16-19 April 2000 (Kasus Poso II)
Minggu 16 April 2000, di Terminal Poso dua pemuda pemabuk
asal Desa Lambodia dan Lawanga (desa Islam dan Kristen) terlibat
pertikaian. Warga kedua desa saling serang, aksi bentrok massa
meluas ke daerah sekitar Poso, juga menyulut bentrokan antara
Kelompok Merah dengan Kelompok Putih. Dari peristiwa ini sedikitnya
tiga orang tewas, empat orang luka-luka, 267 rumah terbakar, enam
mobil terbakar, lima motor hangus, tiga gereja hancur, lima rumah
asrama polisi hancur, ruang Bhayangkari Polda terbakar.
16 Mei 2000
Selasa 16 Mei 2000, Dedy seorang pemuda dari desa Kayamanya (suku
Gorontalo) tengah mengendarai motor Crystal pada malam hari,
tiba-tiba dihadang sekelompok pemuda Kristen yang mabuk di Desa
Lambogia. Dedy sempat melarikan diri dengan motornya, namun terjatuh
sehingga tubuhnya mengalami luka-luka. Setelah diperban, kemudian
Dedy melaporkan pada teman-temanya di desa Kayamanya, bahwa ia
dibacok oleh pemuda kristen Lambogia.
17 Mei 2000
Rabu 17 Mei 2000, warga muslim Kayamanya (sekitar 20 orang beserta
aparat) mendatangi Kelurahan Lambogia untuk mencari oknum pelakunya
namun disambut dengan serbuan panah/peluncur dari warga Lambogia.
Dan pada malamnya, warga Kayamanya membakar Desa Lambogia sekitar
400 rumah serta sebuah gereja Beniel.
19 Mei 2000
Jum�at 19 Mei 2000, ditemukan mayat Muslim korban pembantaian di
Jalan Maramis kelurahan Lambogia, dengan luka bacokan dan leher
tertusuk panah. Kemudian warga muslim terpancing emosi dan bergerak
kembali membakar gereja Advent dan sebuah gereja besar dekat
terminal, gedung serba guna, SD, SMP dan SMA Kristen. Warga kristen
mengungsi ke kelurahan Pamona Utara (Tentena) dan Tagolu yang
merupakan basis Kristen.
Setelah kejadian tersebut, umat Islam di Kelurahan Kowua bersiaga
penuh mengantisipasi serangan balasan. Seorang muallaf bernama
Nicodemus yang kebetulan bekerja di Tentena ditugaskan untuk
memantau perkembangan warga Kristen di Tentena. Setelah 2 minggu
kemudian, Nico kembali ke Poso karena merasa dirinya sedang diintai.
Namun dari situ muncul kesepakatan untuk menginformasikan melalui
kata Sandi Pak Nasir (Nashara) datang
berobat lanjut ke Poso berarti akan ada penyerangan kaum
Nasrani.
22 Mei 2000
Senin 22 Mei 2000, Pak Maro (muallaf) dari kelurahan Lawanga,
yang disusupkan di Kelurahan Kelei, datang ke kediaman Ust. Abdul
Gani, membawa pesan akan ada penyerbuan pada shubuh hari. Pak Maro
menyamar dengan memakai kalung salib dan mentato tubuhnya. Di Kelei
yang merupakan basis kristen pernah diadakan latihan militer. Jam
5.30 sore ada interlokal dari Nicodemus di Tentena ke rumah pak
Abdul Gani memberitakan, bahwa �Pak Nasir
(Nashara) akan berkunjung obat ke Poso malam ini atau besok.�
Jam 7 malam, seorang pemuda bernama Heri Alfianto yang juga ketua
Remaja Masjid Kowua memberikan informasi bahwa di rumahnya yang
kebetulan terdapat TUT (Telepon Umum Tunggu), ada seorang Kristen
yang diduga ingin menggunakan jasa telepon bercerita kepadanya bahwa
pada jam 2 malam akan ada penyerangan dari masyarakat Flores
(Kristen). Sekedar gambaran, Heri Alfianto dilihat dari raut
wajahnya mirip orang Kristen karena ibunya berasal dari Manado yang
muallaf, sehingga orang kristen mengira Heri juga orang Kristen.
Penyerangan dilakukan per kelompok kecil dengan sasaran KBL
(Kayamanya, Bonesompe, Lawanga) dan menculik tokoh-tokoh Islam Poso,
antara lain Haji Nani, Ust. Adnan Arsal, dll.
Pada malam itu juga dikumpulkan para tokoh yang tergabung dalam �Forum
Perjuangan Umat Islam� yang terbentuk sejak kerusuhan
Poso jilid I di rumah Ust. Adnan Arsal dan langsung
mengkoordinasikan pembagian tugas penjagaan di pos-pos yang telah
ditentukan. Pertemuan itu selesai jam 21.30. Pada malam itu sudah
tersebar isu penyerangan terutama di Kecamatan Poso Pesisir,
sehingga setiap warga, baik Islam dan Kristen, berjaga-jaga
mengamankan diri.
Pada jam 24.00 rombongan Muspida beserta Ketua DPRD Tk.II Akram
Kamarudin, menenangkan warga, memberitahukan kepada warga Poso bahwa
berdasarkan informasi Kapolsek Pamona Utara, Ramil Pamona Utara dan
Camat Pamona Utara isu penyerangan itu tidak benar dan menyesatkan.
Akhirnya warga yang tadinya berjaga di pos-pos bubar dan kembali ke
rumah, kecuali warga di Kelurahan Kowua. Bahkan pemuda Kowua
membantah berita dari Muspida tersebut karena yakin dengan info dari
Nico di Tentena.
Setelah itu muncul tanda bahaya berupa kentungan pada tiang listrik
dari desa seberang sungai, tepatnya di PDAM, Kelurahan Gebang Rejo.
|