kecil" itu. Dan sejak saat itulah saya merasa being liberated from any rigid doctrine I used to follow as a Moslem -- I have changed an yet not too! You see, this is Ikra! Islam liberal, atau bukan, I don't care! I am free! Jadi, antara kita mungkin juga ada perbedaan-perbedaan, Bung Mustaliq. Ikra.- To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Sun, 20 Feb 2005 13:23:49 -0800 (PST) Subject:Re: ~JIL~ Re: Maqashid al Shariah: Suatu elaborasi awal atas teori Al-Syathibi Sdr. Mustaliq, Jika anda jujur dengan pandangan anda, dan bahwa semua gagasan yang dibawa oleh Islam Liberal adalah "gombal ilmiah", maka mari kita berdiskusi tentang isu apa saja dalam gagasan Islam liberal yang anda anggap "gombal" itu. Silahkan pilih isu apa saja. Anda tidak usah terkecoh dengan nama "liberal". Tetapi mari kita masuk ke isu yang kongkret dan kita berdiskusi dengan baik-baik di situ. Sumonggo! Ulil To: islamliberal@yahoogroups.com From: "mustaliq mustaliq" Date: Mon, 21 Feb 2005 17:23:27 -0800 (PST) Subject: Re: ~JIL~ Utk Ulil, Ikra dan Assyaukani Utk Ulil, Saya sangat antusias sekaligus sangat pesimis plus sinis dengan ajakan Ulil untuk berdiskusi. Soalnya saya tahu persis bahwa Ulil dan JIL setali tiga uang. Manakala posisi mereka terdesak dan terjepit dengan ulah salah seorang anggota milis dan lawan diskusi, mereka tidak segan-segan dan tidak malu-malu mencabut keanggotaannya. Cut, habis perkara! Begitu kira-kira semboyannya. Kehadiran saya di milis ini untuk berdiskusi, itu sudah jelas. Tapi siapa yang bisa menjamin posting saya suatu saat tidak dicekal oleh Moderator yang sudah mulai pasang kuda-kuda? Jadi, dalam kesempatan ini saya permaklumkan kepada seluruh anggota milis, bahwa bila suatu saat nama saya "hilang dari peredaran" maka yakin dan percaya bahwa sang Moderator telah menjalankan tugasnya dengan baik, "menertibkan" orang-orang yang tidak sehaluan dengan JIL. Di mata mereka, semua orang bebas mengkritik dan menghujat Islam, tapi jangan coba-coba menguak "aib" Liberal. Utk Ikra, Pengalaman ruhani anda cukup "mendebarkan". Tapi tahukah anda bahwa Muhammad Saw "Sang Kekasih Terkasih" Allah yang bahkan sudah "Mi'raj" dalam arti kata yang sebenarnya, telah membawa dan mengarahkan Islam untuk menjadi agama yang memegang "kerajaan" dunia dan akhirat sekaligus. Ini bukan kata saya lho, tapi kata para pakar sejarah, termasuk yang non-muslim dan liberal. Anda bisa saja berkilah, bahwa itu mungkin cocok untuk zamannya. Mungkin....(?) Tapi yang pasti, pengalaman ruhani pribadi jangan dijadikan justifikasi untuk merasa puas dan terlena dengan model Islam yang anda pahami dan praktekkan selama ini. Evaluasi dan koreksi terus keislaman kita dengan menggunakan Rasul-Nya sebagai model, bukan manusia kontemporer yang sudah terkena polusi dan radiasi materialisme, liberalisme, hedonisme, dan isme-isme lainnya. Utk Assyaukani, Tolong beri saya kesempatan untuk menertawai "lelucon ilmiah" Ulil. To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Abd. Moqsith Ghazali" Date:Wed, 23 Feb 2005 22:25:38 -0800 (PST) Subject:Re: ~JIL~ Utk Ulil, Ikra dan Assyaukani Bung Mustaliq Anda belum memenuhi undangan Mas Ulil untuk berdiskusi tentang satu pokok soal yang anda suka. Bukankah Mas Ulil sudah berkomitmen untuk memberikan komentar-komentarnya dengan perspektif Islam liberal. Mengapa undangan yang simpatik itu tidak anda penuhi saja dengan segera. Berdiskusilah dengan "billati hiya ahsan", jangan tebarkan caci maki di ruangan ini. Moqsith To:islamliberal@yahoogroups.com From:"Eka Ambara HP" Date:Thu, 24 Feb 2005 14:07:33 +0700 Subject:~JIL~ Pendekar sejati Sikap seseorang yang sedang mulai belajar berguru silat biasanya merasa sudah menjadi sang pendekar sejati dibandingkan orang lain, ketika berjalan mata dan wajahnya mendongak, seolah tiada tanding, semua orang ditantangnya, seolah hanya dia yang paling jago, padahal sebenar-benarnya yang dipelajari baru jurus pemula, Sedang sikap seorang pendekar, biasanya ia selalu bersikap sederhana dan rendah hati, seperti orang biasa biasa saja, namun ia justru haus akan ilmu baru dan dengan rendah hati mau dan terus belajar dari apapun dan siapapun, karena bagi sang pendekar, semuanya adalah guru, baik kawan maupun lawan, baik orang tua atau anak-anak, baik atasan maupun bawahan sekalipun .. yang akan membuat dirinya menjadi lebih pendekar lagi .. To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Abd. Moqsith Ghazali" Date:Wed, 23 Feb 2005 23:28:31 -0800 (PST) Subject:Re: ~JIL~ Pendekar sejati Bung Saling tantang antar-sesama pendekar, itu sesuatu yang biasa dalam dunia persilatan. Itu sudah menjadi sebuah konvensi untuk menentukan derajat kedigdayaan sang pendekar. Al Ghazali adalah salah seorang "pendekar" yang berani menantang para failasuf sehingga terbitlah "tahafut al falasifah", yang kemudian dihajar balik oleh filosof Ibnu Rusyd melalui "tahafut al-tahafut". Demikian pula dengan al-Asy'ari, al-Syafi'ie, Abu Hanifah hingga Muhammad SAW. Moqsith To: islamliberal@yahoogroups.com From: "mustaliq mustaliq" Date: Thu, 24 Feb 2005 17:23:27 -0800 (PST) Subject:Re: ~JIL~ Pendekar sejati Terimakasih atas sambutan hangatnya. Sebelumnya saya ingin menegaskan sekali lagi, bila suatu saat email saya tidak nongol lagi di milis ini, silakan konfirmasi langsung ke email saya untuk mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya. Ingat itu! Saya hampir-hampir berkesimpulan bahwa tokoh-tokoh JIL ini menganggap "Risalah" yang dibawa oleh Muhammad [shallallahu 'alaihi wasallam] itu hanyalah produk "kecanggihan berpikir" seorang Muhammad seperti halnya para filsuf "kembara pikir" lainnya. Mudah2an saja "prasangka berdasar" ini keliru, karena kalau betul, sungguh mengerikan! Saya ternyata berhadapan dengan sekelompok manusia yang mulutnya berceloteh, "Muhammad adalah Nabi yang mendapat wahyu", sedangkan hatinya berucap, "Muhammad adalah pemikir ulung yang mengarang sebentuk wahyu". Orang-orang macam demikian, dalam terminologi agama disebut ........... (Isi saja sendiri, soalnya saya kuatir dicap "tukang cap" atau divonis "tukang vonis". Padahal kita sudah tahu sama tahu, golongan titik-titik tsb ada lho dalam fakta dan realita di sekitar kita). Maka dalam kesempatan ini, saya terlebih dahulu ingin menyerukan kepada Ulil dan para pembesar JIL lainnya; unjukkan jati diri anda! Dimana "kedudukan" atau "pendirian" anda sebenarnya? Seperti kata Basyaib: jangan lempar batu sembunyi tangan! -------------------------------------------------------------------------------- Email terakhir ini pun tidak sempat dimuat di milis JIL karena keanggotaan "mustaliq" keburu dicabut. Begitulah cara mereka menyelamatkan mukanya (mengamankan kedoknya). Selanjutnya "orang awam" menggunakan nama email "rahlinawati" untuk masuk milis lagi. -------------------------------------------------------------------------------- To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Tue, 15 Mar 2005 02:52:48 -0800 (PST) Subject:~JIL~ JIL, BBM, Iklan Freedom Institute, dan Soal Liberalisme: Sebuah Refleksi (1) Salam, Setelah mengikuti dan mencerna diskusi-diskusi yang berlangsung di milis kita tentang kenaikan harga BBM, dan setelah masalahnya agak reda, maka saya ingin mengemukakan beberapa catatan berikut. Mohon maaf, jika catatan ini terlalu panjang: (1) Saya bukan seorang pakar tentang ekonomi, sehingga dalam hal ini saya adalah seorang awam biasa. Tetapi, argumen-argumen yang dikemukakan oleh pakar tentang perlunya mencabut atau mengurangi subsidi BBM lebih kuat, menurut saya, dari yang menolak. Mencabut atau mempertahankan subsidi mengandung "mudarat"-nya sendiri-sendiri, atau biaya sosial yang harus ditanggung, selain tentu ada manfaat di sana ....... Dst... dst... dst... [ulasan Ulil sangat panjang bak seorang pakar ekonomi] sampai-sampai bersambung ke email berikutnya. To:islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date:Tue, 15 Mar 2005 02:53:50 -0800 (PST) Subject:~JIL~ JIL, BBM, Iklan Freedom Institute, dan Soal Liberalisme: Sebuah Refleksi (2) (4) Akhirnya, saya akan sampai pada isu terakhir yang sangat krusial. Bagaimana sikap Islam liberal dalam soal-soal ekonomi? Selama ini, saya akan diam saja kalau ditanya soal ini. Saya hanya mengatakan bahwa saya tak kompeten untuk bicara mengenai soal yang tak saya kuasai. Tetapi, saya telah menjadikan masalah ini sebagai permenungan pribadi, semacam "solilokui" begitu, yang panjang. Saya mencoba membaca dan memperdebatkan hal ini dengan teman-teman di JIL dan lingkaran-lingkaran terdekat yang lain. Tentu saya belum sampai kepada rumusan yang final. Tetapi, saya akan mencoba menuliskan beberapa kristal-kristal gagasan saya sampai sejauh ini. Sdr. Lutfi Assyaukanie telah memulai dengan posting yang dikirimkannya hari ini. Saya akan mencoba membedakan antara dua wilayah: sosial-politik dan ekonomi. Dalam wilayah pertama, saya masukkan unsur agama dan kebudayaan secara lebih luas. Kaum intelektual Muslim indonesia dalam menyikapi masalah pertama terbagi atas dua: kelompok yang memandang bahwa Islam mempunyai sistem sendiri, yang untuk kebutuhan praktis akan saya sebut sebagai kelompok "Islamis"; kelompok kedua memandang bahwa Islam tak punya sistem sendiri, dan karena itu demokrasi boleh atau bahkan harus diadopsi, yang untuk kebutuhan praktis pula akan saya sebut sebagai "Muslim demokrat" (meminjam istilah Saiful Mujani dalam disertasinya). JIL atau Islam liberal masuk dalam kategori kelompok kedua. Teman-teman dari pelbagai LSM yang memperjuangkan isu-isu "civil liberties" dari sudut pandang Islam, umumnya dapat dikategorikan dalam kelompok "Muslim demokrat". Sementara kelompok-kelompok semacam Hizbut Tahir masuk dalam kategori pertama, kaum Islamis. Dalam isu sosial-politik, kaum Muslim demokrat mempunyai pandangan yang kurang lebih sama. Mereka memperjuangkan demokrasi, hak asasi, pluralisme, kesetaraan jender, multikulturalisme, dsb. Tetapi, dalam soal sosial-ekonomi, sikap di kalangan "Muslim demokrat" sebetulnya tidak seragam. Ada dua kelompok di kalangan mereka ini. Pertama: kalangan yang pandangan ekonominya cenderung "sosialistis-statis" (saya kira kata ini sangat tidak tepat, tetapi, for the lack of better word, terpaksa saya pakai). Kedua; kelompok yang pandangannya kurang lebih liberal. Kelompok sosialis-statis biasanya lebih suka bicara tentang ekonomi kerakyatan, lebih suka dengan peran pemerintah yang besar dalam ekonomi, dan kurang menyukai modal asing atau privatisasi. Kelompok liberal lebih menyukai peran negara yang minimal dan pasar bebas. Saya ingin menyebut kelompok pertama sebagai "Muslim demokrat kiri", dan kelompok kedua sebagai "Muslim demokrat kanan". Yang menarik adalah bahwa di kalangan Muslim demokrat sendiri, belum ada diskusi yang cukup matang dan mendalam mengenai opsi-opsi pembangunan ekonomi. Di kalangan sebagian besar mahasiswa dan sarjana Islam yang orientasinya adalah "Muslim demokrat" diterima begitu saja bahwa Islam adalah agama yang membela kaum mustada'fin. Ini adalah retorika yang diwarisi dari zaman revolusi Iran melalui para intektual seperti Ali Shariati. Retorika ini tentu dengan mudah diterima di kalangan terpelajar Islam yang mempunyai apresasi tinggi pada apa yang disebut dengan "Islam kiri". Tetapi, masalah yang belum pernah didiskusikan dengan matang adalah: jika Islam adalah agama mustad'afin, maka apa implikasinya bagi model pembangunan ekonomi? Retorika itu jelas indah, bagus, dan enak didengar di telinga. Tetapi, apakah model pembangunan ekonomi Islam dalam kerangka wawasan yang pro-mustad'afin itu? Apakah Islam setuju dengan sosialisme atau kapitalisme? Apakah Islam pro atau anti globalisasi? Saya tidak akan berpretensi bisa mewakili pandangan teman-teman dalam kalangan JIL atau Islam liberal. Tetapi, sebagai titik pijak, saya akan mengatakan bahwa tidak ada sistem ekonomi apapun yang secara "by nature" adalah sistem ekonomi Islam. Ada suatu zaman di mana sosialisme dikleim sebagai sistem Islam. Tetapi juga ada zaman lain di mana kapitalisme dikleim sebagai Islam pula. Saya kira, sekali lagi, tak ada sistem ekonomi apapun yang "dari sononya" adalah ekonomi Islam. Sebab, Islam tak memberikan cetak biru yang lengkap dalam soal ini. Tetapi, pengalaman sejarah modern menunjukkan bahwa sosialimse sebagai sistem telah bangkrut. Kapitalisme, dengan disangga oleh demokrasi, telah "mengkahiri sejarah" perjuangan manusia untuk mencapai sistem yang terbaik dalam membangun kehidupan (jika pendapat Fukuyama ini bisa kita pakai). Sosialisme, selama ini, hanyalah indah dan baik ketika memberikan kritik, tetapi gagal total ketika diminta memberikan model alternatif. Oleh karena itu, kapitalisme dan globalisasi ekonomi adalah fakta-fakta yang tak bisa lagi ditolak. Kemakmuran dan kesejahteraan yang dibawa oleh sistem itu pada manusia tak terkira banyaknya. Sudah tentu ada "calculus of pain" (istilah sosiolog Peter Berger) yang harus ditanggung pula. Bagi saya, seperti dikatakan oleh Lutfi, liberalisme dalam politik dan ekonomi lah yang paling masuk akal. Pertama, itu adalah pikiran yang konsisten. Kedua, itulah yang secara empiris terbukti paling mampu membawa manusia untuk bisa memperbaiki hidupnya. Sistem-sitem lain, untuk sementara, berguguran sebagai alternatif. Saya tak percaya Islam mampu memberikan alternatif yang setara dengan liberalisme. Tetapi, apakah dengan demikian liberalisme (bagi saya neo-liberalisme adalah cabang saja dari liberalisme klasik), baik dalam lapangan politik dan ekonomi, adalah tanpa cacat dan kedap kritik? Tentu tidak. Salah satu kehebatan sistem yang lahir dari liberalisme adalah bahwa dalam dirinya terkandung kemampuan untuk menyerap kritik-kritik. Kritik terbesar dalam sejarah kapitalisme Barat adalah marksisme. Dan seperti kita tahu, kritik-kritik itu dapat diserap dengan baik oleh kapitalisme, sampai akhirnya marksisme runtuh sendiri. Kritik dalam liberalisme adalah "darah" yang justru memperkokoh sistem itu sendiri. Oleh karena itu, dalam kerangka liberalisme, kritik justru dimungkinkan, utopia akan dunia lain dibuka, dan perjuangan untuk memperbaiki yang sudah ada dihalalkan. Tetapi, dasar pokok tempat kesemuanya itu dimungkinkan adalah liberalisme. Dengan demikian, saya mengatakan bahwa Islam liberal adalah liberal dalam sikap keagamaan, politik, dan ekonomi sekaligus. Mudah-mudahan hal ini bisa mengawali diskusi berikutnya. Salam, Ulil Date: Wed, 16 Mar 2005 17:41:50 -0800 (PST) From: "rahlina wati" Subject: Re: ~JIL~ Re: Islam dan Liberalisme Ekonomi To: islamliberal@yahoogroups.com Luar biasa! Seorang Ulil yg bukan pakar ekonomi dalam tulisannya yg panjang-lebar (tapi belum tentu tinggi dan dalam) mampu mengangkat tema ekonomi dengan sekelumit isu aktualnya yg kemudian dikait-kaitkan dengan pandangan liberalisme, sosialisme, marxisme, kapitalisme, dan berbagai isme-isme lainnya. Cukup legit dan menggigit. Tapi yg namanya Ulil kurang-lebih masih tetap seperti Ulil yg dulu, selalu saja dia terjatuh dan terpeleset lagi manakala menggiring isu ekonomi itu ke gawang Islam. Nampak sekali pada pernyataannya: "Islam tak punya sistem ekonomi sendiri" yg menurutnya pandangan ini mewakili "muslim demokrat" termasuk dia (saya sendiri kurang begitu yakin bahwa orang-orang yang merasa-rasa sebagai muslim demokrat setuju dengan pernyataan itu). Betapa dangkal dan tidak adilnya bila di satu sisi kita berkata "Islam tak punya sistem ekonomi sendiri" lalu di sisi lain kita menguraikan "ini lho sistem ekonomi liberal", "begini nih sistem ekonomi sosialis" dst. Dalam hal ini saya tidak merasa dan mendaku sedang membela Islam, saya hanya mencoba melihat dari sisi kejujuran intelektual, kebenaran ilmiah dan kenyataan sejarah. Saya (orang yg sangat awam ttg ekonomi) ingin bertanya: kapan sih sistem ekonomi liberal lahir? Apakah ketika sistem ekonomi atau --mungkin ketika itu masih berwujud-- teori ekonomi liberal itu dicetuskan sudah mengenal yg namanya pasar modal, bursa efek, debt conversion, arbitrage, oversold, obligasi, credit card, convertible bond, accrual basis, derivative, warrant, working capital financing, dll? (Maaf, istilah2 ini saya caplok saja secara serabutan dari buku-buku ekonomi ;-)). Lantas kenapa sistem ekonomi modern yg sedemikian kompleks dan rumit itu masih dikategorikan sistem ekonomi liberal? (Maaf, sepertinya pertanyaan anak SD ;-)) Ya, jawabannya tentu saja karena mengacu pada akar pemikiran (filosofi), fondasi dan tiang-tiangnya. Kalau begitu, atas dasar apa kita melibas "Islam tak punya sistem ekonomi sendiri"? Bagaimana mungkin Islam yg memiliki Quran dan Hadits yg orisinal dan sarat nilai, memiliki Ushul Fiqh dan Musthalah Hadits yg tertata rapi, yg dari bahasa persatuannya (Bahasa Arab) saja sudah tercipta ratusan cabang dan ranting ilmu bahasa, Islam yg telah melahirkan ribuan (kalau bukan jutaan) ulama kaliber dunia-akhirat dengan tradisi intelektual yg kokoh....... lalu datang seorang Ulil dengan entengnya berceloteh: "Islam tak punya sistem ekonomi sendiri"? Apakah Islam yg sedemikian itu, yg sudah berhasil membangun miniatur peradaban di Madinah yg berekspansi secara spektakuler lewat perjalanan sejarah yg dramatis dalam membentuk peradaban dunia, Islam yg telah teruji dalam suka dan duka sejarah, tertempa dengan berbagai benturan pemikiran dan peradaban, dianggap tidak punya harapan hidup di masa depan? Apakah hanya kaum liberal yg boleh mengenang dan membanggakan kejayaan akar peradabannya sejak dari zaman Yunani Kuno, Renaissance, Revolusi Perancis dalam rangka mengusung peradaban "New World Order"nya? Atas dasar apa seorang Ulil dengan pongahnya menantang sejarah masa lalu dan masa depan: "Saya tak percaya Islam mampu memberikan alternatif yang setara dengan liberalisme." Saya kira orang kafir sendiri tidak sesinis itu dalam memandang Islam. Banyak lho kalangan di luar Islam yg mulai melirik dan berharap banyak kepada peradaban Islam sebagaimana tidak sedikit pula yg jungkir-balik mati2an membendung kebangkitan Islam. Sekali lagi saya mempertanyakan ini semua bukan dalam rangka membela kelompok-kelompok Islam tertentu. Saya hanya ingin mengimbau agar Ulil sedikit berlapang-dada, menjunjung kejujuran intelektual, kebenaran ilmiah dan kenyataan sejarah. Jangan hanya karena sakit hati dengan ulah dan tingkah beberapa kelompok Islam yang di satu sisi memang terkadang "kelewat semangat" dan "kekanak-kanakan" (sebagaimana kita pun di sisi lain sering pula demikian) lalu kita ikut-ikutan emosional dan kehilangan akal sehat. "Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu bersikap tidak adil!" Itulah ungkapan al-Quran yg sering didengung-dengungkan oleh tokoh-tokoh JIL sendiri. Akhirnya, marilah kita merenungkan ayat al-Quran di bawah ini, mudah-mudahan kita tidak termasuk kaum yg disinggung oleh Allah dalam al-Quran yang kurang-lebih artinya: "Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, dan kamu telah diberi ilmu yang kamu dan nenek-moyang kamu tidak mengetahui." Katakanlah: "Allah (yang menurunkannya)", kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya." [QS 006:091] NB: Ngomong2 ttg kenaikan BBM, saya dengar BPS (Badan Pusat Statistik) telah mengumumkan bahwa rakyat miskin langsung melonjak (kalau ndak salah 40 juta) karenanya. Tapi Ulil dkk tentu tidak termasuk di dalamnya. Orang liberal tidak terimbas dampak ekonomi liberal? :)) Yg jelas salah satu filosofi ekonomi Islam bahwa "harta tidak berkurang karena sedekah" semakin relevan untuk kita jabarkan dan aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Mari banyak2 bersedekah! -------------------------------------------------------------------------------- Inilah email pertama sekaligus terakhir yang sempat dilayangkan "rahlinawati" ke milis JIL. Email ini tidak mendapat tanggapan apa-apa. Setelah itu email "rahlinawati" akhirnya dicekal pula. Selanjutnya orang awam membanting intelek liberal (2) Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. [QS 51:56-58] <> Dari Abu Dzarr al-Ghiffary radhiyallahu 'anhu: dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang meriwayatkan dari Tuhannya Tabaraka wa Ta'ala bahwasanya Dia berfirman: "Hai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman itu atas diri-Ku dan Aku menjadikannya pula haram atas sesama kalian. Maka janganlah kalian saling menzalimi! Hai hamba-Ku, setiap kalian adalah tersesat kecuali yang Aku tunjuki; maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku memberimu petunjuk. Hai hamba-Ku, setiap kalian adalah lapar kecuali yang Aku beri makan; maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku memberimu makan. Hai hamba-Ku, setiap kalian adalah telanjang kecuali yang Aku beri pakaian; maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku memberimu pakaian. Hai hamba-Ku, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan di waktu malam dan siang, sedang Aku mengampunkan dosa semuanya; maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya Aku mengampunimu. Hai hamba-Ku, sesungguhnya kalian tak kan dapat mencapai mudharat yang Aku punyai untuk engkau memberiku mudharat dan tak kan dapat mencapai manfaat yang Aku punyai untuk engkau memberiku manfaat. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama hingga yang penghabisan, jin maupun manusia, semuanya memiliki hati yang paling taqwa diantara kalian, tidaklah hal itu menambah sedikitpun dari Kerajaan-Ku. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama hingga yang penghabisan, jin maupun manusia, semuanya memiliki hati yang paling durhaka diantara kalian, tidaklah hal itu mengurangi sedikitpun dari Kerajaan-Ku. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama hingga yang penghabisan, jin maupun manusia, semuanya berdiri di sebuah dataran yang satu lalu semuanya meminta kepada-Ku lalu Aku berikan setiap orang apa yang mereka pinta; tidaklah hal itu akan mengurangi sedikitpun dari apa yang Aku punyai kecuali seperti apa yang dikurangi oleh sebutir jarum yang dicelup ke dalam lautan. Hai hamba-Ku, sesungguhnya itulah amal kalian, Aku hitung untuk kalian, kemudian Aku sempurnakan (ganjaran)nya. Maka barangsiapa yang mendapati kebaikan hendaklah memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapati selain itu maka janganlah ia mencerca kecuali dirinya sendiri." [HR. Muslim] <> Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamaat (jelas) itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (samar). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. [QS 3:7-9] <> Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu'min, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu'min. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. [QS 83:29-36] <> Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? [QS 63:1-4] <> Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. [QS 42:51-52] <> (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". [QS 7:157-158] <> Pada hari (kiamat) orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu". Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: "Bukankah kami dahulu (di dunia) bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab: "Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri (dengan berbuat dosa) dan menunggu-nunggu (menunda taubat) dan kamu ragu-ragu (dengan balasan akhirat) serta ditipu oleh angan-angan kosong (dunia) sehingga datanglah ketetapan Allah (maut); dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu. Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia sejahat-jahat tempat kembali. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran (al-Quran) yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya (yahudi dan nasrani) telah diturunkan Al-Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. [QS 57:13-16] <> Sesungguhnya dia memikirkan dan menetapkan, maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan (lagi), sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata: "(Al Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia". Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas. Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. [QS 74:18-31] <> Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS 2:216] <> Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu,. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan [QS 3:185] <> Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah(^) itulah yang pasti menang. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. [QS 5:51-59] <> Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu menceritakan: "Aku berkata: "Wahai Rasulullah, beritahukanlah aku tentang amal yang dapat memasukkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka." Beliau bersabda: "Sungguh engkau telah bertanya tentang suatu yang agung. Dan sesungguhnya hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Engkau mengabdi kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan berhajji ke Baitullah." Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu perisai, sedekah itu menghapus kesalahan-kesalahan sebagaimana air memadamkan api, shalat seseorang di tengah malam." Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya): "Lambung mereka renggang dari pembaringannya karena berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan. Maka tidak ada satu jiwapun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka dari kenikmatan yang menyedapkan mata, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan." Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepadamu tentang pokok segala urusan. "Maukah bila aku beritahukan kepadamu kepala dari urusan, dan tiang-tiangnya dan puncaknya?" Aku berkata: "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Kepala segala urusan adalah al-Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad." Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepadamu kunci dari semua itu?" Aku berkata: "Tentu, ya Rasulullah." Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda: "Jagalah ini!" Aku bertanya: "Wahai Nabi Allah, apakah kita dituntut (disiksa) karena apa yang kita ucapkan?" Maka beliau bersabda: "Kasihan engkau! Tidakkah manusia itu ditelungkupkan ke dalam neraka atas wajahnya kecuali karena akibat dari ucapan lidahnya?" [HR. Tirmidzi] <> Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba yang memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidaklah seorang bertawadhu' karena Allah melainkan Allah 'Azza wa Jalla akan mengangkatnya." [HR. Muslim] <> Orang Awam Membanting Kritik Intelek Liberal tentang Otoritas Hadits [ HOME ] To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Tue, 29 Mar 2005 21:10:07 -0800 (PST) Subject: Re: ~JIL~ Untuk Mas Machasin : soal kedudukan Hadis Pak Machasin yang baik, Saya senang sekali anda bisa menyumbangkan pendapat di tengah-tengah kesibukan anda mengajar di IAIN Yogyakarta. Saya sepakat dengan anda, bahwa tanpa harus mengurangi respek kita pada ulama klasik yang telah melakukan tadwin atas hadis, serta merumuskan metode "verifikasi" untuk menelusuri kesahihan sebuah hadis; tanpa mengurangi respek kita pada Al Bukhari, Muslim, Al Turmudzi, dll., saya kira ilmu mushthalah hadis seperti dikembangkan oleh ulama klasik itu memang belum bisa menjamin 100% kesahihan sebuah hadis. Banyak kejanggalan dalam periwayatan hadis seperti pernah diulas secara kontroversial oleh Mahmud Abu Rayyah dalam "Fi Al Sunnah Al Muhammadiyyah". Misalnya, seperti yang sudah sering diungkapkan, kenapa Abu Hurairah yang hanya bergaul dengan Nabi dalam waktu yang singkat meriwayatkan banyak sekali hadis, jauh lebih banyak dari Abu Bakar dan Umar -- dua "confidant aide" Nabi. Misalnya lagi, seperti pernah dikemukakan oleh Mas Chodjim dalam posting lalu, kenapa jarang ada riwayat tentang isi khutbah Jumat Nabi, padahal Jumatan adalah peristiwa sosial yang disaksikan oleh banyak orang, dan tentunya berlangsung secara reguler. Saya jarang menemukan suatu riwayat (untuk tidak mengatakan tak ada sama sekali) tentang isi khutbah Jumat Nabi. Yang ada adalah riwayat tentang bagaimana "cara" Nabi menyampaikan khotbah: konon, Nabi berkhutbah dengan suara keras, hingga wajahnya memerah. Hal lain lagi adalah bahwa beberapa hadis diriwayatkan dengan redaksi yang berbeda-beda, kadang perbedaannya sangat besar, kadang kecil. Ini membuat kita menjadi ragu, apakah sebuah hadis benar-benar merupakan "replika" dari apa yang pernah disabdakan Nabi atau hanya merupakan pengisahan ulang dengan redaksi lain (riwayah bi al ma'na). Saya kira, sebagian besar hadis adalah "riwayah bil ma'na". Saya menduga, sebelum Imam Syafii menerbitkan risalahnya yang terkenal itu, "Ar Risalah", untuk membela posisi hadis, kedudukan hadis Nabi belum sepenting seperti yang kita saksikan setelah risalah itu muncul. Setelah terbitnya Ar Risalah itu, kedudukan hadis menjadi semacam "second scripture" yang hampir mendekati Quran. Sementara, ada sejumlah hadis yang justru melarang pembukuan hadis (la taktubu 'anni ghairal Quran, misalnya). Bahkan Sahabat Umar dikenal paling benci pada orang-orang yang terlalu banyak meriwayatkan hadis. Saya kira, ada kekhawatiran zaman itu bahwa jika hadis terlalu banyak beredar, maka kedudukannya akan menyaingi Quran. Sebelum lahirnya Al Bukhari pada abad ke-3 Hijriyyah (300 tahun setelah wafatnya Nabi), hadis belum menjadi disiplin yang begitu terstandarkan seperti kita kenal selama ini. Seperti pernah ditunjukkan oleh Fazlur Rahman, yang terjadi pada masa pra-kodifikasi hadis itu adalah bahwa para sahabat dan tabiin mengikuti "sunnah" atau tradisi yang hidup, bukan hadis dalam pengertian "sabda Nabi yang diingat dan ditransmisikan secara turun temurun" seperti kita kenal selama ini. Ini tercermin dalam mazhab Maliki, di mana "sunnah" atau "ijma" atau "atsar" atau "'amal" atau tradisi yang hidup dalam kalangan penduduk Madinah bisa menjadi sumber hukum. Masalah lain adalah kritik matan. Ini bidang yang sangat tertinggal perkembangannya dalam ilmu hadis. Ada semacam pemahaman umum, jika sebuah hadis dari segi sanad sudah "oke", maka hadis itu harus kita ikuti. Ini sesuai dengan kaidah yang ditetapkan oleh Imam Syafii, "idza shahha al hadis fa huwa madzhabi" (jika sebuah hadis sudah terbukti sahih, maka itu adalah mazhabku). Kaidah ini jelas bermasalah. Pertama, itu adalah pendapat pribadi Imam Syafii, artinya bukan sesuatu yang datang dari Quran. Jadi, boleh kita ikuti, boleh tidak. Kedua, prinsip itu jelas tidak masuk akal. Sebab, bagaimanapun matan atau teks hadis haruslah dinilai berdasarkan Quran (dalam pandangan Islam liberal, bahkan harus dinilai pula berdasarkan parameter yang lain, yaitu konteks kemaslahatan sosial yang lebih luas). Banyak hadis yang tak sesuai dengan semangat Quran, misalnya hadis tentang perintah pembunuhan atas orang murtad. Bagi saya, ini bertentangan dengan semangat "la ikraha fi al din". Saya tak bisa terima hadis itu dari segi matan. Atau sekurang-kurangnya, kita harus menafsirkan ulang hadis itu. Saya kira, sikap skeptis pada hadis bukan hanya ada sekarang. Pada zaman klasik juga sudah ada. Abu Hanifah, misalnya, tak menerima hadis ahad sebagai dasar untuk perumusan hukum. Sejumlah ulama lain berpendapat bahwa hadis ahad tidak boleh dipakai dalam perdebatan soal akidah. Sementara kita tahu, hadis yang mutawatir hanyalah sedikit jumlahnya. Jika kita kembali ke soal boleh tidaknya perempuan menjadi imam salah untuk jamaah yang campuran, maka saya kira seluruh komentar yang "emosional" dari kalangan ulama "konvensional" di Timur Tengah saat ini adalah cerminan dari ketidaksiapan para ulama untuk menerima pendapat yang berbeda dalam masalah agama. Mereka semua juga laki-laki, sehingga boleh jadi ini semacam "ketersinggungan jender". Meskipun pendapat yang umum adalah bahwa perempuan tak boleh jadi imam salat, tetapi faktanya tetaplah harus diakui: ada hadis Umm Waraqah yang mengindikasikan bahwa dia diperintahkan Nabi untuk menjadi imam salat bagi keluarga rumahnya yang terdiri dari perempuan dan laki-laki, meskipun memang laki-laki yang ada di sana adalah budak dan orang yang sudah sepuh. Selain itu, Quran sendiri tak berkata apa-apa dalam hal ini. Pertanyaan berikutnya: apakah pendapat yang menghalalkan imamatul mar'ah itu tidak bertentangan dengan kaidah, "al ashlu fil 'ibadah al hurmah", kaidah pokok dalam ibadah adalah keharaman, kecuali jika jelas ada petunjuk dari agama yang menghalalkannya. Saya tak sempat menjawab soal ini, karena ada kerjaan, harus pergi dulu. Nanti saya teruskan, jika ada kesempatan. Ulil To: islamliberal@yahoogroups.com From:"dar jono" Data: Thu, 31 Mar 2005 16:43:06 -0800 (PST) Re: ~JIL~ Untuk Ulil Abdalla: soal kedudukan Hadis Hadits dipertanyakan. Tidak aneh. Sedangkan al-Quran pun digugat. Bahkan Islam dan Allah sendiri bisa dihujat. Semua itu lagu lama kaum liberal yang diputar-ulang untuk mengusik telinga awam. Kalau demikian sikap kita terhadap Islam, apa lagi yang bisa tinggal dari Islam ini? Tidak ada. Islam hanyalah sebuah teks lama (dongeng orang-orang dahulu) [QS 68:15] yang bisa ditafsirkan seenak perut kita, selentur lidah kita dan selincah jemari kita memainkan pena atau keyboard. Akibatnya apa? Karena kehilangan pegangan, ummat tercerai-berai pada versi Islam masing-masing. Akhirnya apa? Islam hanya tinggal nama yang terserak dan terselip dalam paham-paham liberal. Itulah impian kaum liberal (kuffar) yang --demi Allah-- tidak akan bisa terwujud! Karena Islam adalah agama terakhir yang diturunkan di akhir zaman. Allah telah menjamin eksistensi Islam hingga hari kiamat. Jaminan dan penjagaan dari Allah itulah yang terealisir dengan sangat menakjubkan namun manusiawi lewat tangan-tangan Ulama' dan Mujahid yang mengawal Islam dengan pena dan pedangnya. Musthalah Hadits merupakan salah satu dari fenomena penjagaan Islam. Disebut manusiawi karena merupakan kerja banyak orang dari generasi ke generasi, bukan kerja malaikat. Menakjubkannya karena tidak ada satupun sistim dan metode penulisan sejarah yang setara dengan kerapian dan ketelitian Hadits. Ajaib tapi manusiawi itulah kehalusan rekayasa Tuhan. Simpelnya, Islam itu ialah Agama yang diturunkan oleh Allah dan disampaikan oleh Rasulullah (SAW) kemudian diimani dan diamalkan oleh para Sahabatnya. Itulah Islam. Abu Lahab, Abu Jahal, dan abu-abu lainnya yang tidak beriman dengan wahyu dan risalah yang dibawa oleh Muhammad, tentu saja mempunyai versi dan persepsi tersendiri terhadap Islam. Jadi sama-sama menilai dan berbicara tentang Islam. Tapi kira-kira seorang yang beriman mau menerima Islam versi siapa? Kenapa Abu Hurairah yang terbanyak menyampaikan hadits? Kenapa redaksi hadits berbeda-beda? Bukankah Nabi pernah melarang orang menuliskan hadits? Dan aneka macam kenapa-koq kenapa-koq yang lain. Padahal semua gugatan tersebut telah dijawab dengan gamblang oleh para ulama kita. Saya hanya mau mengutip sedikit jawaban ringkasnya. Selebihnya baca sendiri dari kitab2 ulama. Kenapa Abu Hurairah yang terbanyak menyampaikan hadits? Karena Abu Hurairah dikaruniai kekuatan hafalan dan dia fokus memburu hadits. Tentang "riwayah bil-ma'na" dan redaksi yang berbeda-beda? Itulah perbedaan nilai orisinalitas Hadits dengan Quran. Tapi yang pasti para perawi hadits sangat berhati-hati dalam menjaga akurasinya dengan redaksi Nabi. Kalau punya waktu, silakan kumpul seluruh hadits yang matan (redaksi)nya serupa tapi tak sama. Niscaya bisa anda simpulkan sendiri bahwa deviasi perbedaannya amat-sangat kecil (kecuali sebagian kecil diantaranya yang amat-sangat sedikit). Sangat manusiawi. Tentang Nabi pernah melarang menulis hadits? Itu salah satu upaya preventif agar Hadits tidak bercampur dengan Al-Quran. Tentang Umar pernah melarang orang terlalu banyak meriwayatkan Hadits? Mungkin ya dalam kondisi tertentu dan terhadap orang-orang tertentu. Dan jangan menutup mata terhadap fakta bahwa Umar termasuk orang yang getol mencari dan meriwayatkan Hadits serta menjadikan Hadits sebagai sumber ilmu dan hukum. Jadi? Semua pertanyaan ada jawabannya, setiap gugatan ada pembelaannya. Jangan bimbang dan ragu! Tapi yah begitulah kerja filsafat liberal. Orang bisa membuat ribuan pertanyaan dan ribuan jawabannya kemudian dipertanyakan lagi lalu dibantah lagi. Demikian seterusnya. Kapan kita bisa berhenti pada satu jawaban yang konkrit dan definitif? Tidak akan, dan bagi kaum liberal hal itu tidaklah penting. Bagi mereka, biarlah semua orang terombang-ambing dalam nilai-nilai yang serba relatif-spekulatif. Padahal maut setiap saat mengintai dan masa depan akhirat adalah pasti. Apakah seperti itu pola pikir dan sikap orang yang beriman dengan Wahyu dan Agama? Bagi orang yang beriman, Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah yang dijelaskan secara lurus dan lugas, itulah yang menenangkan hatinya dan mereka tunduk berserah-diri dengannya. Sedangkan bagi orang yang jahil, pengikut hawa-nafsu dan ingkar, Islam model tafsir-bebas itulah yang menyenangkan hatinya. Yah, segala yang bebas itu biasanya menyenangkan dan.... merusak! Api neraka?! Adakah? Jangan-jangan itu hanya tamsil dan simbol, kata mereka. Enjoy aja lagi. Terakhir. Mau lihat buktinya kaum liberal memperlakukan hadits dan ayat hanya sebagai permainan untuk menutupi keingkarannya? Perhatikan bagian akhir tulisan Ulil Abdalla. Setelah tadinya dia berpayah-payah mengemukakan alasan kesangsiannya terhadap kehujjahan hadits, akhirnya dia sendiri yang menelan kembali muntahnya dengan mengungkit hadits kasus Ummu Waraqah sebagai pembenaran terhadap bolehnya wanita mengimami pria tanpa batasan kasus! Mau kemana hai, Ulil? :) To: islamliberal@yahoogroups.com From: xxxxx@sumitomocorp.co.jp Date: Mon, 4 Apr 2005 11:08:52 +0700 Subject: RE: ~JIL~ Untuk Ulil Abdalla: soal kedudukan Hadis Salam, Pagi ini ada sedikit waktu senggang buat memberikan tanggapan tulisan Sdr. Djono. Meski subjeknya ditujukan kepada Sdr. Ulil, tapi isi yang dikemukakan oleh Sdr. Djono menyinggung ukhuwah islamiyah. Meski di akhir tulisannya ada "eticon" senyum, tapi itu senyum penghinaan bila dikaitkan isinya. Sdr. Djono, saya hanya menyampaikan tausiyah terhadap sesama muslim. Sepertinya Saudara telah berasumsi bahwa JIL adalah orang kafir. Padahal, kalau Saudara mau bertawaduk kepada sesama muslim (Orang yang mengucapkan syadatain), meneladani akhlak Kanjeng Nabi Muhammad, niscaya sampeyan tak mungkin menuduh JIL kafir. Ingat, menuduh orang yang menyampaikan salam sebagai bukan mukmin saja, sudah diharamkan oleh Allah di dalam Alquran. Dan, yang menuduh orang Islam sebagai orang kafir, maka sesungguhnya dia yang kafir! Marilah kita kembali kepada landasan agama Islam. Di Alquran disebutkan bahwa Ibrahim bukanlah Yahudi atau Nasrani, tapi dia adalah orang yang hanif. Begitu pula, Islam itu secara hakikat tak ada kaitannya dengan ahlussunah, syiah, salafi, khalafi, khawarij, mu'tazilah, JIL, liberalisme, sosialisme, dan lain-lainnya yang datang sepeninggal Kanjeng Nabi Muhammad. Islam adalah semua agama yang diturunkan oleh Allah kepada para rasul dan nabi-Nya dengan penghujungnya Nabi Muhammad. Namun, untuk memahami ajaran Kanjeng Nabi, diperlukan pemikiran dan pemahaman, maka lahirlah firqah-firqah tersebut. Dan, firqah-firqah itu diakui keberadaannya di dalam Alquran (baca QS 9:122, 49:11). Bahkan pada QS 49:12 disebutkan bahwa kita tak boleh berprasangka buruk serta mencari-cari kesalahan. Berikutnya mari kita rinci tulisan sampeyan. 1. HADIS DIPERTANYAKAN. Dari awal orang-orang Islam mempertanyakan Hadis. Dan, pelopornya adalah Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain. Mereka itu adalah orang-orang yang serius mempertanyakan Hadis. Lalu, mereka mengakui Hadis-hadis yang mereka akui sebagai "Sahih". Seandainya mereka tidak mempertanyakan Hadis, maka mereka tidak perlu melakukan koleksi Hadis sebagaimana yang telah berjalan selama lebih dari 200 tahun sepeninggal Nabi. Ingat, Bukhari lahir pada 194 H, dan sebelum lahirnya tak ada orang yang melakukan seleksi Hadis. Artinya, sejak beliaulah orang-orang getol mempertanyakan Hadis dengan pelopornya Bukhari sendiri. Pada masa pra-Bukhari, orang-orang Islam tidak mempertanyakan Hadis. Ya.., kalau dianggap ada Hadis yang dianggap merugikan kelompok (firqah)nya, ya dikeluarkan Hadis tandingan! Itulah yang terjadi sebelum pembukuan Hadis. Nah, bila kita telah tahu bahwa Hadis Bukhari dan yang lain-lainnya itu hasil pilihan setelah mempertanyakan Hadis, maka jangan heran pula bila Hadis dari Bukhari pun harus dipertanyakan. Itulah yang terjadi selama ini, dan itu harus kita terima. Lha, kalau kita ingin tahu sahih-tidaknya semuah Hadis secara hakiki, ya setiap Hadis itu perlu kita uji kebenarannya, yaitu melalui verifikasi dengan ayat-ayat Alquran, bertanya langsung kepada Nabi Muhammad, dan puncaknya bertanya langsung kepada ALLAH. 2) AL-QURAN DIGUGAT Ini pun sudah menjadi bagian dari aktivitas umat Islam sepeninggal Rasul. Gugatan pertama yaitu ketika terjadi kanonisasi Alquran di zaman kekhalifahan Utsman bin Affan. Jangan dikira semua setuju terhadap Mushaf Utsmani. Sahabat Ibnu Mas'ud, misalnya, tidak menerima begitu saja. Nah, demi persatuan umat, akhirnya para sahabat itu setuju. Ada sesuatu yang pahit bagi generasi Islam, yaitu dimusnahkannya semua mushaf Alquran selain Mushaf Utsmani. Hal-hal semacam inilah yang tetap menimbulkan gugatan. Tentu, bukan gugatan untuk menyalahkan Alquran, tapi gugatan untuk dapat memperoleh pemahaman yang lebih "mendekati" kebenaran. Kata 'mendekati' saya letakkan dalam tanda petik, karena KEBENARAN ABSOLUT itu Tuhan sendiri. 3)MENGHUJAT ISLAM DAN ALLAH Kata menghujat yang sampeyan berikan sebenarnya berlebihan. Padahal, yang dihujat itu "keislaman" dan "kepercayaan kepada Allah" yang selama ini menyebabkan kebekuan umat. Cobalah semua tulisan yang disampaikan oleh rekan-rekan JIL dibaca dengan seksama, niscaya tak ada penghujatan kepada ISLAM dan ALLAH. Dalam masalah ini, bacalah kembali QS 49:14. Dalam ayat ini disebutkan adanya sekelompok orang Arab Baduy yang mengklaim dirinya telah beriman, tapi oleh Allah klaim itu dibatalkan. Mereka diminta untuk mengakui telah "ber-Islam", dan belum beriman. Tentu, saya tidak mengharapkan jika Sdr. Djono mengklaim telah "ber-Islam", tapi nyatanya masih "ber-thaghut". Saya cuma berpikiran positif bahwa Anda belum tahu Islam. 4) VERSI MASING-MASING Kita tidak perlu alergi dengan versi masing-masing. Sejak Rasul Allah Muhammad masih hadir di tengah-tengah umatnya, versi berbagai firqah itu ada. Makanya di dalam Alquran dinyatakan bila ada perselisihan dalam pemahaman agama kita diperintah kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Sungguh keliru besar bila kita menganggap Islam itu memiliki makna tunggal! Persoalan khilafah saja menyebabkan mayit Nabi Muhammad baru dikuburkan 3 hari kemudian setelah ajalnya. Dan lagi, jika tidak ada versi macam-macam, maka tak ada mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Itu baru mazhab di bidang fikih, dan belum di bidang kalam maupun tasawuf! Sekarang perhatikan pernyataan sampeyan sendiri di bawah ini yang saya salin (paste) kembali. "Simpelnya, Islam itu ialah Agama yang diturunkan oleh Allah dan disampaikan oleh Rasulullah (SAW) kemudian diimani dan diamalkan oleh para Sahabatnya. Itulah Islam. Abu Lahab, Abu Jahal, dan abu-abu lainnya yang tidak beriman dengan wahyu dan risalah yang dibawa oleh Muhammad, tentu saja mempunyai versi dan persepsi tersendiri terhadap Islam. Jadi sama-sama menilai dan berbicara tentang Islam. Tapi kira-kira seorang yang beriman mau menerima Islam versi siapa?" Coba perhatikan kata-kata "diimani dan diamalkan oleh para Sahabatnya". Sampeyan menganggap bahwa para sahabat besar itu memiliki pemahaman yang tunggal. Tidak demikian, Sdr. Djono. Tentang tanah yang diwariskan Rasul kepada Fathimah putri Rasul saja, antara Umar dan Abu Bakar berbeda paham. Abu Bakar berpendapat bahwa Rasul tidak mewariskan harta dunia kepada putra-putranya. Maka, tanah Fathimah tersebut disita untuk negara. Sedangkan Umar, mengembalikan tanah tersebut kepada Ali (Fathimah sudah wafat) sewaktu Umar menjadi khalifah. Tentang pelaksanaan hukum potong tangan saja, Umar bebeda dengan sahabat lainnya. Umar tidak memotong tangan para pencuri di masa paceklik, bahkan mengancam pemotongan tangan para majikan. Banyak pelajaran yang perlu kita kaji dan pahami, baik pada diri Rasul maupun para sahabat. Sehingga, sampeyan tidak mengambil kesimpulan secara simple, yang malah keluar dari ajaran Islam. 5)TENTANG ABU HURAIRAH Anda begitu sepihak membela Abu Hurairah. Sampeyan seolah-olah orang yang ada di milis JIL ini tidak menekuni belajar Hadis. Di JIL ini banyak yang tamatan pesantren bahkan ada yang menjadi pengasuh pondok pesantren. Bagaimana mungkin sampeyan sepelekan?! Di bawah ini saya cuplikkan komentar sampeyan terhadap Abu Hurairah. "Kenapa Abu Hurairah yang terbanyak menyampaikan hadits? Karena Abu Hurairah dikaruniai kekuatan hafalan dan dia fokus memburu hadits." Sampeyan katakan bahwa Abu Hurairah dikaruniai kekuatan hafalan dan dia fokus memburu Hadis. Bagaimana dengan Sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali yang notabene Abu Bakar dan Umar dipercaya Nabi sebagai mertuanya, dan Utsman dan Ali sebagai menantunya. Keempat orang itu tentu lebih banyak bergaul dengan Rasul dan tidak diragukan lagi hafalannya dibandingkan AH yang ikut di masjid Nabawi selama 1,5 tahun bersama Nabi. Abu Hurairah pun tidak masuk klasifikasi orang yang diperintah Rasul untuk menghafalkan Alquran. Lalu, bagaimana dengan Ibu Aisyah yang disebut 1/2 agama dan menjadi rujukan para sahabat? Bagaimana Abu Hurairah yang dianggap Ibu Aisyah sebagai penyampai potongan Hadis? Bagaimana Abu Hurairah disebut pemburu Hadis, sedangkan semenjak Umar beliau diangkat menjadi gubernur dan dilanjutkan di masa Bani Umayyah. Abu Bakar menyebut memiliki ribuan Hadis, namun dia membakar semua catatan Hadis. Umar pun demikian, ketika menjadi khalifah, dia meminta para sahabat mengumpulkan semua catatan tentang Hadis, lalu semuanya dibakar. Jadi, pembakaran itu dilakukan ketika Abu Bakar maupun Umar menjadi khalifah dan bukan pembakaran catatan hadis orang-orang tertentu. Sehingga Hadis riwayat Abu Bakar dan Umar praktis sedikit jika dibandingkan AH. Mengapa koleksi Hadis Abu Hurairah banyak? Ini bukan karena kuatnya hafalan maupun dia pemburu Hadis. Ini karena banyaknya Hadis yang periwayatannya disandarkan kepada Abu Hurairah. Mengapa? Karena, Abu Hurairah menjabat gubernur yang tepercaya di masa pemerintahan Bani Umayyah. Pada masa itu terjadi konflik besar antara pengikut Bani Umayyah dan Ali bin Abu Thalib. Di dalam konflik itulah berhamburan Hadis dari pihak-pihak yang konflik, sehingga Bukhari menemukan 600 ribu Hadis, Ahmad menemukan lebih dari sejuta Hadis. 6) FILASAFAT LIBERAL Nabi Muhammad tentu tidak belajar filsafat liberal. Tapi, Nabi hadir untuk melakukan liberalisasi terhadap kehidupan umat manusia, khususnya orang-orang Arab. Sebelum Muhammad diangkat sebagai nabi, kehidupan masyarakat Arab dalam kebekuan yang dikenal jahiliyah. Yang ada ialah status quo para elite Quraisy. Nah, Nabi membebaskan masyarakat Arab waktu itu dari sistem keagamaan dan ketuhanan yang telah membeku. Semua tuhan yang dipercaya masyarakat Arab ditiadakan, dan dikembalikan pada sistem tauhid yang telah dibawa oleh Nabi Ibrahim. Liberalisasi, baik di bidang pemikiran maupun kehidupan umat, yang telah diteladankan oleh Kanjeng Nabi Muhammad harus diikuti. Sebab, jika kita berislam bersandar pada para ulama, maka kita akan terjerumus kepada penyembahan berhala. Perlu diketahui, tidak dikenal kerahiban atau kependetaan dalam Islam. Yang ada di dalam Islam ialah setiap orang harus berusaha untuk memahami kehidupan yang benar (tafaqquh al-diin) sebagaimana di QS 9:122. Setiap orang Islam harus membaca "ayat-ayat Alquran yang ada di dada orang-orang berilmu" (QS 29:49). Dengan membaca ayat-ayat yang ada di dalam dada orang berilmu, kita akan hidup liberal dalam naungan Allah! Demikian, semoga tausiyah ini banyak manfaatnya bagi kita semua. Salam, chodjim To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Tue, 5 Apr 2005 07:02:26 -0700 (PDT) Subject: ~JIL~ Sekali lagi soal kedudukan Hadis (1) Salam, Saya senang sekali, banyak tanggapan terhadap posting saya soal kedudukan hadis yang semula merupakan respon terhadap posting Dr. Machasin. Mohon maaf, saya tak bisa menulis agak detil kali ini. Tetapi, ini adalah tesis saya yang belum saya kaji lebih dalam dan perlu pembuktian lebih lanjut. Berdasarkan pembacaan saya atas beberapa studi kontemporer tentang sejarah perkembangan hadis (misalnya, Musthafa Al Siba'i, Muhammad 'Ajaj al Khathib, Yusuf Qardlawi, Fazlur Rahman, Mahmud Abu Rayyah, Muhammad Al Ghazali, Jamal Al Banna, dll.), saya menyimpulkan untuk sementara bahwa pada dua abad pertama Hijriyah, sebelum mulai dibukukan oleh Al Zuhri dan diteruskan oleh sarjana seperti Bukhari, Muslim, dll., hadis sebetulnya tidak mempunyai kedudukan sepenting seperti yang kita saksikan sekarang. Orang yang pertama dan paling bertanggung jawab untuk "mendudukkan" hadis seperti yang kita saksikan sekarang ini adalah Imam Syafii (ra) melalui karyanya yang terkenal, "Ar Risalah". Sebelum itu, kedudukan hadis atau sunnah tidak sepenting seperti yang kita lihat saat ini. Aktivitas pengumpulan hadis mulai meningkat sejak abad kedua hijriyah (8 M) dan kemudian menghasilkan beberapa kumpulan hadis yang dianggap otoritatif. Di antara sekian kumpulan hadis itu, ada enam yang paling dianggap otoritatif yang kemudian dikenal sebagai "al kutub al sittah" (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al Turmudzi, Sunan Ibn Majah, Sunan Abi Dawud, dan Sunan al Nasa'i). Di antara keenam buku kumpulan itu, dua di antaranya dianggap sebagai "kitab paling otoritatif setelah Qur'an", yaitu Shahih Bukhari dan Muslim. Sejak saat itulah, hadis pelan-pelan dianggap sebagai "kitab suci kedua" yang kedudukannya begitu penting dalam kehidupan umat Islam setelah Qur'an. Begitu pentingnya kedudukan hadis, hingga sejumlah ulama ushul fiqh ada yang berpendapat bahwa Qur'an bisa "dispesifikasi" (di-takhshish) oleh hadis. Ulama yang lain bahkan berpendapat lebih jauh lagi, dengan mengatakan bahwa Qur'an bisa "dibatalkan" (naskh) oleh hadis. Beberapa ulama juga mengembangkan sejumlah teori untuk melegitimasikan pandangan mereka tentang hadis itu. Imam Syafi'i, misalnya, merumuskan kaidah bahwa "idza shahha al hadis fa huwa madzhabi", jika sebuah hadis nyata-nyata merupakan hadis yang sahih (otoritatif), maka itu adalah mazhabku. Imam Syafi'i juga mengatakan bahwa, "La tukhalifu sunnatun li Rasuli Allahi kitaba Allahi bi halin" (tidak ada satupun sunnah Rasul yang bertentangan dengan Kitab Allah kapanpun). Kata-kata Imam Syafi'i yang terakhir ini untuk menunjukkan bahwa ada kesejajaran antara isi Qur'an dan Sunnah, dan bahwa Sunnah tak mungkin berlawanan dengan Qur'an (Catatan: tanpa mengurangi penghormatan atas Imam Syafi'i, saya berpendapat sebaliknya; ada beberapa hadis yang berlawanan semangatnya dengan Qur'an, misalnya hadis tentang perintah bunuh atas orang yang pindah agama; ini jelas bertentangan dengan ayat, "La ikraha fi al din"). Imam Alusi, dalam tafsir "Ruh al Bayan", mengutip dari Imam Syafi'i suatu pendapat berikut ini, "Semua yang yang diputuskan Nabi adalah hasil dari pemahaman beliau atas Qur'an". Pendapat yang paling umum diikuti oleh para ulama adalah bahwa kedudukan hadis adalah sebagai penjelas. Imam Syathibi dalam "al Muwafaqat" berpendapat bahwa, "inna al sunnah innama ja'at mubayyinatan lil kitabi wa syarihatan li ma'anihi" (sesungguhnya sunnah itu ada untuk menjelaskan dan menerangkan apa-apa yang tak jelas dalam Qur'an). Tetapi, Imam Syathibi juga mengatakan hal lain yang menarik berkenaan dengan sunnah, "wa law kana fi al sunnati syai'un la ashla lahu fi al kitabi lam takun bayanan lahu," jika di dalam sunnah terdapat sesuatu yang tak ada dasarnya dalam Qur'an, maka dalam keadaan demikian itu, sunnah tidak bisa lagi dianggap sebagai penjelas. Berdasarkan keterangan Al Syathibi ini, maka sunnah Rasul tidak bisa mengadakan suatu syariat atau hukum baru yang tidak ada dasarnya dalam Qur'an. Dalam pandangan para ulama, susunan dan urut-urutan dalil adalah sebagai berikut: Qur'an berada pada posisi paling atas. Disusul kemudian dengan sunnah yang juga dibagi atas dua tingkat. Ada yang disebut dengan "sunnah 'amaliyyah" (tradisi Nabi berupa tindakan) dan ada "sunnah qauliyyah" (tradisi Nabi berupa ucapan). Sunnah 'amaliyyah berada pada posisi kedua, dan kemudian disusul oleh sunnah qauliyyah. Dengan demikian, dalam pandangan para ulama, dikenal 3 dasar pokok dalam perumusan dalil, yaitu Qur'an, sunnah 'amaliyyah dan sunnah qauliyyah. Tentu, ini di luar dua dasar pokok yang lain, yaitu Ijma' dan Qiyas atau ijtihad. Setelah mengulas panjang lebar tentang kedudukan sunnah, Imam Syathibi mengatakan, "wa al maqthu'u bihi fi al mas'alati anna al sunnah laisat ka al Kitabi fi maratib al i'tibar." (Yang jelas mengenai soal ini adalah bahwa sunnah tidak sama kedudukannya dengan Qur'an). Inilah pendapat para ulama tentang kedudukan hadis. Pada kasus Imam Syathibi, kita masih melihat bahwa kedudukan hadis tidaklah diangkat setinggi rupa sehingga hampir atau bahkan menyamai Qur'an. Hadis atau sunnah tetap diletakkan pada posisi kedua. Tetapi sejumlah ulama lain ada yang mengangkat kedudukan hadis begitu tingginya sehingga seolah-olah setara dengan Qur'an itu sendiri, dengan mendasarkan diri pada hadis riwayat Abu Dawud, Al Darimi, dan Ibn Majah, "Ala wa inni utitu al Kitaba wa mitslahu ma'ahu". Dalam riwayat yang lain, "Ala inni utitu al Qur'ana wa mitslahu ma'ahu". Artinya, "Camkanlah, aku diberikan Kitab (Qur'an) dan kitab lain yang setara dengannya. Dalam persepsi sebagian besar umat Islam, hadis juga dianggap sebagai wahyu Allah, sehingga kedudukannya nyaris sama dengan Qur'an itu sendiri. Pandangan semacam ini didasarkan pada ayat, "wa ma yanthiqu 'anil hawa, in huwa illa wahyun yuha" (Dia [Muhammad] tidak berbicara dari hawa nafsunya; apa yang dia bicarakan adalah wahyu yang diberikan [oleh Allah]). Menurut saya, pandangan-pandangan semacam ini, yang menempatkan hadis dalam posisi yang begitu "suci", adalah perkembangan terakhir yang tidak ada pada masa sahabat dan tabi'in. Marilah kita lihat dengan sedikit agak rinci bagaimana sikap para sahabat dan tabi'in yang begitu takut untuk menuliskan hadis, karena khawatir akan menyaingi kedudukan Qur'an. Menurut Rasyid Ridla dalam tafsir Al Manar, hadis yang paling otoritatif berkenaan dengan larangan untuk menuliskan hadis adalah riwayat Ahmad, Muslim dan Ibn 'Abd al Barr dari sahabat Abi Sa'id Al Khudzry, di mana Nabi bersabda, "La taktubu 'anni syai'an illa al Qur'an, fa man kataba ghairal Qur'an fal yamhuhu," janganlah kalian menulis dari aku sesuatu selain Qur'an; barangsiapa menulis selain Qur'an, hendaknya dihapus. Umar adalah sahabat yang paling bertindak keras terhadap para sahabat yang meriwayatkan hadis. Umar pernah mempunyai ide untuk menuliskan sunnah Nabi, kemudian dia berubah pikiran dan menulis surat ke pelbagai penjuru agar siapapun yang memiliki catatan hadis, hendaknya segera dimusnahkan. Pada masa Umar, memang mulai banyak muncul sejumlah sahabat yang meriwayatkan hadis. Umar memerintahkan mereka untuk datang dan berkumpul, dan kemudian memerintahkan mereka untuk membakar catatan-catatan yang berisi kumpulan hadis yang mereka miliki. Umar berkata kepada mereka, "Mishnah, seperti Mishnahnya orang-orang Yahudi." Catatan: Mishnah adalah semacam tafsir atas Taurat yang dibuat oleh para Rabi Yahudi dan kemudian diajarkan secara turun-temurun. Umar membandingkan antara kumpulan hadis itu dengan Mishnah-nya orang-orang Yahudi. Umar juga pernah memenjarakan sejumlah sahabat karena terlalu banyak meriwayatkan hadis. Mereka antara lain: Abdullah Ibn Mas'ud, Abu al Darda', 'Uqbah bin 'Amir dan Abu Mas'ud Al Anshary Abu Bakar juga termasuk sahabat yang dikenal tidak menyukai penulisan hadis. Dalam kumpulan hadis-hadis mursal yang diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, dikisahkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan sejumlah sahaabt setelah wafatnya Nabi, lalu berkata kepada mereka, "Suatu saat, kalian akan mengisahkan dari Rasul sejumlah hadis di mana kalian akan berbeda-beda. Orang-orang setelah kalian akan berbeda lebih parah lagi. Oleh karena itu, janganlah mengisahkan sesuatu dari Rasul (selain Qur'an). Siapapun yang bertanya pada kalian, katakan saja: antara kita dan kalian terdapat Kitab Allah, maka halalkan hal-hal yang dikatakan halal di sana, dan haramkan hal-hal yang dikatakan haram di sana." Salah satu kisah yang menarik dan sangat populer adalah tindakan Umar yang di kalangan oang-orang Syi'ah sudah pasti akan dianggap kontroversial, saat Rasul menjelang wafat. Nabi meminta kertas kepada para sahabat yang menungguinya, agar beliau bisa menuliskan sesuatu (boleh jadi sebagai wasiat). Umar mencegah, sembari berkata, "Sudah cukup Kitab Allah!" Sahabat Ibn Mas'ud juga dikenal sebagai orang yang sangat takut meriwayatkan hadis. Dikisahkan oleh 'Amr ibn Maimun, bahwa dirinya selama setahun selalu mondar-mandir ke tempat Ibn Mas'ud, tetapi selama itu, dia tak pernah sekalipun mendengar satu pun hadis dari dia. Tetapi, suatu ketika, lidah Ibn Mas'ud kepleset, dan mengatakan, "Rasul bersabda". Kontan, dia kelihatan bersedih dan keringat menetes dari pelipisnya, karena takut melanggar larangan Nabi untuk meriwayatkan hadis. Saya kira, keterangan ini cukup untuk membuktikan bahwa pada masa sahabat, terdapat keengganan untuk meriwayatkan hadis. Alasannya jelas, seperti pernah dikatakan oleh Umar. Ada dua riwayat dari Umar mengenai alasan kenapa dia tak suka hadis dituliskan. Riwayat pertama adalah "La kitaba ma'a kitabi Allahi" (tidak ada Kitab Suci lain kecuali Kitab Allah [maksudnya: hadis bukanlah Kitab Suci). Riwayat kedua adalah "Wallahi inni la asyubu kitab Allahi bisyai'in abadan" (demi Tuhan, aku tidak akan sekali-kali mencampurkan hal-hal lain kepada Kitab Allah). Riwayat-riwayat ini memperlihatkan bahwa sahabat sangat khawatir jika kedudukan Qur'an disaingi oleh sumber-sumber selainnya, termasuk oleh hadis sendiri. Bahkan Umar menyamakan kumpulan hadis dengan Mishnah-nya orang Yahudi. Saya akan kutipkan pendapat murid Muhammad Abduh, Mahmud Abu Rayyah, dalam bukunya yang sangat kontroversial, "Adhwa' 'ala al Sunnah al Muhammadiyyah" yang terbit sudah cukup lama, sekitar tahun 50-an. Menurut Abu Rayyah, kemungkinan alasan Nabi untuk melarang penulisan hadis adalah "likai la taktsura awamir al syar' wa la tattasi'u adillatul ahkami," agar perintah-perintah agama tidak mekar menjadi begitu luas, juga agar dalil-dalil hukum tidak membengkak menjadi begitu banyak. Sebagaimana kita tahu, Nabi sangat tidak suka jika para sahabat banyak bertanya, sehingga hal-hal yang semula tak diharamkan menjadi haram gara-gara ditanyakan. Alasan lain, sebagaimana disebutkan oleh Abu Rayyah, adalah bahwa sejumlah hadis hanyalah menyangkut kasus-kasus spesifik yang ada pada zaman Nabi, sehingga tak relevan untuk zaman berikutnya. Jika diceritakan, maka yang semula merupakan hadis partikular menjadi universal. Catatan: lihatlah, betapa bedanya dengan keadaan zaman ini, di mana umat Islam begitu obsesif menanyakan hukum segala hal. Akibatnya fiqh menjadi membengkak, dan tiba-tiba "berislam" sama saja dengan "berfiqih". Jamal Al Banna, adik kandung Hasan Al Banna, pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, menyebut bahwa tampaknya fiqih pelan-pelan sudah menjadi "agama tersendiri". Ini semua gara-gara semua orang bertanya tentang hukum segala hal. Karena kedudukan hadis yang makin begitu penting di kalangan umat Islam, maka muncul pula suatu anggapan implisit bahwa apa yang tertera dalam kitab-kitab hadis adalah rekaman asli ucapan Nabi sebagaimana aslinya. Karena Shahih Bukhari dan Muslim dianggap sebagai "kitab yang paling otoritatif setelah Qur'an (ashahhul kutub ba'dal Qur'an), maka timbul anggapan yang tak terucapkan bahwa apa yang tercatat dalam dua buku itu adalah rekaman ucapan Nabi yang persis seperti aslinya dulu. Ini salah besar. Dan anggapan semacam ini timbul karena "keluguan" saja. Ada juga anggapan diam-diam yang lain, bahwa para perawi hadis itu adalah orang-orang yang hafalannya spesial, fotografik, luar biasa, sehingga tak mungkin ada distorsi dalam periwayatan hadis. Saya, dulu, kerap mendapatkan pelajaran bahwa seorang pengumpul hadis bisa menghafal ratusan ribu hadis di luar kepala. Menurut saya, ini tidak mungkin. Ini hanya mitos yang sengaja dikembangkan untuk melegitimasikan otoritas para pengumpul hadis. Dulu dan sekarang sama saja: ada sejumlah orang yang ingatannya baik, ada yang buruk. Tetapi menghafal ratusan ribu hadis, tanpa kekeliruan sedikitpun, jelas merupakan hal yang mustahil. Sebagaimana pernah saya katakan dalam posting sebelumnya, sebagian besar hadis diriwayatkan secara "bil ma'na". Artinya: sebagian besar hadis bukanlah rekaman asli ucapan Nabi sebagaimana adanya. Isi dan pesannya adalah dari Nabi, tetapi redaksinya boleh jadi dari perawi sendiri. Saya kutipkan pendapat Rasyid Ridla dalam tafsir Al Manar, "Tidak ada keraguan lagi, bahwa sebagian besar hadis diriwayatkan secara ma'na, sebagaimana diketahui oleh semua orang dan disepakati oleh banyak ulama. Buktinya adalah perbedaan para perawi dalam kitab-kitab yang dianggap otoritatif dalam meriwayatkan redaksi hadis, bahkan hadis yang pendek sekalipun." Hadis yang kemungkinan besar merekam secara persis ucapan Nabi adalah hadis-hadis yang masuk dalam kategori "hadis mutawatir", katakan saja hadis yang populer. Menurut Rasyid Ridha, jumlahnya tak seberapa. Pandangan lain yang juga cukup menyedihkan dan sekarang meluas di kalangan umat Islam adalah bahwa segala hal yang dicontohkan Nabi sebagaimana direkam dalam hadis harus diikuti 100% oleh umat Islam. Karena banyak hal tak diterangkan oleh Qur'an, dan lebih banyak hal lain lagi yang dijelaskan oleh hadis, maka sudah logis jika dalam banyak hal umat Islam lebih tertolong oleh hadis ketimbang oleh Qur'an. Karena hadis dianggap sebagai sumber yang "suci", yang seolah-olah hampir sama dengan Qur'an, maka jika dalam sebuah diskusi seseorang menyebut sebuah hadis, maka seolah-olah hadis itu menjadi "pamungkas" untuk menjawab hal yang sedang diperdebatkan. Hadis, meminjam istilah yang dipakai oleh Imam Ghazali, menjadi semacam "faishal al tafriqah". Saya tak menentang seluruhnya pendapat seperti ini. Bagaimanapun, hadis dan sunnah adalah warisan berharga yang ditinggalkan Nabi. Tetapi, harus ada sikap kritis terhadap pendapat semacam ini. Marilah kita pertimbangkan hal-hal berikut ini. Pertama -- larangan Nabi untuk menuliskan hadis, seperti diulas panjang lebar di atas, sebetulnya memperlihatkan bahwa hadis bukanlah sumber yang mutlak harus diikuti. Saya kutipkan sekali lagi pendapat Abu Rayyah mengenai hal ini, "Jika engkau tambahkan atas argumen-argumen (yang sudah disebutkan di atas) adanya riwayat tentang ketaksukaan para sahabat untuk meriwayatkan hadis, bahkan mereka membeci dan melarang hal itu, maka engkau akan menarik kesimpulan yang kuat bahwa para sahabat itu tak hendak menjadikan semua hadis sebagai 'agama' sebagaimana Qur'an." Kedua -- banyak sekali kasus-kasus di mana sahabat bertindak melawan petunjuk yang terkandung dalam hadis. Contoh yang paling terkenal adalah kasus di mana Umar tidak membagikan tanah Irak yang ditaklukkan oleh pasukan Islam kepada mereka, sebagaimana menjadi kebijakan Nabi. Hal ini bukan saja merupakan tindakan sahabat saja, bahkan para ulama fiqh juga melakukan hal yang sama. Banyak hukum fiqh yang dibuat oleh para ulama dan menyalahi hadis-hadis yang shahih. Ibn al Qayyim, dalam "I'lam al Muwaqqi'in", menyebutkan tak kurang dari 60 masalah hukum di mana ulama fiqh mempunyai pendapat yang berbeda dengan hadis-hadis yang shahih. Abu Hanifah sangat jarang sekali berpegang pada hadis, kecuali beberapa hadis yang dianggapnya mutawatir. Hadis ahad atau hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi saja, tidak dipakai oleh Abu Hanifah sebagai dasar hukum. Ketiga -- para ulama umumnya berpendapat bahwa dalam masalah-masalah keduniaan, kebijaksanaan dan ucapan Nabi bukanlah sesuatu yang seluruhnya mengikat. Para ulama membedakan antara dua jenis perintah agama yang bersumber dari sunnah atau hadis Nabi. Ada yang disebut sebagai "amr taklif", dan ada "amr irsyad". "Amr taklif" artinya perintah Nabi yang berkaitan dengan hal-hal peribadatan yang memang dalam dirinya merupakan sesuatu yang dimaksudkan sebagai "qurbah" atau ibadah kepada Allah. "Amr irsyad" artinya petunjuk atau perintah Nabi yang berkaitan dengan hal-hal keduniaan secara umum. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan "amr irsyad", Nabi dimungkinkan berbuat salah. Ada anggapan umum bahwa Nabi adalah "ma'shum", infallible, terjaga dari kesalahan dalam semua hal, sesuai dengan bunyi ayat, "wa ma yanthiqu 'an al hawa in huwa illa wahyun yuha" (dia tak berbicara dengan hawa nafsunya; apa yang ia bicarakan adalah wahyu yang diberikan oleh Allah). Ayat ini dipahami secara salah sebagai dalil untuk mengatakan bahwa Nabi terlindung dari kesalahan dalam semua hal. Al Qadli 'Iyadh, dalam kitabnya yang terkenal "Al Syifa'", mengatakan bahwa, "amma ahwaluhu fi umur al dunya faqad ya'taqidu al syai'a 'ala wajhin wa yazharu khilafuhu, aw yakunu minhu 'ala syakkin aw dzannin bikhilaf umur al syar'" (Adapun sikap-sikap Nabi dalam hal-hal keduniaan, maka dia boleh jadi beranggapan bahwa sesuatu itu begini padahal kenyataannya lain, atau boleh jadi dia dalam keadaan bimbang atau sangkaan belaka, berbeda dalam hal-hal yang menyangkut masalah keagamaan). Ummi Salamah menuturkan riwayat berikut ini, di mana Nabi bersabda, "Sesungguhnya aku hanyalah manusia, dan kalian bersengketa (dan melaporkannya) kepadaku. Boleh jadi (dalam adu argumen), sebagian kalian lebih pandai berhujjah daripada yang lain, lalu aku menghukumi berdasarkan pada apa yang aku dengar. Barangsiapa yang (karena putusanku) memperoleh sesuatu dari saudaranya (secara salah, karena ia pandai berhujjah), maka hendaknya janganlah mengambil sesuatu itu, sebab sesungguhnya aku hanya memberinya sepercik dari api neraka". Jika dalam masalah-masalah keduniaan Nabi terlindung dari kesalahan, maka sudah pasti Nabi tidak akan mengucapkan hal seperti itu. Bahwa dalam masalah-masalah keduniaan Nabi tidak ma'shum atau terlindung dari kesalahan, hal itu tidak menjadi cacat baginya; "la washma 'alaihim fihi," kata al Qadli 'Iyadh. Gagasan pokok yang ingin saya sampaikan melalui uraian yang panjang ini adalah bahwa sesungguhnya kedudukan hadis haruslah kita tempatkan secara proporsional. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Syathibi, betapapun pentingnya kedudukan hadis, dia tak akan dapat menyamai Qur'an, dan janganlah hadis ditempatkan pada posisi yang terlalu sakral. Cara umat Islam saat ini memperlakukan hadis seolah-olah mengesankan bahwa hadis adalah "kitab suci kedua" setelah Qur'an. Seperti yang sudah ditunjukkan di atas, hadis tidaklah menduduki tempat yang begitu penting pada masa sahabat dan tabiin. Hadis juga bukanlah sesuatu yang mengikat secara mutlak dari segi hukum. Sebagian besar hadis diriwayatkan secara makna, bukan secara redaksional persis seperti yang disabdakan Nabi. Lebih dari itu --dan inilah poin yang penting--, hadis adalah "tafsiran" dan pemahaman Nabi atas Islam sesuai dengan konteks yang dia hadapi. Sebagaimana dikatakan oleh Abu Rayyah, maksud Nabi melarang sahabat untuk menuliskan hadis adalah agar tidak terlalu banyak hukum dan dalil agama. Argumen yang selalu dikatakan oleh umumnya kalangan umat Islam adalah bahwa tanpa hadis, maka banyak hal yang tak dapat diketahui dengan lengkap hanya semata-mata bergantung pada Qur'an. Shalat selalu disebut sebagai contoh. Qur'an tidak menyebutkan tata cara salat dengan rinci. Tetapi komentar saya: selain shalat, zakat dan mungkin nikah, hadis hanya sedikit sekali memerinci hal-hal yang hanya disebutkan secara rinci dalam Qur'an. Posisi saya adalah: jika Qur'an tidak menyebutkan suatu hukum mengenai sebuah soal secara jelas, maka kita diberikan kelonggaran. Sebagai contoh: Qur'an sama sekali tidak menyinggung apakah perempuan boleh menjadi imam dalam salat atau tidak. Oleh karena itu, soal status boleh tidaknya perempuan menjadi imam salat atau tidak adalah kembali kepada kaidah asal, yaitu "al jawaz", bahwa segala sesuatu itu boleh selama tak ada ketentuan yang jelas dalam Qur'an. Pada bagian berikut, saya akan mengulas agak sedikit lebih detil soal Abu Hurairah. Bersambung........ To: islamliberal@yahoogroups.com From: "dar jono" Date: Tue, 5 Apr 2005 20:16:30 -0700 (PDT) Subject: Re: ~JIL~ Sekali lagi soal kedudukan Hadis (1) Sama sekali tidak ada yang baru dalam tulisan Chodjim. Semuanya bisa ditemukan jawabannya dalam email saya yang lalu. Dia hanya mencecar kita dengan rentetan "prasangka" sejarah (yang sesekali dibumbui dengan kekeliruan dalam pengungkapan fakta) untuk menjatuhkan atau melemahkan posisi Hadits di mata kita. Sungguh merugi orang yang menelan bulat-bulat fakta dan analisa sejarah versi Chodjim --tanpa sikap kritis-- dalam rangka mengkritisi Hadits sebagai sumber hukum! Saya bisa saja meng-counter kritik hadits ala Chodjim dengan cara yang sama menggunakan pisau analisa sejarah pula. Tapi apa hasilnya? Debat kusir! Jangankan sejarah masa lampau dimana data dan informasi yang sampai ke tangan kita sangat terbatas; kejadian yang terjadi kini dan di sini saja --ketika data dan informasi bertebaran di mana-mana-- tetap saja akan selalu mengundang kontroversi. Fakta boleh sama, tapi analisa dan persepsi terhadap fakta berbeda-beda! Sekali lagi, Islam --demikian pula sejarah Islam dan ummat Islam-- bisa ditinjau dari beragam versi dan persepsi. Jangan dikira para ulama kita (termasuk para Ahlul Hadits) tidak mengetahui dan menutup mata terhadap pelbagai drama sejarah, konflik dan intrik politik tersebut. Para ulama kita maklum dan mafhum. Bahkan sebagian besar kejadian sejarah yang diangkat dan diungkit oleh Chodjim ternyata bersumber dari riwayat Ahlul Hadits sendiri yang dia pertanyakan itu :)). Seperti yang diakui oleh Chodjim dkk sendiri, "kritik hadits" sebetulnya dipelopori oleh para Ulama Hadits sendiri. Didorong oleh kesadaran akan pentingnya Hadits sebagai sumber hukum dalam Islam, mereka melakukan proses penyaringan Hadits secara ketat. Kegiatan tersebut berpijak atas asumsi yang telah disepakati yaitu bahwa Islam adalah agama terakhir yang dijamin kelestariannya oleh Allah hingga Hari Akhir dan bahwa Sunnah Rasulullah saw merupakan sumber hukum Islam. Kedua asumsi tersebut jelas dalilnya dalam al-Quran dan telah disepakati secara pasti oleh seluruh ulama. Di atas kedua asumsi tersebut, dibangunlah paradigma "kritik hadits" yang bertujuan untuk mendapatkan hadits shahih yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Maka disusunlah metode seleksi, verifikasi dan kodifikasi hadits yang sangat canggih yang disebut Musthalah Hadits. Ajaib dan manusiawi. Itulah "kritik hadits" versi orang beriman! Adapun orang liberal tidak memiliki semua (asumsi, paradigma dan metodologi) itu. Akibatnya, kritik hadits yang mereka tawarkan semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan atau melemahkan posisi hadits sebagai sumber hukum. Modal mereka hanyalah pisau analisa sejarah yang dimainkan dengan logika berpikir yang relatif dan subjektif. Pendeknya, tidak ilmiah! Dengan cara begitu, semua orang bisa saja melempar seribu-satu macam kesangsian terhadap Hadits maupun Quran. Kalau dibahasakan secara formal-legalistik; sebelum memulai kegiatan "kritik hadits" para ulama terlebih dahulu MENGINGAT adanya dalil-dalil qath'i (al-Quran) tentang kedua asumsi di atas, kemudian MENIMBANG tentang fakta banyaknya beredar hadits palsu, setelah itu barulah mereka MEMUTUSKAN dan MENETAPKAN kriteria dan prosedur verifikasi hadits secara cermat dan teliti. Kaum liberal hanya mempertimbangkan fakta dan tidak mengingat kedua asumsi dasar keimanan tersebut. Jadi, seperti yang saya katakan pada email terdahulu, anda memilih versi yang mana? Mengulang omongan Chadjim sendiri: selebihnya... terserah anda :) Tentang posting terakhir Ulil, dalam batas-batas tertentu, saya masih agak salut, karena dia terlihat tidak gegabah untuk menembak-jatuh posisi Hadits. Mudah2an selanjutnya masih begitu. -------------------------------------------------------------------------------- "Dardjono" sengaja tidak menanggapi banyak tulisan Ulil. Disamping karena inti pesannya tidak berbeda dengan tulisan Chodjim, "dardjono" juga memberi kesempatan kepada Ulil untuk menyelesaikan tulisannya sebagaimana yang dia janjikan yakni tentang Abu Hurairah. "Dardjono" sudah mempersiapkan tulisan seperti di bawah ini: -------------------------------------------------------------------------------- Tulisan Ulil senada dengan Chodjim, dan dia pun memasukkan riwayat yang secara "ilmu musthalah hadits" amat sangat lemah. Sekali lagi, terpampang nyata belang kaum liberal. Katanya sih mereka mengkritik kualitas keabsahan hadits, padahal mereka sendiri tidak malu dan tidak ragu menggunakan hadits-hadits yang telah dinyatakan lemah oleh para peneliti hadits. Dalam tulisannya, Ulil berusaha untuk menimbulkan kesan yang menafikan atau paling tidak mengecilkan kedudukan Hadits di dalam Islam. Caranya dengan memutarbalikkan fakta sejarah, mengutip riwayat palsu dan memberikan penafsiran terhadap ucapan dan tindakan para Sahabat dan ulama secara bias dan keliru bahkan bertolakbelakang dari maksud yang sebenarnya. Pertama; Ulil memutarbalikkan fakta sejarah dengan mengatakan: bahwa orang pertama yang "mendudukkan" hadis seperti sekarang ini adalah Imam Syafii melalui kitabnya "Ar Risalah"; katanya lagi: sebelum itu, kedudukan hadis atau sunnah tidak sepenting ini. Suatu penipuan sejarah yang luar biasa! Menurut sejarah, paham "inkar as-sunnah" (penolakan terhadap Sunnah) bermula muncul di masa Imam as-Syafi'i. Istilah yang dipakai oleh as-Syafi'i untuk golongan "inkar as-sunnah" adalah "at-tha'ifat al-latii raddat al-akhbar kullaha" (golongan yang menolak seluruh hadits). Alhasil, beliau tampil dan merasa terpanggil untuk membantah mereka dalam berbagai kitabnya. Jadi pembelaan beliau terhadap Sunnah hanyalah sebagai reaksi terhadap munculnya aliran baru yang menolak sunnah; bukan aksi pribadi untuk mengangkat-angkat as-Sunnah. Karena sebelum itu, sejak zaman Sahabat, as-sunnah telah menempati kedudukan yang istimewa sebagai sumber hukum dan petunjuk. Seluruh ulama' telah ijma' (sepakat) --dengan dalil naqli maupun aqli-- bahwa as-sunnah adalah sumber hukum Islam. Dalil-dalilnya terlalu banyak dan semua orang sudah sering membaca dan mendengarnya. Kedua; Ulil mengangkat sebuah riwayat bahwa Umar pernah memenjarakan beberapa sahabat karena terlalu banyak meriwayatkan hadits. Riwayat ini sebenarnya tidak terdapat dalam kitab yang mu'tabar dan tanda kepalsuannya sudah nampak. Kalaupun riwayat tersebut sah, sama sekali tidak bisa mengurangi otoritas hadits. Perbuatan Umar --andaikata pernah-- seperti itu hanyalah upaya mencegah kekeliruan dalam meriwayatkan hadits. Ibnu Hazm telah menegaskan bahwa riwayat Umar memenjarakan tiga sahabat besar itu adalah dusta [Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam II:139]. Ketiga; Ulil menyitir dan memelintir ucapan dan tindakan sejumlah sahabat, ulama dan juga orang yang bukan ulama, sedemikian rupa untuk menjatuhkan kedudukan dan otoritas hadits dan sunnah di mata kita. Sebelum saya menunjukkan kebengkokannya, terlebih dahulu harus diingat bahwa dengan sejumlah besar dalil naqli dan dalil aqli, semua kutipan Ulil tersebut sesungguhnya tidak bisa menggoyahkan keyakinan kita terhadap otoritas hadits. Pandangan bias dan miring terhadap hadits dan sunnah bisa terjadi karena sebelumnya Ulil menempatkan kutipan-kutipan tersebut dalam kacamata konteks dan konsep yang telah diajukan sebelumnya. Sejak di awal tulisan dia sudah memaparkan kesimpulan (prasangka) sepihaknya bahwa pada dua abad pertama Hijriyah hadis tidak mempunyai kedudukan sepenting sekarang. Meskipun dia bilang itu baru kesimpulan "sementara" dan belum dikaji dalam, tapi dengan cara demikian dia sudah memasangkan kacamata bias itu ke dalam benak pembaca. Padahal dalam memahami agama ini, tidak boleh dibangun di atas prasangka dan praduga. Mendalami agama harus dimulai dengan asumsi yang jelas, aqidah yang kokoh dan kaidah yang konsisten. Itulah yang telah berhasil dibangun oleh Rasulullah saw dan dipahami oleh para Sahabat kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh generasi ulama sesudahnya yang istiqamah di atas jalan yang lurus dan terang itu hingga sekarang. Bila kita meyakini kelestarian ajaran Islam sebagai agama yang terakhir, orisinalitas al-Quran yang terjaga keaslian dan kemurniannya hingga akhir zaman, memahami kedudukan sunnah sebagai penjelasan, penjabaran dan penerapan rinci dan konkrit dari al-Quran maka kita akan mengerti makna dan maksud dari setiap ucapan dan tindakan para sahabat dan ulama yang dikutip oleh Ulil tersebut. Semua riwayat yang menerangkan larangan menulis hadits atau larangan banyak meriwayatkan hadits didorong oleh maksud berikut: a. menjaga kemurnian al-Quran dari pencampuran dengan al-Hadits, b. mengkonsentrasikan kaum muslimin untuk membaca, menghafal dan mengajarkan al-Quran di tengah-tengah ummat, c. menjaga al-Hadits itu sendiri dari kesalahan periwayatan yang berakibat fatal karena berbohong atas nama Rasulullah saw. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab sesungguhnya pernah merencanakan untuk menghimpun hadits Nabi secara tertulis. Untuk itu Umar terlebih dahulu meminta pertimbangan para sahabat lainnya dan mereka pun menyetujuinya. Tetapi setelah satu bulan Umar mohon petunjuk kepada Allah dengan shalat istikharah, akhirnya dia mengurungkan niatnya itu. Dia khawatir, himpunan hadits itu akan memalingkan perhatian ummat dari al-Quran. [Baca kitab Jami' Bayan al-'Ilm wa Fadhlih karangan Ibn 'Abd al-Barr] Larangan menulis hadits yang sifatnya "pembatasan sementara" (karena ada juga perintah lain untuk mencatat dan menyebarkan al-Hadits) itu terjadi di awal-awal Islam (masa sahabat). Setelah al-Quran banyak dihafalkan dan mushaf al-Quran selesai ditadwin dan disebarkan di masyarakat, barulah di masa tabi'in dan sesudahnya, para ulama sibuk mencari, meneliti, menyeleksi dan mengkodifikasi hadits. Tidak ada secuil pun makna dan maksud untuk mengecilkan apalagi menafikan otoritas hadits sebagai sumber utama ajaran Islam sesudah al-Quran. Malah adanya sikap yang sangat "pelit" atau "takut" dari sebagian sahabat untuk meriwayatkan hadits justru merupakan wujud nyata dari pengagungan mereka terhadap al-Hadits. Seandainya hadits adalah rekaman ucapan dan tindakan seorang Nabi yang hanya bernilai sejarah, tidak bernilai hukum, niscaya tidak sehatihati itu para Sahabat dalam meriwayatkannya. Mereka paham betul nilai, implikasi dan konsekwensi hukum dari setiap ucapan dan tindakan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak ada gunanya seorang Ulil membuat tesis dan hipotesis untuk melemahkan kedudukan Hadits dan Sunnah, seolah-olah dia yang lebih mengerti isi, makna dan maksud al-Quran serta lebih memahami pesan dan wasiat Rasulullah saw ketimbang para Sahabat yang hidup bersama beliau serta mendengar dan melihat langsung al-Quran diturunkan, dibacakan dan dipraktikkan di tengah-tengah mereka. Untuk lebih membelalakkan mata orang-orang yang tertipu dengan pemutarbalikan fakta gaya Ulil, yang membawa-bawa nama Ulama untuk mengecilkan otoritas Hadits, silakan simak sendiri ucapan empat ulama dan imam besar Islam (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad bin Hanbal) yang tercantum di box sebelah kanan. Itulah tulisan yang dipersiapkan oleh "dardjono" untuk membanting kritik Ulil tentang otoritas hadits. Tapi setelah lama dinanti-nanti tulisan Ulil tentang Abu Hurairah seperti yang dia janjikan ternyata tidak kunjung dia luncurkan. Malah akhirnya yang muncul di milis adalah email "sampah" dari Ulil seperti berikut ini: To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Wed, 13 Apr 2005 21:55:41 -0700 (PDT) Subject: RE: ~JIL~ Seks Pra Nikah: Dua Joke Salam, Berikut ini hanya joke saja: (1) Islam melarang hubungan seks sebelum nikah. Jadi kalau anda sudah menikah, anda diperbolehkan berhubungan seks. Makanya, nikahlah dulu, baru setelah itu bebas berhubungan seks dengan siapa saja..... :-))))))) (2) Mufti Bosinia, Mustapha Ceric, pernah bertanya kepada seorang sekuler, "Apa defenisi anda tentang sekularisme?" Jawab Si Sekuler, "Orang-orang sekuler adalah orang yang tak pergi ke gereja." Si Mufti langsung menyahut, "Kalau begitu, kita sama-sama sekuler, karena saya juga tidak pergi ke gereja. Saya hanya pergi ke masjid." (Joke ini saya dengar langsung dari Mustapha Ceric). Ulil To: islamliberal@yahoogroups.com From: "dar jono" Date: Thu, 14 Apr 2005 17:04:50 -0700 (PDT) Subject: Re: ~JIL~ Seks Pra Nikah: Dua Joke Saya juga punya semacam anekdot: Mas Asri dan Mbak Sri terlibat dialog. Mbak Sri: Betulkah dalam hukum Islam, pencuri dipotong tangannya? Mas Asri: NA'AM (iya) Mbak Sri: Betulkah suami atau isteri yang berselingkuh dirajam? Mas Asri: SHAH (betul) Mbak Sri: Betulkah pembunuh dihukum mati? Mas Asri: BALAA (tentu) Mbak Sri: Kalau begitu dimana-mana akan kita lihat orang-orang berjalan nggak punya tangan, anak-anak kehilangan ayah atau ibu karena dirajam dan setiap hari ada orang dieksekusi mati. Mas Asri: Koq gitu? Mbak Sri: Setiap hari kan banyak orang yang mencuri, selingkuh dan membunuh. Mas Asri: Sekarang kan belum berlaku hukum Islam, mbak. Mbak Sri: :-O :-( :-| :-) Saya juga mau berpantun: Kunanti-nanti ceritamu tentang Pak Kucing *) Kau datang dengan dua joke Kucari-cari cerita bumbu yang agak garing Aku karang anekdot juga oke *)Pak Kucing = Abu Hurairah -------------------------------------------------------------------------------- Catatan: dalam anekdot tersebut dipakai nama "Mbak Sri" berhubung ada peserta milis bernama Sri yang selalu mengkritik hukum pidana Islam yang menurutnya "tidak manusiawi". Begitulah bunyi email terakhir "dardjono" sebelum --seperti biasa-- dicekal lagi. Selanjutnya orang awam menantang intelek liberal Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS 4:59] <> Barangsiapa yang mentaati Rasul maka berarti ia telah menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta'atan), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. [QS 4:80] <> Dan ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kamu kepada Rasul (Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [QS 5:92] <> Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan kamu satu sama lain. Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. [QS 24:63] <> Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kapada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thagut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. [QS 4:60] <> Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. [QS 4:61] <> Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [QS 4:65] <> Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya ; dan baginya siksa yang menghinakan. [QS 4:13-14] <> Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. [QS 24:51-52] <> Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?" Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. [QS 58:5-8] <> Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hati kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [QS 33:21] <> Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". [QS 3:31-32] <> Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap ummatku akan masuk syurga, kecuali yang enggan". Mereka (para sahabat) bertanya: "Siapa itu yang enggan?" Jawab beliau: "Siapa yang mentaatiku pasti masuk syurga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka ia lah yang enggan". [HR. al-Bukhari] <> Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah: "Datang malaikat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau tidur, sebagian malaikat berkata bahwa beliau tidur dan sebagian lain berkata bahwa yang tidur adalah matanya namun hatinya jaga. Malaikat ini berkata: "Sesungguhnya sahabat kalian ini memiliki perumpamaan maka berilah perumpamaan baginya". Maka di antara malaikat ada yang berkata: "Sesungguhnya beliau tidur", sebagian lain berkata: "Sesungguhnya mata beliau tidur namun hatinya jaga", maka malaikat itu berkata: "Perumpamaannya adalah bagaikan seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah, di dalam rumah itu ia menyediakan meja yang di atasnya terdapat hidangan, lalu ia mengutus orang untuk mengundang. Adapun yang memenuhi undangan itu maka ia masuk ke dalam rumah itu dan memakan hidangan itu, sedangkan yang tidak memenuhi undangan tersebut, maka tidak masuk ke dalam rumah itu dan tidak memakan hidangan tersebut". Para malaikat itu berkata: "Ta'wilkanlah itu padanya sehingga dipahaminya". Maka di antara mereka ada yang berkata : "Sesungguhnya beliau sedang tidur", sebagian lainnya berkata : "Sesungguhnya matanya tertidur sedangkan hatinya jaga", maka berkata malaikat itu: "Rumah itu adalah Surga, sedang orang yang mengundang itu adalah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Barangsiapa yang mentaati Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berarti ia taat kepada Allah, dan barangsiapa yang durhaka terhadap Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berarti ia telah durhaka terhadap Allah. Muhammad adalah (sosok) yang dapat membedakan manusia". [HR. al-Bukhari] <> Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu 'anhu berkata : “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali Nabi itu berkewajiban menunjuki ummatnya (jalan) kebaikan yang ia ketahui untuk mereka dan menyampaikan peringatan terhadap (jalan) kejahatan yang ia ketahui berdampak buruk untuk mereka." [HR Muslim] <> Dari Miqdam bin Ma'dikariba, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Al-Qur'an dan yang seperti itu bersamanya (yakni as-Sunnah), ketahuilah nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya seraya berkata: Cukuplah bagi kamu berpegang dengan Al-Qur'an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya maka halalkanlah, dan apa-apa yang kalian hukum haram di dalamnya maka haramkanlah. (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang diharamkan oleh Rasulullah sama seperti yang diharamkan oleh Allah". [HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dishahihkan Hakim dan Ahmad] <> Seorang tabi'in yang bernama Mutharrif bin Abdullah bin Syakhir pernah ditanya oleh seseorang: "Janganlah engkau sampaikan kepada kami selain Al-Qur'an saja". Mutharrif berkata: "Demi Allah kami tidak menghendaki ganti dari Al-Qur'an, tetapi kami ingin (menyampaikan) penjelasan dari orang yang lebih mengetahui tentang Al-Qur'an daripada kami, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau yang menjelaskan Al-Qur'an, menerapkan dalam pengajarannya, menerangkan maksud dan tujuan firman Allah, serta merinci hukum-hukumnya dengan sunnah beliau yang suci. Beliau adalah qudwah (teladan) bagi kaum muslimin sampai hari kiamat, oleh karena itu berpeganglah kalian dengan As-Sunnah ini sebagaimana kalian berpegang kepada Al-Qur'an, dan jagalah As-Sunnah ini sebagaimana kalian menjaga Al-Qur'an". <> Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: "Sesungguhnya yang mencegahku menyampaikan banyak hadits kepada kalian karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Siapa yang sengaja berdusta atas namaku hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka." [HR. Bukhari dan Muslim] <> Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: "Apabila aku menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada kalian maka sungguh aku jatuh dari langit lebih aku sukai daripada aku berdusta atas nama beliau. Lain halnya bila aku menyampaikan berita tentang peristiwa antara aku dan kalian maka sesungguhnya peperangan itu adalah tipu muslihat." [HR. Bukhari] <> Dari al-Mughirah radhiyallahu 'anhu berkata: "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya berdusta atasku tidak seperti berdusta atas orang lain, maka barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka." [HR. al-Bukhari dan Muslim] <> Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu 'anhu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dari kami, kemudian dia menyampaikan (kepada orang lain) sebagaimana yang dia dengar. Bisa jadi orang yang diberi kabar darinya lebih paham daripada dia (yang mendengar langsung).” [HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad] <> Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit (Imam Hanafi) berkata: "Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku". [Ibnu Abidin dalam kitab Al-Hasyiyah I/63] "Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya" [Ibnul Qayyim dalam I'lamul Muwaqqi'in II/309] "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa. Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya". [Sya'rani, dalam kitab Al-Mizan I/62] "Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tinggalkanlah pendapatku itu". [Al-Filani dalam kitab Al-Iqazh hal. 50] <> Imam Malik bin Anas berkata: "Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah". [Ibnu Hazm dalam kitabnya Ushul Al-Ahkam VI/149] "Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri". [Ibnu Abdul Hadi dalam kitabnya Irsyad As-Salik 1/227] <> Imam Syafi'i berkata: "Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku" [Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3] "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang" [Ibnul Qayyim II/361] "Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati" [An-Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/107] "Setiap Hadits yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku" [Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi'i hal. 93] <> Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil." [Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam II/302]. "Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima). Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih". [Abu Dawud dalam Masa'il Imam Ahmad hal. 276-277] "Pendapat Auza'i, Malik dan Abu Hanifah adalah ra'yu (pikiran). Bagi saya semua ra'yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar (Hadits)" [Ibnu Badul Barr dalam Al-Jami' II/149] "Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dia berada di jurang kehancuran" [Ibnu Jauzi dalam Al-Manaqib hal. 142] <> Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah serta memusuhi Rasul setelah jelas bagi mereka petunjuk itu, mereka tidak dapat memberi mudarat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka. [QS 47:32] <> Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [QS 4:115] <> Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” [QS 4:150-151) <> Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. [QS 3:100,101] <> ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu 'anhu berkata: “Hati-hatilah dan jauhilah oleh kalian orang-orang yang menggunakan ra'yu (pendapat pikiran semata). Karena sesungguhnya mereka adalah musuh-musuh As-Sunnah. Mereka dilemahkan oleh hadits-hadits sehingga tidak mampu menghafalnya. Akhirnya mereka berbicara dengan ra'yu mereka, maka mereka tersesat dan menyesatkan (orang lain).” [Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dalam Sunan dan Al-Lalikai dalam Syarhu Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah] <> Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu,ia berkata: "Allah melaknat wanita yang mentato tubuhnya, wanita yang meminta di tato tubuhnya, wanita yang mencabut bulu (alis dan bulu mata) dan wanita yang membuat cela diantara giginya untuk memperindah (dirinya) dengan merubah bentuk ciptaan Allah", Kemudian ucapan Ibnu Mas'ud ini sampai kepada seorang wanita yang dikenal dengan panggilan Ummu Yaq'ub, maka Ummu Yaq'ub datang kepada Ibnu Mas'ud dan berkata: "Sesungguhnya telah sampai berita kepadaku bahwa engkau mengucapkan begini dan begitu", maka Ibnu Mas'ud berkata: "Apa tidak boleh saya melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah, dan hal itu telah disebutkan dalam Kitabullah?" Lalu Ummu Yaq'ub berkata: "Sesungguhnya saya telah membaca seluruh Al-Qur'an dan saya tidak mendapatkan tentang hal itu", Ibnu Mas'ud berkata: "Jika engkau telah membaca Al-Qur'an maka engkau telah mendapatkan tentang itu, apakah engkau membaca firman Allah (yang artinya): "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkan". [QS 59:7] Wanita itu menjawab: "Ya", Ibnu Mas'ud berkata: "Sesungguhnya Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam telah melarang hal itu". [HR. Al-Bukhari dan Muslim] <> Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mudah-mudahan Allah menjadikan berseri-seri wajah orang yang mendengarkan perkataanku lalu memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena sesungguhnya boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh namun dia tidak faqih (tidak memahaminya) dan boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh menyampaikan kepada yang lebih paham darinya." [HR. at-Tirmidzy dan Ibnu Hibban] <> Dari Al-'Irbadh bin Syariyah, ia berkata: "Kami singgah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Khaibar dan bersama beliau ada para sahabat beliau, di antara penduduk Khaibar terdapat seorang laki-laki yang datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, laki-laki itu berkata: "Wahai Muhammad, apakah kalian akan menyembelih keledai-keledai kami, apakah kalian akan memakan buah-buahan kami, dan apakah kalian akan memukuli wanita-wanita kami?, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam marah dan beliau bersabda: "Wahai Ibnu Auf (seorang sahabat) naikilah kudamu, kemudian serukan panggilan agar mereka berkumpul untuk melaksanakan shalat". Maka para sahabat berkumpul dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami mereka shalat, kemudian beliau berdiri dan bersabda: "Apakah seorang di antara kalian yang bersandar pada dipannya menduga, bahwa Allah tidak mengharamkan sesuatu kecuali yang ada di dalam Al-Qur'an ini? Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku -demi Allah- telah memerintahkan, aku telah menasehati, dan aku telah melarang beberapa hal, sesungguhnya semua itu adalah sama dengan Al-Qur'an atau lebih, dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak membolehkan bagi kalian untuk masuk ke dalam rumah-rumah para ahlul kitab kecuali dengan izin, tidak boleh memukul para wanita mereka, tidak boleh memakan buah-buahan mereka, kecuali jika mereka memberi pada kalian dari apa yang ada pada mereka". [HR. Al-Baihaqi dan Abu Daud] <> Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [QS 5:38] <> Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. [QS 24:2] <> Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh dera dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik, kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS 24:4-5] <> Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah lah Yang Benar lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). [QS 24:23-25] <> Umar bin al-Khatthab radhiyallahu 'anhu pernah berpidato: "Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad dengan Kebenaran dan menurunkan atasnya al-Kitab. Maka diantara yang diturunkan oleh Allah atasnya adalah ayat rajam. Kami telah membacanya dan kami telah memahaminya lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah pernah merajam dan kami pun telah pernah merajam sepeninggalnya. Aku kuatir bila telah berlalu masa yang panjang, ada orang yang berkata: "Kami tidak mendapati ayat rajam di Kitab Allah maka mereka pun sesat karena meninggalkan kewajiban yang diturunkan oleh Allah. Karena sesungguhnya rajam itu benar dalam kitab Allah atas orang yang berzina apabila ia telah pernah menikah, baik laki-laki maupun wanita, apabila telah tegak bukti atasnya." [HR. Bukhari dan Muslim] <> Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. [QS 57:25] <> Muslim Awam Menantang Komplotan Intelektual Liberal [ HOME ] Date: Sun, 1 May 2005 17:44:46 -0700 (PDT) From: "yusuf anshar" Subject: konfirmasi To: ulil99@yahoo.com Saya bermaksud menerbitkan diskusi kita yang lalu itu dalam bentuk buku. Bila anda tidak menanggapi email pemberitahuan ini maka saya anggap diskusi tsb sudah tuntas dan siap untuk diterbitkan. Tetapi bila anda menganggap diskusi tsb belum selesai --seperti alasan anda di milis JIL (arsip digital saya simpan)-- silakan melanjutkan diskusi tersebut. Saya ingat betul bagaimana anda menantang untuk melanjutkan diskusi di milis tersebut yang ternyata tidak lebih dari "gertak sambal" belaka. Terbukti saya sampai harus beberapa kali mengganti nama/email dan subscribe kembali ke milis karena posting dan keanggotaan saya di milis dicekal dan dicabut secara sepihak --arsip digital tersimpan--. Kalau memang anda ingin melanjutkan diskusi, mari kita kembali diskusi via email pribadi. Bila tidak, maka saya akan menerbitkan diskusi tersebut apa adanya (ditambah tulisan tentang insiden kecil2an di milis, plus ulasan seperlunya) dalam waktu dekat ini. Wassalam, Yusuf Anshar Date: Sun, 1 May 2005 23:06:34 -0700 (PDT) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject: Re: konfirmasi To: "yusuf anshar" Salam, Saya tidak menyetujui hasil diskusi itu diterbitkan, sebab belum selesai. Saya percaya, anda tidak akan pernah bisa bertemu dengan saya, oleh karena itu diskusi ini tidak akan berujung pada suatu titik temu. Tetapi, saya siap meneruskan diskusi ini, hingga dua atau tiga tahap. Saya tak punya waktu cukup untuk "debat kusir" semacam ini, tetapi karena anda "kemrungsung" untuk diskusi, ya okelah saya layani. Ulil Date: Mon, 2 May 2005 20:56:49 -0700 (PDT) From: "yusuf anshar" Subject: Pembukaan To: "Ulil Abshar-Abdalla" Karena itulah --agar bisa diterbitkan-- diskusi harus kita selesaikan. Ada titik temu atau tidak, bukan masalah. Kebanyakan akhir cerita memang adalah perpisahan, bukan pertemuan. Untuk menghindari "debat kusir" maka ada baiknya kita buat aturan main seperti ini: 1) Diskusi dianggap selesai bila kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan diskusi atau salah satu pihak tidak membalas posting email lewat dari lima hari. 2) Batas waktu diskusi adalah sebelum bulan Ramadhan tahun ini. Diskusi harus dianggap selesai begitu masuk bulan Ramadhan. Saya tertarik dengan pernyataan anda bahwa diskusi kita tidak akan berujung pada suatu titik temu. Asumsi awal anda ini tampaknya bagus dijadikan topik pembuka diskusi tahap kedua kita. Apa sebabnya --menurut anda-- (pemikiran) kita tidak akan pernah bertemu? -------------------------------------------------------------------------------- Meskipun sebelumnya Ulil mengatakan "ya okelah saya layani" tapi ternyata baru mendapat email pembukaan di atas, sudah keder lagi. Setelah sekitar tiga hari tidak ada email jawaban, orang awam mengirim email peringatan sebagai berikut: Date: Thu, 5 May 2005 17:21:08 -0700 (PDT) From: "yusuf anshar" Subject: Pembukaan (2 hari lagi) To: "Ulil Abshar-Abdalla" waktu anda tinggal dua hari untuk menjawab email di bawah ini: ************************************************************** Karena itulah --agar bisa diterbitkan-- diskusi harus kita selesaikan. Ada titik temu atau tidak, bukan masalah. Kebanyakan akhir cerita memang adalah perpisahan, bukan pertemuan. Untuk menghindari "debat kusir" maka ada baiknya kita buat aturan main seperti ini: 1) Diskusi dianggap selesai bila kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan diskusi atau salah satu pihak tidak membalas posting email lewat dari lima hari. 2) Batas waktu diskusi adalah sebelum bulan Ramadhan tahun ini. Diskusi harus dianggap selesai begitu masuk bulan Ramadhan. Saya tertarik dengan pernyataan anda bahwa diskusi kita tidak akan berujung pada suatu titik temu. Asumsi awal anda ini tampaknya bagus dijadikan topik pembuka diskusi tahap kedua kita. Apa sebabnya --menurut anda-- (pemikiran) kita tidak akan pernah bertemu? -------------------------------------------------------------------------------- Sampai batas waktu yang diberikan habis, Ulil tidak juga membalas. Akhirnya, orang awam mengirim email tantangan kepada seluruh kru JIL yang berjumlah enam orang sekaligus: Date: Wed, 11 May 2005 18:06:18 -0700 (PDT) From: "yusuf anshar" Subject: Siapa Takut?! To: "Ulil Abshar-Abdalla" CC: "Hamid Basyaib" , "Luthfi Assyaukanie" , "Nong Darol Mahmada" , "Abd. Moqsith Gazali" , "Burhanuddin" , "Novriantoni Kahar" Ternyata anda jauh lebih pengecut dari yang kukira. Menantang debat di milis ternyata ngibul. Bersedia melanjutkan diskusi tahap kedua lalu ngeper. Tapi insya Allah, anda tetap berhak mendapat hadiah buku "Muslim Awam Menekuk Intelek Liberal" sebanyak tiga eksemplar. Satu untuk koleksi pribadi, satu untuk koleksi Utan Kayu dan satu untuk koleksi Freedom Institute. Tapi sebelumnya, saya masih mengundang konco-konco Ulil, yang ingin turut meramaikan isi buku tersebut, silakan menggantikan posisi Ulil dalam debat tahap kedua ini. Kalau perlu estafet ataupun keroyokan deh, biar tidak kehabisan nafas. Masih ada waktu sebelum bulan Ramadhan. Tinggal klik tombol Reply, ketuk-ketuk sedikit, lalu Sent. Nggak nyampe semenit koq. :-D Wassalam, Yusuf Anshar waktu anda sudah habis untuk menjawab email di bawah ini: ********************************************************* Karena itulah --agar bisa diterbitkan-- diskusi harus kita selesaikan. Ada titik temu atau tidak, bukan masalah. Kebanyakan akhir cerita memang adalah perpisahan, bukan pertemuan. Untuk menghindari "debat kusir" maka ada baiknya kita buat aturan main seperti ini: 1) Diskusi dianggap selesai bila kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan diskusi atau salah satu pihak tidak membalas posting email lewat dari lima hari. 2) Batas waktu diskusi adalah sebelum bulan Ramadhan tahun ini. Diskusi harus dianggap selesai begitu masuk bulan Ramadhan. Saya tertarik dengan pernyataan anda bahwa diskusi kita tidak akan berujung pada suatu titik temu. Asumsi awal anda ini tampaknya bagus dijadikan topik pembuka diskusi tahap kedua kita. Apa sebabnya --menurut anda-- (pemikiran) kita tidak akan pernah bertemu? Date: Tue, 10 May 2005 22:21:39 -0700 (PDT) From: "Luthfi Assyaukanie" Subject: Re: Siapa berani? To: "yusuf anshar" , "Ulil Abshar-Abdalla" CC: "Hamid Basyaib" , "Luthfi Assyaukanie" , "Nong Darol Mahmada" , "Abd. Moqsith Gazali" , "Burhanuddin" , "Novriantoni Kahar" Ulil, Jika Anda keberatan ada orang yang mempublikasikan karya Anda atau surat-surat Anda, Anda bisa mengajukannya ke pengadilan. Ini adalah pelanggaran hak cipta dan sekaligus privasi Anda. Saya kira, deliknya sudah jelas sekali. Harus dibawa ke meja hijau. Kelihatan sekali bahwa orang itu cuma mau cari sensasi dan numpang tenar saja lewat nama Anda. Sudahlah, dari dulu aku sudah bilang, nggak usah dilayani orang-orang yang tingkah lakunya kayak gitu. Ngabisin energi dan kesabaran. Salam Date: Tue, 10 May 2005 22:50:21 -0700 (PDT) From: "Ulil Abshar-Abdalla" Subject: Re: Siapa berani? To: "yusuf anshar" CC: "Hamid Basyaib" , "Luthfi Assyaukanie" , "Nong Darol Mahmada" , "Abd. Moqsith Gazali" , "Burhanuddin" , "Novriantoni Kahar" Salam, Saya akhirnya tak bernafsu berdebat dengan orang-orang yang tak punya "adab" seperti anda. Wa idza khathabahumul jahiluna qaaluu salaamaaa... Saya tak memberikan izin apapun kepada anda untuk menerbitkan buku itu. Lebih baik duit anda dipakai untuk hal-hal yang bermanfaat. Ulil Date: Wed, 11 May 2005 18:06:18 -0700 (PDT) From: "yusuf anshar" Subject: Siapa Takut?! To: "Ulil Abshar-Abdalla" CC: "Hamid Basyaib" , "Luthfi Assyaukanie" , "Nong Darol Mahmada" , "Abd. Moqsith Gazali" , "Burhanuddin" , "Novriantoni Kahar" Olala...... Sungguh begitukah penghargaan kalian terhadap hukum dan adab? Saya pun tidak menafikan hukum positif dan saya juga menghargai adab dalam privasi. Tapi dalam kasus ini? :-P Ingat! Negara kita pun mengakui dan tidak menafikan adanya hukum dan peraturan agama. Sedang kalian? Bagaimana sikap kalian terhadap hukum dan adab Islam? Alih-alih menghargai, mengakui pun tidak; kalian malah menafikan, bahkan mempermainkan dan menghinakan. Di tangan kalian, Agama Islam kehilangan hukum, aturan dan kaidah; yang tinggal hanyalah nilai-nilai relatif yang tidak jelas batas-batas dan sanksi-sanksinya. Itulah yang kalian tendang kesana-kemari dengan bebas. Tidak perlu menyangkal karena memang itulah yang kalian propagandakan. Bukti-bukti dan saksi-saksi sudah lebih dari cukup. Sampai ke meja hijau pun kalian akan kutuntut balik sampai mata kalian mendelik-delik. ...Satughlabuuna wa tuhsyaruuna ilaa jahannam wa bi'sal mihaad! Wassalam, Yusuf Anshar -------------------------------------------------------------------------------- Mengingat diskusi via japri Ulil tidak berani, diskusi via milis juga "orang awam" selalu dicekal; maka "orang awam" menempuh cara "diskusi monolog" yakni menanggapi dari jauh tulisan-tulisan Ulil Abshar Abdalla yang diposting di milis JIL. Selamat mengikuti! Selanjutnya orang awam membungkam ocehan intelek liberal Diantara arti do'a iftitah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, khususnya ketika shalat lail: "Ya, Allah, bagiMu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. BagiMu segala puji, Engkau Benar, janjiMu benar, firmanMu benar, pertemuan denganMu benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, para nabi adalah benar, Muhammad adalah benar, hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, kepadaMu aku menyerah, kepadaMu aku bertawakal, kepada-Mu aku beriman, kepadaMu aku kembali (bertaubat), dengan pertolonganMu aku berdebat (dengan orang-orang kafir), kepadaMu aku berhukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lewat dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau. [HR. Al-Bukhari] <> Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya". [QS 3:10] <> Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali dengan orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharam? Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian). Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS 9:7-15] <> Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? [QS 5:48-50] <> Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [QS 28:50] <> Muslim Awam Membungkam Ocehan Intelek Liberal tentang Khilafah [ HOME ] To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Mon, 30 May 2005 22:32:07 -0700 (PDT) Subject: Re: ~JIL~ Negara Khilafah: Benda museum yang yang tak usah dihidup2kan lagi Salam, Orang yang masih percaya "negara agama universal", apapun namanya: negara universal Kristen (seperti terjadi di zaman abad pertengahan) atau negara khilafah, sama dengan orang yang masih percaya bahwa bumi itu datar, atau bumi itu dikelilingi matahari. Sejarah bergerak terus, dan bentuk negara agama (termasuk negara khilafah) sudah menjadi bagian dari masa lampau, dan sebaiknya disimpan di museum saja: enak ditonton, tapi tak usah dihidup-hidupkan lagi. Dinosaurus memang enak ditonton, tetapi kalau dihidupkan lagi pasti akan menakutkan banyak orang. Jikapun negara khilafah itu didukung oleh argumen agama, maka saya tak peduli. Dalil agama bukan dalil yang harus bertahan permanen. Banyak teks agama yang harus dibatalkan, karena sudah tak masuk akal. Ulil TANGGAPAN ORANG AWAM Saya justru tidak habis pikir bila masih ada orang yang menganggap mustahil berdirinya kembali khilafah. Keterlaluan dangkal dan piciknya pandangan mereka. Apakah visi mereka terkena rabun jauh sehingga hanya mampu menjangkau satu abad atau satu generasi atau malah hanya satu dekade ke depan? Atau barangkali ada bagusnya kita bersangka baik --atau buruk?-- bahwa mereka itu sebetulnya hanya berpura-pura menutup dan memicingkan mata; sebagai bentuk ghazwul fikri untuk menghapus cita-cita --atau katakanlah utopia-- khilafah itu dari benak kaum muslimin. Khilafah bagi kaum muslimin --sekarang ini-- memang merupakan impian indah yang tidak mustahil --bahkan pasti-- terwujud kelak, tapi merupakan mimpi buruk bagi kaum kuffar, zindiq dan munafiq. Segala daya dan kekuatan mereka kerahkan untuk membendung geliat ummat Islam (saya tidak berbicara tentang HT dan saya bukan HT) ke arah itu. Saya kira mereka yang sedikit bervisi tajam, bisa membaca kegelisahan, kekuatiran bahkan mungkin sudah sampai pada tingkat kepanikan mereka menghadapi kemungkinan berulangnya kembali sejarah khilafah. Konyolnya, si Ulil mengangkat si Dino sebagai tamsil kemustahilan kebangkitan kembali khilafah. Dinosaurus memang sudah musnah dan tinggal fosil. Tapi manusia, muslim militan, mujahid dakwah masih eksis hingga sekarang. Calon khalifah setiap saat bisa lahir dari rahim kaum hawa (ataukah anak-cucu Adam dan Hawa juga telah musnah seperti Dino?). Harap dibedakan tingkatan maknanya antara cita-cita, utopia (khayalan) dan impossible (mustahil). Cita-cita berarti suatu target yang secara realitas mampu diraih. Seperti seorang anak yang rajin belajar bercita-cita kelak jadi doktor. Utopia berarti suatu keinginan yang secara realitas "nyaris" (99%) tidak mungkin tercapai. Misalnya Indonesia berencana mencaplok Amerika dalam waktu dekat ini. Sedangkan mustahil berarti sesuatu yang memang tidak mungkin terjadi. Contohnya Ulil ingin hidup seribu tahun lagi. Bagaimana dengan khilafah? Khilafah sudah pernah terjadi jadi jelas bisa dan bukan mustahil. Persoalannya tinggallah utopia ataukah cita-cita. Khilafah adalah utopia bila realitas eksternal dan internal ummat Islam --secara manusiawi-- belum memungkinkan. Dan dia beralih menjadi sebuah cita-cita bila kualitas dan kuantitas keberagamaan dan keduniawian ummat Islam telah mencapai taraf tertentu. Nah, berbicara tentang realitas (situasi dan kondisi), hanya orang dungu yang menyangka realitas tidak bisa berubah secara ekstrim, baik dalam jangka pendek apalagi panjang. Ulil... perbaiki visi kacamatamu! 8-D Saya jadi teringat dengan ungkapan Albert Einstein ketika --tidak lama setelah Nagasaki dan Hiroshima dilumat bom atom dalam Perang Dunia Kedua-- ditanya: bisakah anda memberi gambaran kira-kira bagaimana kemampuan persenjataan bila terjadi PD III? Dengan mata tajam menerawang dia menjawab: saya tidak mampu menerangkan bagaimana model senjata PD III; tapi agaknya saya bisa membayangkan senjata apa yang dipakai di PD IV. Sedikit heran, si penanya tak sabaran: senjata apa itu? Einstein menjawab dengan ketus dan serius: KAPAK. Apa maksudnya? Bila PD III benar-benar meletus maka --menurut prediksi Einstein sang arsitek bom atom-- jarum sejarah ummat manusia akan berputar kembali ke zaman batu (sebut saja zaman neo-batu). Infrastruktur teknologi dan peradaban yang dibangun dan dibangga-banggakan sekian lama, hancur tidak bersisa. Sehingga bila terjadi PD IV (mungkin di zaman neo-perunggu) tidak bisa lain, orang bersenjatakan kapak perang. Saya tidak ingin ikut-ikutan berprediksi futuristik bahwa boleh jadi peristiwa Dajjal dipenggal lehernya oleh Nabi Isa (seperti informasi Nabi) terjadi di zaman itu. Saya hanya ingin mengatakan bahwa perubahan realitas secara spektakuler adalah hal yang lumrah dan biasa, bisa terjadi setiap saat. Jangan terpaku dan termangu dengan kebekuan dan kebuntuan masa kini. Bayangan bakal terjadinya perang dunia ketiga dengan model senjata pemusnah (bukan lagi massal tapi) global merupakan horor yang sangat menakutkan negara-negara "maju" yang justru mereka sendiri yang membuat dan menyimpannya. Lihatlah betapa sinting dan rapuhnya peradaban yang katanya maju ini. Lebih bodoh dan goblok lagi karena mereka pun memandang geliat kebangkitan khilafah sebagai teror yang tidak kalah menakutkannya. Padahal khilafah merupakan institusi kepemimpinan ummat Islam yang berlandaskan dan berpedoman dengan aqidah dan syariat Islam itulah yang akan mengarahkan dunia menuju peradaban yang tidak hanya mengusung HAM (Hak Asasi Manusia) tapi terlebih lagi menjunjung tinggi HAT (Hak Asasi Tuhan). Sekali lagi, utopia, cita-cita atau realita? Ketiga-tiganya benar pada ruang dan waktunya masing-masing. Tugas kita sekarang adalah berusaha berislam dengan baik sesuai Sunnah Nabi dan Sunnah al-Khulafa' ar-Rasyidun serta orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat agar khilafah berubah dari utopia menjadi cita-cita dan seterusnya menjadi realita. Kemungkinan besar kita tidak ikut menyaksikan terwujudnya khilafah itu, tapi yang penting adalah kita sudah berada dalam barisan panjang jama'ah muslimin yang ikut memimpikan, mewacanakan, mengarahkan, merintis hingga membidani lahirnya khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah di akhir zaman kelak. Jadi jangan dihiraukan ocehan orang-orang liberal yang tidak percaya dengan janji-janji Tuhan dan tidak mengenal yang namanya militansi perjuangan dalam Islam. Walhasil, apapun yang diomongkan oleh kaum liberal, semua itu hanyalah ekspresi kebencian dan ketakutan mereka terhadap Islam dan khilafah. Biarlah anjing menggonggong kafilah.... eh khilafah pasti berlaku. :-D Wassalam, Yusuf Anshar -------------------------------------------------------------------------------- Sebagai pelengkap, baca juga dialog ringkas tentang khilafah Selanjutnya orang awam membungkam bualan intelek liberal Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan beramal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. [QS 24:55] <> "Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu berkata: Manusia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya: "Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan?" Beliau bersabda: "Ada". Aku bertanya: "Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan?" Beliau bersabda: "Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun." Aku bertanya: "Apakah dakhanun itu?" Beliau menjawab: "Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah." Aku bertanya: "Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan?" Beliau bersabda: "Ya. Da'i - da'i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya." Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku." Beliau bersabda: "Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita." Aku bertanya: "Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya?" Beliau bersabda: "Berpegang teguhlah pada Jama'ah Muslimin dan imamnya." Aku bertanya: "Bagaimana jika tidak ada jama'ah maupun imamnya?" Beliau bersabda: "Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu". [HR. al-Bukhari dan Muslim] <> Dari Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Masa Kenabian itu berlangsung di tengah-tengah kalian selama yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Dia mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian berlangsung masa khilafah di atas manhaj kenabian selama yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Dia mengangkatnya apabila Allah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian berlangsung masa kerajaan yang menggigit selama yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Dia mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian berlangsung masa kerajaan yang sewenang-wenang selama yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Dia mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah di atas manhaj kenabian." Kemudian beliau diam. [HR. Ahmad IV/273, Al-Baihaqi] <> Muslim Awam Membungkam Tipuan Intelek Liberal tentang Sikap Berislam [ HOME ] To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Tue, 31 May 2005 23:21:24 -0700 (PDT) Subject: Re: ~JIL~ Irshad Manji dan upaya "mencari" Islam Bung Ikra yang baik, Saya menikmati buku Irshad Manji. Dia memang bukan seorang sarjana Muslim. Tetapi, dia dengan jujur mengungkapkan sesuatu yang dirasakan oleh seorang Muslim tentang Islam sebagaimana "dipraktekkan" dalam masyarakat. Saya mendapat banyak pelajaran dari buku dia, sebab Manji adalah sedikit di antara perempuan Muslimah yang berani melontarkan "suara lain". Jujur saja, harus diakui bahwa dalam hukum dan ajaran Islam banyak sekali "diskriminasi" atas perempuan. Sudah tentu, jika dikatakan demikian, bukan berarti Islam tak membawa perbaikan bagi hak-hak perempuan. Islam jelas membawa banyak hal positif bagi perempuan. Tetapi, hak-hak perempuan dan defenisi tentang hak perempuan terus bergerak, sementara hukum Islam "mogok" di tengah jalan, tak bergerak-gerak, dengan alasan bahwa hukum itu sudah ketentuan Tuhan, sehingga tak boleh diutak-utik. Saya sedih sekali melihat "ulama laki-laki" dengan seenaknya melegitimasikan diskriminasi atas perempuan dengan bersembunyi di balik "hukum-hukum Tuhan" yang konon tak boleh diubah. Ini sama dengan memakai agama untuk melanggengkan ketidakadilan. Sikap saya, sebagaimana Irshad Manji, jelas: Islam harus ditafsirkan terus-menerus sesuai dengan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat. Islam tak boleh dihentikan geraknya dengan alasan bahwa Tuhan sudah memberikan batas-batas yang jelas berkenaan dengan masalah perempuan. Hubungan antara agama dan pemeluknya harus bersifat dialektis ('alaqah jadaliyyah): agama tak bisa bersikap "burung unta", tak mau tahu terhadap "protes-protes" yang dilontarkan oleh pemeluknya, seperti Irshad Manji. Agama harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan pemeluknya. Tetapi pemeluk agama juga harus bisa menyesuaikan dirinya dengan "visi moral" yang dikehendaki oleh agama. Dengan demikian, pemeluk agama harus menyesuaikan diri dengan agama. Hubungan yang dialektis antara agama dan pemeluknya mengandaikan bahwa baik agama dan pemeluknya saling menyesuaikan diri. Agama tak bisa meletakkan dirinya secara doktriner sebagai "diktator" yang memaksakan hukum-hukumnya pada manusia, walaupun jelas hukum-hukum itu tak sesuai dengan kebutuhan umatnya. Tetapi manusia juga tak bisa meletakkan dirinya secara absolut sebagai "kriteria" tunggal. Oleh karena itu, dalam agama, pengalaman manusia sama pentingnya dengan teks ajaran itu sendiri. Ajaran agama muncul karena merespon pengalaman manusia dalam suatu situasi sejarah yang spesifik, dan karena itu teks ajaran juga dibentuk oleh kondisi historis itu. Tetapi, haraplah tak diabaikan bahwa agama, selian terkondisikan oleh sejarah, juga melampaui sejarah. Agama adalah "di dalam" dan sekaligus "di luar" sejarah itu sendiri. Ada buku lain yang juga layak dibaca, karya Asra Nomani, "Standing Alone in Mecca : An American Woman's Struggle for the Soul of Islam". Buku ini berkisah tentang seorang perempuan Muslimah asal Pakistan yang terseok-seok mencari "jiwa Islam" yang sesungguhnya melalui pengalaman hidup yang pasang surut. Buku lain yang layak dibaca adalah "otobiografi spiritual" yang ditulis oleh Ziauddin Sardar, "Desperately Seeking Paradise". Sardar bercerita tentang perjalanannya mencari Islam, bergabung dengan banyak kelompok-kelompok Islam, termasuk Jamaah Tabligh. Salah satu sikap sebagian umat Islam yang saya anggap kurang tepat adalah anggapan bahwa Islam yang "benar" dan "lurus" sudah tersedia, sudah selesai, karena lengkap terkandung dalam ajaran-ajaran yang diwedarkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad. Umat Islam tak perlu repot-repot lagi "mencari". Buat apa "mencari jalan kebenaran", toh semuanya sudah tersedia dengan komplit plit plit dalam ajaran yang ada. Memang benar, bahwa Islam telah diwedarkan dengan tuntas oleh Nabi. Tetapi penerapan ajaran Nabi itu tidak semudah yang dibayangkan. Penerapan ajaran Nabi haruslah kreatif dan dinamis, dan karena itu penelaahan yang rasional dalam bentuk ijtihad diperlukan. Dan di situlah proses pencarian Islam berlangsung. Sikap bahwa semuanya telah "selesai" dan "sempurna" dalam Islam adalah cerminan dari kemalasan berpikir, "spiritual complacency". Karena pencarian penting, maka pengalaman manusia menjadi penting dalam agama. Agama tidak bisa menundukkan pengalaman manusia sepenuhnya, sebaliknya pengalaman manusia tidak bisa mengarahkan sepenuhnya agama. Yang terjadi adalah proses dialektis: Islam adalah "imam" dan sekaligus "makmum" terhadap umat Islam. Begitu juga sebaliknya. Buku-buku semacam yang ditulis oleh Irshad Manji, Asra Nomani, atau Sardar sangat penting dibaca oleh umat Islam, untuk menunjukkan bahwa "menjadi Muslim" yang relevan dengan abad modern bukanlah pekerjaan mudah. Ada pergulatan dan pergelutan di sana. Salah satu kalimat yang saya sukai dalam website resmi Irshad Manji adalah berikut ini: "I appreciate that every faith has its share of literalists. Christians have their Evangelicals. Jews have the ultra-Orthodox. For God's sake, even Buddhists have fundamentalists. But what this book hammers home is that only in Islam is literalism mainstream. Which means that when abuse happens under the banner of Islam, most Muslims have no clue how to dissent, debate, revise or reform." Bagaimana berbeda pendapat dalam Islam dan tidak dituduh serta dicabar sebagai kafir dan murtad, itulah masalah utama yang menjadi keprihatinan Manji -- tentunya juga orang-orang lain di banyak negeri Islam. Yang hendak mengenal lebih jauh Irshad Manji, bisa menengok websitenya yang sangat bagus tampiannya . Ulil KOMENTAR ORANG AWAM Sebelum berbicara panjang-lebar dan ngawur-nglantur tentang agama, seharusnya kita sudah memahami dulu baik-baik apa itu agama menurut pengertiannya yang asasi. Hindari dulu berprasangka buruk terhadap praktek dan pemahaman agama yang sudah mapan tapi berprasangka baik terhadap diri sendiri yang --menurutnya-- cukup jujur dan "berani tampil beda". Mari kita mendekati agama itu apa adanya. Untuk bisa memahami agama dengan benar dan jujur, kita harus mengingat kembali apa itu agama. Islam, menurut Islam itu sendiri, adalah agama yang diturunkan oleh Tuhan Pencipta alam semesta, Yang Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Kedengarannya klise dan sederhana. Tapi untuk mengimani fakta tersebut dan menerima segala konsekwensinya bukanlah perkara yang enteng dan sepele. Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, tidak ada jalan lain selain "membaca" alam semesta sebagai ayat-ayat kauniyyah (ciptaan Allah) dan membaca al-Quran dan as-Sunnah sebagai ayat-ayat tanziliyyah (ajaran Allah). Lewat pembacaan dan perenungan yang intens itulah ada orang yang kemudian mengimani Islam, ada orang yang ragu-ragu dan ada pula orang yang mengingkari Islam. Orang yang mengimani Islam sebagai ajaran yang bersumber dari Tuhan Pencipta alam, dengan iman yang mantap, pastilah akan menerima seluruh ajaran Islam tanpa ragu dan siap diatur dengannya. Betapa tidak! Ia tahu persis bagaimana Kesempurnaan Tuhan dan ia sadar betul betapa keterbatasan dirinya, kelemahan pikiran dan perasaannya yang sering keliru dan tertipu. Maka apalagi yang perlu diragukan dan dikritisi, yang perlu diragukan dan dikritisi adalah pikiran dan perasaan kita. Persoalannya setelah kita meyakini itu, tinggal bagaimana mempelajari Islam yang diwariskan oleh Nabi dari generasi ke generasi lewat para ulama, bukan lewat para orientalis. Untuk berislam, harus dimulai dan diawali dengan rukun Islam pertama yakni syahadat sebagai suatu pengakuan keimanan sekaligus pernyataan kesiapan untuk mengabdi hanya kepada Allah Rabbul'alamin dengan menjalankan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, Muhammad SAW. Kenapa demikian? Karena persoalan beragama bukanlah persoalan main-main dan coba-coba, pertimbangan untung-rugi duniawi atau logis-tidak logis (menurut pikiran kita). Urusan beragama adalah urusan pengabdian, ketundukan dan penyerahan diri yang bulat kepada Allah. Mau diapakan kita oleh Allah, "sami'na wa atha'na", itulah makna pengabdian. Kasarnya, jangankan syariah Allah itu baik dan benar, salah dan buruk (maha suci Allah dari kesalahan dan kezaliman) sekalipun, mesti kita laksanakan. Karena kita ini hamba-Nya yang tidak berkuasa sedikit pun untuk menolak Keputusan-Nya. Persis seperti ketaatan Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang rela menyembelih puteranya (sebelum kemudian diganti dengan domba) karena perintah Allah. Beliau tidak pernah berpikir sedikitpun untuk mempertanyakan perintah Allah yang terkesan keliru dan kejam itu. Nah, bagaimana mungkin kita bisa menjalankan pengabdian yang sedemikian itu kalau belum bersyahadat? Orang yang tidak memulai keislamannya dengan syahadat sebagai starting point, maka dalam perjalanan keislamannya akan mengalami ambiguitas, serba salah. Orang yang sejak awal, tidak melangkah dengan penuh keyakinan dan kepastian maka dalam perjalanannya nanti akan selalu penuh dengan kesangsian, sikap kritis bahkan penolakan. Masalahnya, meniti hidup di atas Islam selalu penuh dengan cobaan, tantangan, perangkap dan jebakan. Dunia itu sendiri adalah ujian dan godaan, belum lagi tipu daya syaitan yang sangat lihai dan halus serta makar kaum kuffar yang sangat licik dan brutal. Pendeknya, sangat riskan dan rawan kita terjatuh dan terjerambab ke dalam kekufuran dan kesesatan manakala kita mencoba-coba berislam tanpa diawali dengan syahadat. Terlebih lagi, yang lebih penting, keislaman tanpa syahadat yang benar, bukanlah suatu pengabdian dan penyerahan diri secara bulat kepada Tuhan. Syahadat memberi isi dan materi pengabdian yaitu ikhlas menjalankan perintah Allah menurut contoh tuntunan Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Bila ada orang di luar Islam yang bersikap skeptis, kritis bahkan sinis terhadap Islam, kita sudah maklum. Itulah pilihan dan konsekwensi ketidakpercayaannya terhadap Islam sebagaimana yang dijelaskan di atas. Yang runyam bila ada orang-orang yang lisannya mendaku muslim dan beriman, lantas melontarkan penolakan terhadap Islam dengan 1001 alasan yang cukup halus dan lihai. Diantara alasannya bahwa Islam yang dipahami dan dipraktekkan selama ini adalah Islam menurut pemikiran dan penafsiran manusia. Jadi bisa dikritisi, diutak-utik, diperbaharui bahkan dikoreksi. Jawabannya mudah saja. Apakah anda lebih percaya dan tenteram dengan pikiran dan penafsiran anda dan orang-orang semacam anda sendiri? Mengapa anda lebih memilih penafsiran orang-orang yang miskin iman dan faqir taqwa, ketimbang para ulama yang berpegang dengan dalil-dalil yang shahih, memiliki metodologi ilmiah islamiah yang konsisten, sangat hati-hati dalam berfatwa, dan memiliki mekanisme kontrol dan koreksi terhadap sesama ahli ilmu? Yang waras-waras sajalah! Diantara alasan mereka lagi adalah pemahaman dan pengamalan para sahabat dan ulama salaf itu cocok untuk kondisi dan situasi ketika itu. Sedang sejarah dan peradaban manusia terus berubah dan berkembang, diperlukan penafsiran dan pembaharuan yang terus-menerus sesuai dengan zamannya. Jawabannya pun sebenarnya mudah saja. Astrologi, feng shui, paranormal, dll sudah ada sejak zaman dahulu kala, mengapa manusia modern yang katanya serba rasional masih mempelajari dan menggunakannya? Lantas, apakah konsep tawakkal dan doa kepada Allah Rabbul'alamin sudah tidak relevan? Pakai otak dong! Mode pakaian yang serba minim ternyata sekarang lagi trend, bahkan di barat sana tidak sedikit komunitas telanjang alias nudis. Manakah yang lebih beradab, budaya telanjang atau budaya berpakaian rapi seperti jilbab? Kemana harga diri manusia modern? Barter, mungkin adalah sistem perdagangan yang paling antik. Apakah sudah tidak berlaku sekarang? Bahkan institusi pemerintah pun masih menggunakannya. Pemerintah Indonesia dan Rusia pernah barter. Kenapa banyak orang sok tahu yang melecehkan gagasan penggunaan mata uang emas dan perak sebagai alat tukar yang lebih islami? Model pemerintahan dengan sistem kerajaan (kepala negara dipilih dari garis keturunan) masih berlaku hingga sekarang. Bahkan model penguasa imperialis yang ingin menjajah dan menjarah dunia masih mewarnai sepak terjang negara sekelas Amerika. Dari sudut pandang mana pula para islamphobi menertawakan sistem khilafah sebagai sistem pemerintahan alternatif untuk peradaban akhir zaman? Yahudi; suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, anda setuju atau tidak, adalah sebuah agama ultra rasialis, super eksklusif. Salah satu kepercayaan dasar mereka (termaktub dalam protokolat zionis) adalah bahwa bangsa Yahudi adalah manusia pilihan Tuhan, selain mereka adalah binatang tunggangan Yahudi. Ideologi itulah yang melecut dan memotivasi mereka untuk mengobok-obok dan mengangkangi dunia dengan kejeniusan mereka. Itulah yang terjadi hingga sekarang! Nah, apa salahnya Islam memproklamirkan diri kepada ummat manusia sebagai satu-satunya agama samawi terakhir yang disyariatkan oleh Tuhan? Siapa yang masuk Islam akan masuk surga sedang yang menolak Islam padahal sudah mendengar dakwah Islam, akan menjadi penghuni neraka. Kendati demikian, mereka tetap dipergauli dengan baik di dunia (toleransi) selama mereka tidak memusuhi ummat Islam. Mengapa ummat Islam dipaksa-paksa menerima paham pluralisme yang kufur itu? Coba lihat! Kita tidak bisa berkesimpulan lain selain bahwa orang-orang yang meminta agar ajaran Islam ditafsirkan berbeda dari apa yang dipahami dan diamalkan secara murni dan lurus dari al-Quran dan as-Sunnah adalah orang-orang yang jahil dan fasiq. Mereka lemah iman (kalau bukan tidak beriman), tidak kuasa melawan godaan dunia dan hawa nafsu, apalagi untuk menentang musuh-musuh Islam! Akhirnya mencari celah dan helah untuk meninggalkan dan menanggalkan Islam. Sekarang kita coba lihat lagi bagaimana cara, gaya dan tipu-daya Ulil dalam memutarbalikkan fakta. Katanya berislam secara apa adanya itu adalah wujud dari kemalasan berpikir, sebaliknya berislam dengan kreatif dan dinamis (baca: tafsir bebas ala liberal) itu membutuhkan keseriusan dan kejeniusan berpikir. He... he... he... :-D Anak kecil juga tahu. Disiplin dan konsisten mengikuti peraturan itu berat, sedang bebas berkreasi tanpa kaidah dan aturan itu enak bukan main! Untuk membuat tafsir Quran dan syarah Hadits ala liberal, orang tidak perlu belajar sama sekali! Modalnya cukup mengerti bahasa Indonesia dan punya sedikit keberanian (baca: kekurang-ajaran) untuk berpikiran ngawur. Tidak perlu belajar bertahun-tahun bahasa Arab, ushul fiqh, musthalah hadits, asbabunnuzul, asbabul wurudl, menelaah kitab-kitab salaf dan bermulazamah dengan para ulama. Yang penting adalah bagaimana agar Islam itu enak didengar dan enteng dikerjakan, masuk di akal orang-orang yang mendewakan akal dan menyenangkan hati orang-orang yang telanjur kepincut dengan dunia. Kesimpulannya, berislam dengan baik dan benar membutuhkan kerja keras, belajar serius, kesungguhan, mujahadah dan jihad. Sedangkan "berislam" cara liberal adalah mencari celah dan helah untuk meninggalkan dan menanggalkan ajaran Islam yang cukup dilakukan dengan santai, senda gurau dan gelak tawa. Ha... ha... ha... :-D Wassalam Yusuf Anshar -------------------------------------------------------------------------------- Selanjutnya orang awam membungkam jampi-jampi intelek liberal "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." [QS 4:1] <> Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS 4:32] <> Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [QS 58:1] <> Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [QS 4:19] <> Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata". Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci. [QS 61:6-9] <> Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [QS 9:71] <> "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata." [QS 33:36] <> Hai orang-orang yang beriman, sukakah Aku tunjukkan kepadamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kami lah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. [QS 61:10-14] <> Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. [QS 2:217] <> Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu beliau berkata telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Akan datang masa-masa yang menipu ketika para pendusta dibenarkan dan orang-orang yang jujur didustakan, para pengkhianat diberi amanat dan orang yang amanah dianggap pengkhianat dan pada masa itu berbicara lah para ruwaibidhah." Lalu ada yang bertanya: "Siapakah ruwaibidhah itu?" Beliau menjawab: "Orang yang jahil (tentang agama) berbicara tentang persoalan ummat". [HR. Ibnu Majah, Ahmad, al-Hakim] <> Maka tidakkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat di atas ilmu dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiar-kannya sesat). Maka, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? [QS 45:23] <> Muslim Awam Membungkam "Jampi" Intelek Liberal tentang Ekonomi [ HOME ] To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Wed, 1 Jun 2005 23:38:45 +0700 Subject: Re: ~JIL~ Soal MUI, Ekonomi Syariah dan "Arabized capitalism" -- u Bung Yusman dan Indi Bung Yusman dan Bung Indi, Harus jujur diakui, peran MUI makin hari makin membengkak. Dan tampaknya masyarakat tak ada yang keberatan untuk itu. JIL akan mengadakan diskusi mengenai peran MUI ini di UI (saya lupa tanggalnya: kalau tak salah minggu depan ini). Kalau semua diukur dengan standar syariah nanti; kalau syariah direntang ke mana-mana, saya khawatir kita akan pelan-pelan hidup dalam negara syariah yang hanya sejengkal saja menuju kepada negara teokrasi. Sekarang ini ada obsesi untuk "mensyariahkan" semua hal. Saya percaya, hingga saat ini, sekurang-kurangnya di Indonesia, apa yang disebut sebagai Bank Syariah, Asuransi Syariah, Kartu Kredit Syariah, hanyalah transaksi biasa yang diberi embel-embel dan label Arab. Ekonomi syariah sejatinya ya kapitalisme plus label Arab. Memang ada perbedaan soal bunga; ekonomi syariah tak memakai bunga. Tetapi institusi ekonomi modern yang lahir dari rahim kapitalisme, yaitu bank, tetap dipakai. Namanya pun tetap Bank Syariah. Artinya, walau syariah, toh intinya ya bank itu sendiri. Institusi bank tidak pernah ada sejak zaman Nabi sampai ratusan abad sesudahnya. Institusi bank juga bukan kreasi orang Islam, at the first instance. Saya belajar fiqh tahunan di pesantren. Apa yang sekarang dikenal sebagai "mudharabah, qiradl, murabahah, dll." bukanlah transaki syariah. Murabahah, misalnya, artinya ambil untung; Inggrisnya "profit taking". Itu ya transaksi biasa. Cuma namanya pakai bahas Arab, lalu orang-orang merasa itu adalah syariah. Mudharabah artinya kongsi dengan bagi hasil. Itu transaksi duniawi biasa yang kita kenal dalam praktek sehari-hari. Cuma mudharabah pakai bahasa Arab, "bagi hasil" bahasa Indonesia. Dua-duanya sama: ya bagi hasil itu. Kalau anda simak buku-buku fiqh, maka anda akan mendapati sejumlah transaksi yang memakai bahasa Arab, tetapi jangan silap: itu adalah transaksi duniawi biasa. Saya tak melihat alasan, kenapa itu disebut sebagai transaki syariah. Transaksi-transaki itu misalnya: (1) Buyu' (plural; singular: bai'): artinya jual beli. (2) Salam atau Salm: ngijon atau jual beli di mana "delivery" berlangsung belakangan. (3) Qardh: meminjamkan (uang). (4) Sharf: penukaran uang. (5) Hibah: pemberian. (6) Ijarah: penyewaan. (7) Shulh: damai dalam persengketaan pemilikan barang. (8) Hawalah: pemindahan utang (sekarang sering diterjemahkan sebagai "wesel" atau "wired transfer") (9) Syuf'ah: opsi pembelian pertama (di pesantren dulu sering diterjemahkan "ngejogi rega"). (10) Musaqah, Muzara'ah, Mukhabarah: intinya penggarapan tanah. (11) 'Ariyah: pinjam-meminjam barang. (12) Syarikah atau musyarakah: kongsi dagang di mana semua peserta dalam kongsi itu setor modal. (13) Qiradl dan mudlarabah: kongsi dagang untuk bagi hasil di mana satu pihak setor modal dan pihak lain menjalankan modal itu. (14) Wad'iah: penitipan barang. (15) Luqathah: menemukan barang. (16) Rahn: gadai. (17) Kafalah: pertanggungan. (18) Wakalah: perwakilan (dalam suatu transaksi). Ini hanya contoh-contoh saja transaksi dalam fiqh atau syariah. Semuanya tentu memakai bahasa Arab, karena pertama-tama ditulis oleh para fuqaha yang hidup di kawasan Arab. Tetapi, kalau kita lihat, semuanya adalah transaksi biasa, kegiatan duniawi yang setiap detik berlangsung di Pasar Glodok, Mangga Dua, Pasar Rebo, atau Pasar Senen. Hanya saja, ketika seseorang menggadaikan barangnya di sebuah balai gadai di Glodok, tentu mereka ya menyebutnya sebagai "gadai", dan bukan "rahn" (dalam bahasa Arab). Tetapi gadai tidak serta merta menjadi "Islami" atau menjadi "transaki syari'ah" hanya karena disebut dengan bahasa Arab, "RAHN". Kalau tak salah, BMI membuka layanan jasa "gadai", tetapi tidak memakai istilah gadai, sebaliknya memakai istilah Arab "Rahn". Baik gadai dan "rahn" sama intinya. Yang membedakan mungkin hanya hal-hal yang menyangkut asesori saja: kalau anda datang ke balai gadai dan memakai istilah "gadai", mungkin anda dilayani oleh pegawai perempuan yang tak pakai jilbab. Tetapi kalau anda menggadaikan sesuatu di BMI, dan menyebutnya sebagai "rahn", anda dilayani oleh perempuan berjilbab. Tetapi, haraplah diingat, soal jenis baju yang dipakai oleh seorang staf balai gadai bukanlah bagian intrinsik dari transaksi itu sendiri. Ini perlu dikemukakan agar kita tak terkecoh dengan transaksi-transaksi yang akhir-akhir ini ditawarkan oleh bank-bank syariah, atau bank konvensional yang membuka konter syariah, dan umumnya memakai istilah-istilah Arab. Masyarakat awam, mendengar istilah-istilah Arab itu, mungkin akan gampang mengira bahwa semua transaksi "Arab" itu adalah "benda" lain yang berbeda dengan umumnya transaksi di Pasar Kramatjati. Seolah-olah "hawalah" itu benda asing dari luar angkasa, padahal artinya ya kirim wesel biasa atau pengalihan surat hutang. Seolah-olah mudharabah dan qiradl itu barang "suci", padahal ya bagi hasil biasa seperti yang dilakukan oleh Kang Ponirin dan Paiman di Pasar Klewer, Solo. Apakah dengan demikian tidak ada yang disebut dengan ekonomi syariah? Apakah saya menolak konsep ekonomi syariah? Jelas tidak. Meskipun saya percaya bahwa agama sebaiknya berada pada ruang privat, tetapi saya percaya pula ada nilai-nilai universal yang positif dalam agama yang seharusnye membentuk moralitas publik. Saya percaya dengan ekonomi syari'ah. Tetapi, bagi saya, ekonomi syariah bukanlah ekonomi yang memakai istilah-istilah Arab. Bagi saya, itu penipuan terhadap umat Islam. Bank Syariah belum tentu menyelenggarakan ekonomi syariah hanya semata-mata memakai istilah Arab dalam seluruh transaksinya. Bank Syariah bisa menjadi alat penipuan umat dengan menggunakan simbol-simbol Arab itu. Saya melihat bahaya ekonomi syariah dari sudut ini. Bagi saya, ekonomi syariah "goes beyond symbols and Arabic labels". Ekonomi syariah adalah soal prinsip-prinsip dasar. Saya bukan seorang ekonom, tetapi saya akan mencoba mengulas sedikit apa landasan normatif dalam transaksi yang disetujui oleh Islam. Inti kegiatan ekonomi adalah: pertukaran barang dan jasa/manfaat yang menimbulkan pertukaran hak milik (kalau di milis ini ada seorang ekonom, tolong saya "dijewer" kalau keliru). Prinsip dasar Islam dalam pertukaran barang, diringkaskan dalam satu ayat di Surah An Nisa: 29 dan dua hadis: "Ya ayyuhal ladzina amanu la ta'kulu amwalakum bainakum bil bathil illa an takuna tijaratan 'an taradlin minkum..." Artinya (dalam terjemahan bebasa saya): Hai orang-orang beriman, janganlah kalian memakan (atau memiliki) harta-harta di antara kalian dengan cara yang culas, kecuali melalui "tijarah" (pertukaran barang) yang didasarkan pada asas saling suka sama suka (taradlin). Nabi bersabda dalam hadis sahih (saya lupa perawinya): "Al mukminuna 'ala syuruthihim illa syarthan ahalla haraman aw harrama halalan." Artinya: Orang-orang beriman (tetapi ini juga berlaku untuk semua orang, baik beriman atau tidak) terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Dalam hadis yang diriwayatkan Muslim, Nabi melarang jual-beli yang mengandung tipuan (ba'i al gharar). Jadi, prinsip dasar ekonomi Islam (jika ada yang disebut dengan hal demikian itu) adalah: (1) Pertukaran barang atau jasa dengan sukarela. (2) Pertukaran itu harus sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak, atau oleh (kesepakatan publik yang tercermian dalam) parleman atau ajensi-ajensi lain yang diberikan mandat untuk membuat regulasi atas suatu transaksi (mis., dalam kasus Indonesia, BKPM yang diberikan mandat untuk mengatur dan menetapkan syarat-syarat dalam lalu lintas modal). (3) Tiadanya tipuan. Penerjemahan prinsip dasar itu ke dalam detail transaksi, berkembang sesuai dengan konteks sejarah dan perkembangan aktivitas ekonomi manusia. Kalau kita tengok prinsip-prinsip itu secar cermat, itu bukanlah prinsip transaksi khas Islam atau syariat. Itu adalah dasar pokok dalam semua transaksi, baik yang dilaksanakan atas nama Islam atau tidak. Suatu transaksi yang tak memakai nama Arab, tetapi memenuhi tiga prinsip itu, maka transaksi itu adalah Islami. Walau traksaksi tertentu memakai nama Arab tapi melanggar prinsip itu, dia bukanlah transaksi Islami. Jadi, sesuai dengan pandangan pokok Islam liberal dalam hal-hal lain, yang menjadi pegangan kita adalah esensi bukan label. Saya sengaja menghindar dari perdebatan soal mazhab besar ekonomi: kapitalisme vs sosialisme, atau ekonomi pasar vs ekonomi negara. Yang lucu adalah bahwa seluruh diskursus dam praktek ekonomi syariat yang berlangsung di semua negara Islam berlangsung di atas arena ekonomi kapitalisme. Karena itu, saya memandang apa yang disebut sebagai ekonomi Islam atau ekonomi syariat bukanlah alternatif terhadap kapitalisme, tetapi penegasan ekonomi kapitalisme itu sendiri melalui label-label Arab. Tetapi label-label itu tidaklah mengubah watak dasar ekonomi yang kapitalistis. Kenyataan ini tentu berlawanan dengan jargon akivis Islam di mana-mana yang mengatakan bahwa Islam adalah alternatif. Dalam kasus ekonomi syariat, Islam hanyalah "ndompleng" saja pada kapitalisme. Kesimpulannya: ekonomi syariat adalah kapitalisme yang diarabkan (arabized capitalism). Wallahu a'lam bisshawab. Ulil KOMENTAR ORANG AWAM Untuk mengendorkan semangat bersyariah ummat Islam, bagi seorang Ulil, segala cara boleh lah dipakai. Kali ini dengan cara kamuflase bahasa. Buyu', Salam, Qardh, Sharf, Hibah, Ijarah, dll dia jejerkan dengan padanan katanya. Maksudnya ingin menipu orang-orang awam yang moga-moga lupa membedakan antara istilah teknis dan nilai yang disandangnya. Jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan ratusan jenis transaksi ekonomi yang lain bisa saja diganti dengan bahasa apapun dan memang semua jenis praktik ekonomi tersebut bersifat umum. Makan (Arab = akl, English = eat), tidur (Arab = naum, English = sleep), kawin (Arab = nikah, English = marry), dan lain-lain adalah istilah umum bagi kegiatan-kegiatan manusia. Semua orang bisa melakukannya. Namun yang penting diperhatikan adalah nilai syariah yang dikandungnya. Inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam (atau ekonomi islami, terserah) dengan sistem ekonomi yang mengabaikan nilai-nilai syariah. Penggunaan istilah Arab sedikit banyaknya cukup berguna untuk mengusung semangat bersyariah yang dibenci oleh orang-orang islamphobi. Lagi-lagi, untuk menipu orang-orang awam, Ulil tidak malu untuk berlagak bodoh (atau memang bodoh?). Saya juga bukan seorang ekonom bahkan terhitung jarang membaca buku-buku ekonomi. Tapi boleh juga dong berbicara sedikit tentang ekonomi seperti gaya Ulil. Tapi kalau ada yang salah, tidak usah "dijewer" yaah.... maklum saja saya orang awam. :-) Berbicara tentang ekonomi harus dimulai dengan definisi ekonomi yaitu segala kegiatan (produksi, distribusi dan konsumsi) untuk memenuhi kebutuhan hidup (barang dan jasa) bagi manusia. Kebutuhan manusia pada dasarnya terbatas, hal ini selaras dengan terbatasnya sumber daya alam. Tapi yang menjadi masalah, keinginan manusia tidak terbatas. Keinginan yang tak terbatas inilah sesungguhnya yang berpotensi menimbulkan problema ekonomi. Menurut Islam, keinginan manusia itu harus dibatasi dengan nilai-nilai syariah seperti halal dan haram, zuhud, qana'ah (pola hidup sederhana), dan shadaqah (memberi barang dan jasa). Sehingga dalam kehidupan yang islami, roda ekonomi berputar dengan stabil dan harmonis. Bila lambat tidak sampai mogok, bila cepat tidak ngebut. Yang lebih penting lagi tidak merusak tatanan alam dan kemanusiaan. Ekonomi liberal tidak mengenal nilai-nilai tersebut sehingga sejatinya berorientasi pada pemenuhan keinginan manusia yang tidak terbatas itu. Roda ekonomi liberal berputar dengan keinginan (hawa nafsu) manusia sebagai motor penggeraknya, bukan kebutuhan manusia. Konsekwensinya (karena keinginan manusia tak kenal batas) roda ekonomi harus terus berputar kencang dan semakin kencang mengejar angka pertumbuhan, hingga suatu saat roda ekonomi pasti akan aus dan rusak dengan sendirinya. Maka terjadilah kerusakan di muka bumi. Produksi dan konsumsi terus dipacu melahirkan konsumtifisme (budaya belanja di luar kebutuhan) yang terus dipupuk oleh para produsen untuk mencari keuntungan hingga ke tingkat hedonisme (asal senang). Anda tahu, sebagian besar peredaran uang di dunia ini berada dalam bisnis entertainment (hiburan) bahkan bursa seks dan bandar narkoba. Sangat kontras dengan masih besarnya populasi manusia yang hidup jauh di bawah garis kemiskinan dan kemelaratan. Industrialisasi mengganas menjadi industrialisme (eksploitasi sumber daya alam secara rakus demi kepentingan industri). Hal ini menuntut modal yang sangat besar sehingga melahirkan kapitalisme (penumpukan modal di tangan segelintir orang) yang menyuburkan sistim riba. Berhubung industrialisme dan kapitalisme tidak juga cukup untuk terus menambah kencang laju pertumbuhan ekonomi, maka mereka pun menempuh jalur primitif imperialisme (penjajahan). Itulah makna "oil for food" yang secara eksplisit dicanangkan oleh PBB dan "war for oil" yang secara implisit digelar oleh Amerika. Kedua-duanya adalah kuda tunggangan Yahudi, sang sutradara ekonomi liberal! Itulah sekedar ilustrasi singkat perbedaan antara ekonomi yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam dan yang tidak. Baru pada tataran definisi ekonomi saja sudah tampak jelas adanya perbedaan visi dan misi serta konsekwensi-konsekwensinya. Distribusi (penyaluran barang dan jasa) menurut Islam terdiri dari tiga mekanisme yakni pemberian, pertukaran dan peminjaman. Mekanisme "pemberian" harus berlangsung satu arah (dari si pemberi kepada yang diberi) tanpa si pemberi mengharap sesuatu dari yang diberi (hanya mengharap pahala dari Allah). Demikian pula halnya mekanisme "peminjaman", bedanya di sini tidak terjadi perubahan status kepemilikan. Pemberi pinjaman tidak boleh mengambil dan mengharap imbalan barang/jasa sekecil apapun dari orang yang diberi pinjaman, karena itulah yang dinamakan riba. Kedua mekanisme distribusi tersebut (pemberian dan peminjaman) sangat digalakkan oleh Islam, sebagaimana Islam sangat menggalakkan jual-beli dan perdagangan (mekanisme "pertukaran"). Bagaimana mungkin seseorang bisa memberi dan meminjami kalau dia tidak memiliki kelebihan harta yang didapat lewat bekerja dan berniaga? Jadi antara pertukaran, pemberian dan peminjaman berjalan secara seimbang dan harmonis. Sedang distribusi dalam ekonomi liberal lebih berorientasi pada bisnis perdagangan. Sampai-sampai lahan mekanisme pemberian dan peminjaman pun dicaplok dan dimasukkannya ke dalam mesin perdagangan untuk menghasilkan uang. Itulah sistim riba! Makanya, saya tidak mau menyangkal bank sebagai institusi ekonomi yang lahir di era dominasi ekonomi liberal sebagai tuntutan kapitalisme. Apanya yang perlu dikagumi dari bank selain jumlahnya yang menjamur bak cendawan di musim hujan? Dan setiap saat bisa kollaps bagaikan dedaunan di musim gugur? Saya lebih kagum dan bangga dengan institusi "baitul maal" yang dicetuskan oleh ijtihad khalifah Umar bin Khattab. Baitul maal --mudah-mudahan seperti yang dikelola oleh Dompet Dhuafa dan lembaga amil zakat nasional lainnya-- adalah bagian dari sistem ekonomi yang berperan sangat penting dalam menciptakan kestabilan ekonomi. Celakanya, bagi sebagian ekonom dan pengamat ekonomi yang kemaruk, terkadang hanya membatasi pembicaraan tentang ekonomi di lingkup perbankan, pengusaha dan perdagangan semata. Bukankah begitu, Ulil? Wassalam Yusuf Anshar -------------------------------------------------------------------------------- Selanjutnya orang awam membungkam ilusi intelek liberal Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan dengan ukuran yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. [QS 42:27] <> Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. [QS 62:9-10] <> Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, bagi mereka pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan). [QS 2:275-281] <> Dari Ibnu Umar bin Khatthab radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal sungguh Dia akan memberi rezki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezki kepada burung, mereka keluar di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali di sore hari dalam keadaan perut berisi." [HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah] <> Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Lihatlah kepada orang yang di bawah kalian dan jangan kalian lihat orang yang di atas kalian, dengan demikian kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian." [HR. Bukhari dan Muslim] <> Dari Abu Musa al-Asy'ary radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap muslim wajib bersedekah." Dia bertanya: "Bagaimana jika ia tidak sanggup?" Beliau bersabda: "Dia bekerja dengan tangannya agar bermanfaat bagi dirinya dan dia bersedekah dengannya." Dia bertanya: "Bagaimana jika ia tidak sanggup?" Beliau bersabda: "Dia menolong orang yang butuh pertolongan." Dia bertanya: "Bagaimana jika ia tidak sanggup?" Beliau bersabda: "Dia menyuruh orang berbuat kebaikan." Dia bertanya: "Bagaimana jika ia tidak sanggup?" Beliau bersabda: "Dia menahan diri dari berbuat kejahatan karena itupun merupakan sedekah." [HR. Bukhari dan Muslim] <> Qabishah bin al-Mukhariq berkata: "Saya menanggung suatu beban yang berat, kemudian saya datang kepada Nabi untuk meminta-minta, maka jawab Nabi: "Tinggallah di sini sehingga ada sedekah datang kepada saya, maka akan saya perintahkan sedekah itu untuk diberikan kepadamu." Lantas beliau pun bersabda: "Hai Qabishah! Sesungguhnya minta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) Seorang laki-laki yang menanggung beban yang berat, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia dapat mengatasinya kemudian sesudah itu dia berhenti. (2) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu bahaya yang membinasakan hartanya, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standar untuk hidup. (3) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu kemiskinan sehingga ada (rekomendasi) tiga orang pandai dari kaumnya berkata: Sungguh si fulan ditimpa suatu kemiskinan, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standar hidup. Selain itu, meminta-minta hai Qabishah, adalah haram, yang melakukannya berarti makan barang haram." [HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa'i] <> Dari 'Amr bin Sa'd al-Anshary radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku akan menyampaikan kepada kalian sebuah berita maka peliharalah: tidaklah berkurang harta seorang hamba karena bersedekah, dan tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman melainkan Allah akan menambah kemuliaan baginya, dan tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta melainkan Allah akan membukakan baginya pintu kemiskinan. Dan aku akan menyampaikan sebuah berita kepada kalian maka jagalah: Sesungguhnya dunia itu untuk empat golongan. Seorang hamba yang diberi oleh Allah harta dan ilmu maka dia bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturahmi dengan harta itu dan dia mengetahui haq-haq Allah dalam harta itu. Maka inilah kedudukan yang paling utama. Dan seorang hamba yang diberi oleh Allah ilmu dan tidak diberi harta maka dia benar niatnya dengan berkata: "Seandainya aku memiliki harta niscaya aku berbuat seperti perbuatan fulan (orang yang pertama tadi)." Maka dia dengan niatnya itu, pahala keduanya adalah sama. Dan seorang hamba yang diberi oleh Allah harta tapi tidak diberi ilmu maka dia menghabiskan hartanya tanpa ilmu. Dia tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak menyambung tali silaturahmi dengannya dan tidak mengetahui haq Allah dalam harta itu. Maka inilah kedudukan yang terburuk. Dan seorang hamba yang tidak diberi harta maupun ilmu. Maka dia berkata: "Seandainya aku memiliki harta niscaya aku berbuat dengannya seperti perbuatan si fulan (orang ketiga tadi)." Maka dia dengan niatnya itu, dosanya sama dengan orang yang tadi." [HR. Tirmidzi] <> Orang Awam Membungkam Ilusi Intelek Liberal tentang Realitas Objektif [ HOME ] To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Fri, 3 Jun 2005 09:02:05 -0700 (PDT) Subject: Re: ~JIL~ Soal lesbian/homo dan azab Tuhan Bung Ikra, Gampang sekali menerangkan kisah pembasmian orang-orang Sodom dan Gomorrah itu. Saat tsunami menerjang Aceh kemaren, banyak orang "menafsiri" kejadian itu dengan pelbagai macam cara, antara lain dengan sudut pandang agama. Dari sudut ini, dikatakan bahwa tsunami terjadi karena banyak orang Indonesia yang melakukan maksiat. Bahkan ada yang mengatakan bahwa tsunami terjadi karena untuk pertama kali dalam sejarah Aceh diadakan peringatan Natal (itu terjadi sehari sebelumnya, 25 Desemeber). Ada yang mengatakan, karena orang Aceh banyak yang tak pakai jilbab. Pokoknya, orang-orang beragama bikin penafsiran yang "aneh-aneh" dan menggelikan lah. Fakta bahwa tsunami terjadi di Aceh jelas tak bisa ditolak, semua orang menyaksikannya. Tetapi apakah tsunami terjadi karena banyak orang melanggar aturan agama, tak ada yang tahu. Itu hanya "penafsiran subyektif" orang beragama. Dengan kata lain, tsunami adalah realitas obyektif; tetapi anggapan bahwa tsunami terjadi karena maksiat, itu namanya realitas subyektif. Begitulah kejadian kaum Sodom itu. Bahwa Sodom mengalami bencana alam ya; tetapi apakah bencana itu terjadi karena penduduk di sana melakukan praktek seksual yang menyimpang, itu penafsiran subyektif orang-orang beriman: bisa benar, bisa tidak. Selain itu, saya tak percaya bahwa Tuhan "ikut campur" secara langsung dalam sejarah dengan menghukum orang-orang yang berdosa. Begitu orang berdosa di dunia, langsung dihukum secara kontan. Ini pandangan teologi kanak-kanak atau infantilistik. Kalaupun Tuhan menghukum, pastilah lewat proses hukum alam. Anda menebang hutan, banjir datang. Anda mengotori udara, terjadi polusi, penyakit menyebar. Anda tak bangun selokan yang baik, hujan sedikit air membludak. Anda tak hidup dengan sehat, penyakit datang. Begitulah seterusnya. Tuhan bekerja melalui hukum "sebab-akibat". Tetapi kalau ada orang berdosa di Mangga Dua, Tuhan langsung "terjun" ke sana melakukan "patroli", atau menghukum pendosa "on the spot", seperti dikisahkan dalam Kitab Suci, maka itu sudah pasti tak benar. Kitab Suci banyak bicara secara metaforis. Itu yang jarang diperhatikan. Kalau di Quran dikisahkan bahwa seorang Nabi datang, lalu didustakan oleh kaumnya, lalu azab datang, maka sudah tentu tidak boleh dipahami bahwa azab itu datang "on the spot" tanpa sebab-sebab alamiah yang masuk akal. Di Las Vegas, ada jutaan penjudi dan pendosa. Las Vegas aman-aman saja. Tak ada azab Tuhan yang "kontan" di sana. Kalau Las Vegas hancur suatu ketika, pasti ada sebab-sebab alamiah yang masuk akal, entah gempa bumi, atau salah kelola pemerintahan, sehingga menghancurkan kehidupan orang di sana. Jika itu terjadi sekarang, maka itu juga yang terjadi di zaman Nabi Luth. Saya yakin, hukum Tuhan yang bekerja zaman Nabi Luth dan abad 21 sama saja. Tak ada bedanya. Wa lan tajida li sunnatilLahi tabdilaa...., kata Quran. Hukum Tuhan dalam bentuk "sebab akibat" tak pernah berubah. Ulil KOMENTAR ORANG AWAM Dari segi filsafat ilmu (ontologi-epistemologi-aksiologi) saja, sebetulnya tidak ada penjelasan ilmiah yang benar-benar objektif, hatta di bidang yang disebut eksakta (ilmu pasti) sekalipun. Sebuah objek atau fenomena alam yang diamati dengan ilmu fisika misalnya; harus dianalisa, diukur dan dirumuskan dengan teori fisika yang disusun oleh para fisikawan dengan asumsi, paradigma dan postulat mereka masing-masing. Istilahnya, melakukan pengamatan secara objektif dengan berbagai pendekatan yang bersifat subjektif. Jadi jangan terpaku, terpesona dan tertipu dengan objektifisme. Objektif menurut siapa dulu? (Jadi, subjektif juga kan? :-) Tapi okelah, kita terima saja istilah realitas objektif dan subjektif itu. Masalahnya, penjelasan objektif ala Ulil sebetulnya lebih tepat bila disebut penjelasan sekuler. Meskipun dia membawa-bawa kata Tuhan di situ, tapi kentara sekali ketidaksukaannya bila orang membawa-bawa isu agama dalam meneropong fenomena alam. Untuk jelasnya, mari kita langsung ke contoh kasus. Tsunami! Apa itu tsunami? Menurut realitas objektif, tsunami adalah gelombang laut pasang dengan volume dan kecepatan tinggi dari lautan ke daratan. Kenapa gelombang itu terjadi? Karena adanya tekanan yang sangat kuat terhadap air laut. Kenapa tekanan itu terjadi? Karena adanya massa laut yang berpindah secara tiba-tiba. Kenapa massa laut itu berpindah? Karena adanya gempa atau gerakan kerak bumi di dasar laut. Kenapa terjadi gempa? Karena lapisan kerak bumi itu selalu bergerak. Kenapa kerak bumi itu bergerak? Karena sifat lapisan bumi itu begitu dan begini. Kenapa bumi bersifat begitu? Karena bumi terbentuk dari seciprat massa matahari yang terlepas kemudian mendingin dst... dst... (Kenapa-karena lanjutkan saja sendiri). Kalau penjelasan di atas terus diusut tuntas sampai ke pangkalnya maka akan tiba pada satu titik awal mula (detik nol) terjadinya alam semesta. Di sinilah sains buntu. Pengembaraan empirik berhenti sampai di situ. Manusia diperhadapkan kepada dua pilihan. Menerka bahwa segala fenomena tersebut terjadi "begitu saja" (sekedar proses tanpa sebab) ataukah harus menerima kenyataan ada-Nya Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai penyebab segala sesuatu. Orang yang memilih (secara subjektif, jadi tidak objektif lagi) opsi "begitu saja" sesungguhnya tidak menjawab apa-apa, artinya dia memilih untuk tetap buntu dan tidak tahu, bahkan dia mengabaikan jawaban pasti tentang adanya Tuhan pencipta alam semesta yang maha besar, rumit, teratur, indah sekaligus penuh dengan kejutan ini. Adapun orang yang menjatuhkan pilihan waras tentang adanya Tuhan, melihat tsunami itu sebagai suatu rentetan kejadian (proses) dari keseluruhan rentetan kejadian yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Tuhan sejak awal penciptaan alam hingga hari berakhirnya alam (kiamat) kelak. Menyadari eksistensi Tuhan, itu baru starting point untuk beriman. Setelah mendapatkan kabar tentang adanya berita langit (wahyu) dari Tuhan yang dibawa oleh seorang Nabi, seseorang diperhadapkan kepada pilihan untuk menerima adanya wahyu itu atau tidak. Bila ia dengan intuisi fitrahnya (hidayah) mempercayai kabar tersebut maka ia harus menghadapi pergumulan pilihan selanjutnya untuk menerima kebenaran al-Quran sebagai salah satu wahyu dari Allah. Bila ia kemudian beriman kepada Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir, maka pekerjaan selanjutnya adalah mencari dan mengkaji ajaran Islam yang shahih (valid) dan asli (orisinal). Bila ia dengan kesungguhan dan keikhlasannya berhasil menemukan ajaran Islam yang murni dan bersih dari distorsi takwil dan kontaminasi bid'ah, maka menjadilah ia manusia muslim yang istiqamah (berada di atas jalan yang lurus, jalan para Nabi dan pengikut-pengikutnya). Seorang yang beriman akan memandang peristiwa tsunami disamping secara objektif (alamiah) juga secara subjektif (rabbaniyah). Pengetahuan objektifnya tentang tsunami mungkin tidak berbeda jauh dengan orang lain. Tapi ditambah dengan pengetahuan subjektifnya bahwa tsunami adalah fitnah (siksaan dan ujian) bagi manusia. Kalau kita mau jujur, pandangan objektif (ala Ulil) tidak menyentuh akar permasalahan. Penjelasan seperti itu hanya menjawab pertanyaan "bagaimana (proses) terjadinya tsunami?" bukan "kenapa terjadi tsunami?" Karena adanya gempa di dasar laut? Keliru! Kenapa keliru? Karena gerakan kulit bumi, gempa, air pasang dan lain-lain semuanya merupakan rangkaian proses yang namanya tsunami. Pertanyaan "kenapa terjadi tsunami?" adalah pertanyaan subjektif yang timbul dari fitrah keberagamaan manusia yang selalu ingin mengingat Tuhan. Ulil menginginkan kita membatasi hukum sebab-akibat pada proses itu saja. Apa yang terjadi itu, ya begitulah; tidak usah ada pertanyaan "kenapa-kenapaan". Kalau begitu, apa bedanya manusia dengan binatang dalam menyaksikan fenomena alam? Bedanya hanya pada level kedalaman observasi dan kemampuan aplikasi. Malah mungkin dengan naluri indera keenamnya yang mampu menangkap sinyal "peringatan dini", hewan-hewan lebih antisipatif terhadap bencana ketimbang manusia. Tidak bisa tidak! Pertanyaan yang selalu mengusik qalbu manusia tentang "kenapa, ada apa di balik semua ini?" tidak lain adalah cermin fitrah beragama manusia. Manusia sadar akan adanya Pencipta Yang Maha Kuasa. Manusia sadar akan adanya kehidupan yang hakiki nan abadi sesudah kematian dan kiamat kelak. Fitrah manusia pun sadar bahwa hidup di dunia ini harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan perhitungan serta timbangan kebenaran dan kebaikan itu ada di sisi Tuhan yang disampaikan lewat wahyu, risalah dan agama. Nah, bila ada orang yang mengatakan bahwa tsunami terjadi karena adanya perayaan natal pertama kali di Aceh maka itu adalah ungkapan subjektif yang sesuai dengan logika keimanan. Tidak salah dan tidak aneh! Ungkapan itu benar secara subjektif dan objektif sekaligus. Terjadinya tsunami adalah objektif, perayaan natal juga objektif. Kedua objek kejadian itu dihubungkan secara subjektif dengan logika keimanan bahwa perayaan natal adalah kepercayaan kufur dan perbuatan syirik yang tidak diridhai oleh Allah, sedang tsunami adalah salah satu bentuk fitnah (ujian dan siksaan) yang diciptakan oleh Allah. Antara kebencian Allah dengan siksaan Allah tentu mempunyai hubungan kasualitas yang logis. Jadi, apanya yang aneh dan menggelikan? Kalau kita sudah memahami bahwa penjelasan subjektif adalah bagian dari penjelasan yang benar dengan logika keimanan yang benar, maka antara kasus Tsunami Aceh, Sodom-Ghomorah dan Las Vegas, tidak ada bedanya. Semua itu (dan seisi dunia ini) adalah fitnah bagi manusia. Penduduk Sodom dan Ghomorah yang kufur kepada Allah dan melakukan kefasikan dan kekejian (homoseks) disiksa oleh Allah setelah terlebih dahulu memberikan informasi rahasia (wahyu) kepada Nabi-Nya untuk menyingkir menyelamatkan diri bersama para pengikutnya. "Nasib baik sementara" bagi Las Vegas juga merupakan fitnah bagi orang kafir dan fasik sehingga makin bertambah kekafiran dan kefasikannya karena merasa "aman-aman saja". Disamping itu menjadi ujian bagi orang yang beriman; adakah mereka lebih meyakini balasan di akhirat? Kenapa skenarionya berbeda? Saya kira Ulil tidak terlalu bodoh untuk mengira bahwa Allah menyuguhkan "drama kanak-kanak" di panggung dunia-Nya. Siapa yang maksiat disikat, yang taat dimanja. Al-Quran dan Al-Sunnah tidak semata bercerita tentang hukuman "pemanasan" di dunia bagi kaum yang membangkang tapi juga tentang kesulitan perjuangan para Nabi, kesewenang-wenangan kaum kafir, musiba dan derita yang dialami kaum mukminin bahkan tidak sedikit Nabi yang dibunuh oleh kaumnya. Allah memang berfirman yang artinya: "Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." [3:137] Tapi Allah juga berfirman yang artinya: "Jika kamu (muslimun) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafirun) itupun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia dan supaya Allah mengetahui orang-orang yang beriman (setelah diuji) dan Dia menjadikan diantaramu (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." [3:140] Sederhana sekali. Sesederhana pandangan objektif orang-orang kufur, liberal dan sekuler yang memandang suatu kejadian apa adanya, memang sudah begitu. Orang beriman memberi penilaian terhadap dunia dengan pertimbangan syariat dan akhirat. Orang kufur memberi penilaian terhadap dunia dengan dunia semata, materi dan energi, barang dan jasa. Kalau demikian, saya kira tidak beda dengan peradaban kera dan babi. Bedanya hanya pada teknologi. Apa itu teknologi? Teknis dan cara untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan madharat. Intinya sama, "bagaimana agar bisa tetap hidup dengan enak". Itulah ideologi "struggle for life"nya Charles "kakek kera" Darwin. Tapi nyatanya apa? Saya tidak yakin bahwa hidup manusia lebih enak daripada kera (tanya saja si kera). Bahkan saya sangat yakin bahwa kualitas dan kuantitas penyakit dan kemelaratan di era teknologi modern jauh lebih banyak daripada di zaman batu dan perunggu. Last but not least, all must die. Fa aina tadzhabuun? Sebagai illustrasi penutup, di zaman Nabi saw pernah terjadi gerhana matahari bertepatan dengan hari kematian anak Rasul yang bernama Ibrahim. Bayangkan, gerhana matahari, peristiwa langka yang baru terjadi sekali itu dan tanpa prediksi sebelumnya. Mulailah orang-orang melontarkan penafsiran subjektif yang sekilas cukup "positif" yaitu gerhana matahari sebagai tanda berkabung karena kematian putera Nabi. Mendengar itu, apa komentar Nabi? Beliau sama sekali tidak menggunakan moment itu untuk menaikkan "pamor" kenabiannya. Beliau hanya berkomentar singkat namun padat: "Matahari dan bulan adalah dua tanda diantara tanda-tanda (kekuasaan) Allah. Dia gerhana bukan karena lahir atau matinya seseorang. Maka apabila kalian melihat terjadinya gerhana itu segeralah mengingat Allah dan melaksanakan shalat!" Suatu komentar yang menggabungkan secara benar realitas objektif dan realitas subjektif sekaligus! Shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam. Wassalam, Yusuf Anshar -------------------------------------------------------------------------------- Selanjutnya orang awam membungkam racauan intelek liberal Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS 64:11] <> Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. [QS 42:30-31] <> Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi berbangga diri. [QS 57:22-23] <> Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Aku di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari, lalu beliau bersabda: "Hai anak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau dapati Dia di hadapanmu. Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan apabila engkau minta tolong minta tolonglah kepada Allah. Dan ketahuilah, bahwa seandainya ummat ini berkumpul untuk memberimu sesuatu manfaat, mereka tidak dapat memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu. Dan seandainya mereka berkumpul untuk memberimu sesuatu mudharat, mereka tidak dapat memberimu mudharat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering." [HR. Tirmidzi] <> Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallahu 'anhu: "Aku berkata: "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu perkara untuk aku berpegang dengannya." Beliau bersabda: "Katakanlah: Tuhanku Allah kemudian istiqamah-lah!" Aku berkata lagi: "Wahai Rasulullah, apa yang paling engkau kuatirkan atasku?" Maka beliau memegang lidahnya sendiri kemudian bersabda: "Ini." [HR. Tirmidzi] <> Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. [QS 7:182-183] <> Dari 'Ubadah bin as-Shamit radhiyallahu 'anhu berkata: "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang pertama diciptakan oleh Allah tabaraka wa ta'ala adalah al-qalam, kemudian Dia berfirman kepadanya: "Tulislah!" Dia berkata: "Apa yang kutulis?" Dia berfirman: "Tulislah apa yang ada dan terjadi hingga hari kiamat!" [HR. Ahmad] <> Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata: "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seandainya Allah menyiksa penduduk langit-Nya dan penduduk bumi-Nya pasti Dia menyiksa mereka tanpa Dia berbuat zalim kepada mereka. Seandainya Dia merahmati mereka maka adalah rahmat-Nya itu lebih baik daripada amal-amal mereka. Seandainya engkau memiliki emas sebesar gunung Uhud, engkau infakkan di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerimanya darimu sebelum engkau beriman dengan qadar; dan engkau mengetahui bahwa apa yang menimpamu tidak akan menyalahimu dan apa yang menyalahimu tidak akan menimpamu. Dan sesungguhnya jika engkau mati di atas (keyakinan) selain ini, engkau akan masuk neraka." [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah] <> Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. [QS 65:12] <> Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya. Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". [QS 18:102-110] <> Orang Awam Membungkam Racauan Intelek Liberal tentang Paris [ HOME ] To: islamliberal@yahoogroups.com From: "Ulil Abshar-Abdalla" Date: Sun, 12 Jun 2005 23:45:23 -0700 (PDT) Subject: Musium Louvre dan kesadaran Muslim modern Salam, Minggu kemaren, 12/6, saya tiba di Paris: kota tumpah darah pencerahan; kota yang membuat takjub Rifaah Tahtawi; kota yang membuat Muhammad Abduh melontarkan kalimatnya yang terkenal itu, "Aku lihat Islam (di Paris), meskipun tidak ada orang Islam; Aku lihat orang Islam di Kairo, tetapi tak melihat Islam di sana". Begitu sampai di hotel, saya tak sabar menahan godaan untuk jalan-jalan. Kebetulan, saya menginap tidak jauh dari salah satu "square" yang masyhur di Paris, Place de la Concorde, yang melalui jalan besar Avenue des Champs Elysee bersambung ke gerbang yang menjadi salah satu "landmark" kota "asmara" itu, yaitu Arc de Triomphe Etoile. Saya langsung jalan kaki ke taman kota itu. Pagi itu mungkin terindah sepanjang musim semi: cerah, matahari berkilau-kilau, tetapi temperatur tak terlalu tinggi, juga tak terlalu rendah (saya jadi ingat hadis, "Sebaik-baik perkara ada di tengah-tengah"). Ribuan turis bertebaran di kawasan itu, dari pelbagai suku bangsa (persis seperti kata Qur'an tentang kota Mekah, "Dan serulah manusia, hingga mereka berdatangan dari kawasan yang terjauh, fajjin 'amiq). Di pusat Place de la Concorde itu berdiri tegak obelis atau tugu yang terbuat dari batu yang menjadi pusat berkumpulnya para turis. Saya tak tahu, bahwa taman itu dekat dengan kawasan musim terbesar di dunia, yaitu Louvre atau Musee du Louvre. Momen ketika saya menyadari bahwa kawasan itu dekat dengan musim besar itu persis seperti pengalaman kaum sufi yang disebut dengan "kasfy" atau penyingkapan. Saya berteriak suka cita. Saya langsung jalan kaki menuju musium itu, dengan semangat yang menyala-nyala. Luas kawasan musium itu mungkin sama dengan lima desa Jawa "diikat" jadi satu "ombyokan". Arsitektur gedungnya sangat antik, dengan gaya Gotik yang melambangkan suatu "grandeur" yang menjadi ciri khas kekaisaran Perancis selama berabad-abad. Musium Louvre sungguh menakjubukan sekali, karena koleksinya yang bukan main kaya. Mungkin kita butuh waktu sebulan penuh untuk mengeksplorasi seluruh isinya. Inilah musium terbesar di dunia dengan koleksi yang luar biasa melimpah. Begitu masuk, kita akan bertemu dengan bangunan piramid dari kaca yang menjadi ciri khas musium itu, "Piramid Pei". Di ruang lobby yang luas, saya kebingungan, harus masuk ke bagian mana. Terlalu banyak pilihan yang menarik untuk ditonton. Sejak lama, saya ingin sekali melihat lukisan-lukisan dari masa klasik dan romantik. Saya ingin lihat langsung karya-karya seniman besar seperti Michaelangelo, Leonardo da Vinci, Jacques-Luis David, Francois Gerard, Eugene Delacroix (yang terkenal dengan lukisannya "Liberty Guiding the People" yang menjadi ilustrasi sampul bukunya Fareed Zakaria, "The Future of Freedom"), Theodore Gericault (dengan lukisannya yang terkenal tentang penumpang kapal Medusa yang tenggelam, "The Raft of the Medusa")dan (tak kalah penting) Jean-Auguste-Dominique Ingre (salah satu lukisannya yang terkenal, "The Turkish Bath", pernah diulas dengan menarik oleh Fatima Mernissi dalam bukunya, "Shecherazade Goes West"). Saya tak sabar untuk melihat karya-karya itu. Selama tiga jam saya berkeliling di bagian yang memajang lukisan-lukisan klasik. Saya berdiri takjub di hadapan karya-karya besar itu. Saya berdiri terkagum-kagum di hadapan lukisan karya Jacques-Luis David dengan ukuran raksasa, 6.21 x 9.79 m, dengan judul panjang "The Consecration of Emperor Napoleon and the Coronation of Empress Josephine in the Cathedral of Notre Dame, Paris, 2nd December 180". David tentu hidup di zaman sebelum ditemukannya kamera modern yang bisa menangkap dengan detil suatu obyek. Pelukis-pelukis besar dari zaman klasik itu mencoba untuk memotret dunia dengan detil, anatomi manusia, permainan warna yang sungguh mengagumkan. Perbedaan penting lukisan dengan fotografi adalah, saya kira, bahwa lukisan memotret dunia dengan interpretasi. Jika fotografi hanyalah fotokopi dunia, lukisan para seniman klasik itu adalah "enciptaan kembali" dunia dengan suatu tafsiran yang kreatif. David membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan lukisan besar itu. Sejak membaca bukunya Fatima Mernissi yang sudah saya sebut di atas, saya bermimpi kapan bisa melihat langsung lukisan-lukisan Jean-Auguste-Domonique Ingres (hidup antara 1780-1867). Seniman besar Perancis ini terkenal dengan lukisan-lukisannya tentang perempuan-perempuan yang mandi, "The Bathers" (mungkin dia pernah ngintip cewek mandi waktu kecil, kali, kayak kami di pesantren dulu, yang memburu pasangan pengantin baru melewatkan malam pertama di kamar yang biasanya terbuat dari bambu, sehingga menyediakan lobang untuk mengintip). Lukisan Ingres yang diulas dengan menarik oleh Mernissi adalah "Mandi Turki" atau "Turkis Bath". Puluhan harem yang telanjang dilukiskan di sana, dengan badan montok, eksotis, menggambarkan kehidupan para harem di istana raja-raja Turki. Lukisan Ingres itu adalah salah satu bentuk dari ketakjuban Barat atas Timur yang "eksotis", sebagaimana pernah diulas dengan menarik oleh Edward Said dalam Orientalism. Kritik Mernissi terhadap karya Ingres itu adalah bahwa seluruh perempuan dalam lukisannya itu digambarkan sebagai obyek yang pasif, menyerah, sementara penggambaran dunia harem dalam lukisan-lukisan Persia atau literatur Timur justru memperlihatkan perempuan penghuni harem sebagai tokoh yang "powerful" dan karena itu ditakuti oleh raja-raja. Mernissi melihat dalam lukisan Ingre ada sejenis "domestifikasi" atau penaklukan "timur" oleh "pandangan barat" (analisis kayak gini adalah kesukaan Ahmad Baso). Saat saya berkeliling di ruangan yang memajang lukisan-lukisan Italia zaman pencerahan, tiba-tiba saya melihat puluhan orang berkerumun di depan sebuah lukisan. Saya segera lari ke sana. Ternyata, di sanalah terdapat lukisan paling masyhur di dunia karya Leonardo Da Vinci, "Senyum Monalisa" atau "Potret Lisa Gherardini". Saya melihat orang-orang itu berkerumun seperti para hujjaj tawaf mengelilingi Ka'bah. Lukisan Monalisa itu sengaja diletakkan di tempat terpisah, dilindungi dengan kaca tebal, dan sekelilingnya dipasang sabuk pembatas yang biasa dipakai bank-bank untuk mengantur nasabah yang antri. Di mata saya, pengunjung itu berkerumun di hadapan lukisan itu seperti menghadapi obyek yang suci. Setelah tiga jam berkeliling, saya tak mempunyai daya lagi. Saya masih ingin melihat bagian-bagian yang lain, tetapi baik secara fisik dan mental saya telah "lelah". Melihat "barang cantik" dalam jumlah yang banyak dan berkelebihan, kadang-kadang dapat menghilangkan pesona barang-barang itu. Kecantikan kadang-kadang perlu dinikmati secara "cicilan", a drop by drop. Saya jadi ingat, barangkali itulah sebabnya kenapa wahyu datang ke Muhammad dengan cara dicicil. Wahyu yang datang "menggelontor" secara "grosiran" sudah pasti membat wahyu itu kehilangan daya tarik, tak punya lagi daya pikat. Saya masih harus menyimpan tenaga untuk jalan-jalan lagi di musium lain yang memajang karya-karya modern, yaitu Pompidou Center. Di sanalah konon karya-karya Matisse, Picasso, Kandinsky, Mondrian, Salvador Dali (di rumah, saya menyimpan repro karyanya yang sangat saya sukai, "The Persistence of Memory"; saya kira lukisan asli karya ini dipajang di Museum of Modern Art [Moma] di New York), Magritte, Chagall, dll. Saya kira, musium Louvre ini memperlihatkan dengan jelas bahwa peradaban Barat memang sangat raksasa. Bagi orang-orang Islam yang fundamentalis, mungkin karya-karya lukisan itu hanyalah "barang najis" yang diharamkan agama, sehingga tak layak untuk dikoleksi. Tetapi, bagi saya, lukisan itu mencerminkan tahap-tahap kehidupan rohaniah yang terus berkembang di Barat. Berdiri di hadapan lukisan Louis David, anda tak bisa lain kecuali mengagumi suatu "jenius" yang dahsyat. Berada di musium itu, saya seperti berada dalam sejarah yang sambung-menyambung sejak zaman Babilon (di Louvre juga dipajang patung Hammurabi dengan Codex Hammurabi-nya yang terkenal), hingga zaman modern. Waktu di dalam musium itu seperti digambarkan lagu Gesang dalam "Bengawan Solo": air mengalir sampai jauh. Sejarah adalah aliran waktu yang menjangkau kawasan-kawasan terjauh. Kita duduk di titik abad 21 satu dengan kesadaran historis yang panjang. Historisitas inilah yang hilang dari kesadaran Muslim modern. Waktu, dalam kesadaran Muslim modern, seperti mall-mall di Jakarta yang diciptakan kemaren sore: gemerlap, penuh dengan kontras, tetapi miskin kedalaman. Jika anda lihat struktur kesadaran orang-orang Islam fundamentalis di abad 21, gambaran mall-mall di Jakarta bisa memberikan ilustrasi yang baik. Dalam kesadaran itu, "jenius-jenius" besar seperti Ibn Khaldun, Ibn Rushd, Ibn Bajjah, Ibn Thufail, Abu Bakr Ar Razi, dilupakan, dihancurkan, persis seperti bangunan-bangunan kuno di Jakarta yang dihancurkan dan harus mengalah kepada mall-mall modern. Kesadaran fundamentalis ingin menjangkau masa antik di zaman Nabi. Mereka menguarkan jargon besar, "kembali kepada Qur'an dan Sunnah". Tetapi yang terjadi adalah penghancuran kesadaran historis. Umat Islam perlu membangun "musium Louvre"-nya sendiri, membangun "colosseum" untuk mengingat kembali sejarah intelektual Islam yang raksasa sepanjang 14 abad. Paris, 13 Juni 2005 Ulil KOMENTAR ORANG AWAM Satu komentar saja. Tentang ucapan remeh seorang Abduh yang pernah berkata, "Aku lihat Islam (di Paris), meskipun tidak ada orang Islam; Aku lihat orang Islam di Kairo, tetapi tak melihat Islam di sana", relatif okelah. Tapi hati-hati! Kalau mau diartikan secara benar begini: Islam itu adalah agama yang lengkap dan paripurna. Islam mengajarkan tauhid uluhiyyah (pengabdian hanya kepada Allah semata) dan juga mengajarkan etika kemanusiaan (seperti jujur, amanah, bersih, santun, dll). Di Paris banyak (tidak semua) orang yang tampak lahiriahnya beretika tapi tidak bertauhid, sedang di Kairo banyak (tidak semua) orang yang sudah bersyahadat tapi melalaikan etika kemanusiaan. Kedua-duanya buruk dan dibenci oleh Islam. Jadi ucapan itu sekali lagi adalah cerminan pengakuan akan kesempurnaan Islam yang tidak dimiliki oleh agama manapun di dunia ini! Tinggal ummat Islam dituntut untuk berbenah diri agar tidak menjadi cemoohan orang jahil/kafir sekaligus jangan tertipu dengan penampilan orang kafir seperti tertipunya Ulil. Membaca cerita Ulil, saya seperti melihat seorang peminum khamr yang berusaha melukiskan "sensasi rasa" dari "barang najis" yang sedang diminumnya. Dia seolah-olah berusaha meyakinkan orang-orang yang belum pernah mereguknya sembari menertawakan mereka dan berkata: "enak, gila!" Tidak ada yang perlu dikomentari. Praktis seluruh ceritanya --bagi orang-orang yang masih waras-- adalah racauan orang mabuk, terputar-balik tidak karuan. Perhatikan saja sendiri! Wassalam, Yusuf Anshar -------------------------------------------------------------------------------- Selanjutnya, terserah Allah !! Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahanam. Dan sungguh neraka Jahanam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. [QS 2:204-208] <> Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pula yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". [QS 7:32-33] <> Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang dipersiapkannya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. [QS 59:18-20] <> Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. [QS 58:19] <> Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah golongan yang beruntung. [QS 58:22] <> Nuun, demi pena dan apa yang mereka tulis! Berkat nikmat Tuhanmu, kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlaq yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [QS 68:1-8] <> Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, kian ke mari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu terkenal kejahatannya, karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng- dongengan orang-orang dahulu kala." [QS 68:11-15] <> Ketahuilah, bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [QS 57:20] Dapatkan koleksi ebook lain yang tak kalah serunya hanya di: http://jowo.jw.lt