MALL.HEXAT.COM FREE-DOWNLOADS-SITE
www.mall.hexat.com
TEGAL-JATENG-INDONESIA
Bookmark now..!!

ARTIKEL ISLAMI
POSO 3

23 Mei 2000 (Kasus Poso III)

Selasa 23 Mei 2000 sekitar pukul 02.00 wita terjadi kerusuhan yang dipicu oleh 13 �pasukan ninja� bersenjatakan kelewang, senjata pelontar dan tombak. Salah satu dari tiga ninja yang berhasil ditangkap adalah perempuan berumur sekitar 25 tahun. Salah seorang lainnya mengaku warga trans Beteleme asal Nusa Tenggara. Pasukan ninja ini beraksi dengan mengintai warga yang melintas di poros jalan Kelurahan Kayamanya. Siapa pun yang melintas di poros jalan itu mereka bacok.

Kelompok ninja tersebut membawa sandera (Pak Alwi, pegawai BNI), dibawa ke Desa Kayamanya dengan tujuan mencari Haji Nani Lamusu. Dari pihak Polres, yakni Bapak Serma Kamaruddin Ali (47) yang ingin menyelamatkan sandera dan mencoba bernegosiasi, berkata: �Saya ini polisi�, sembari mencabut pistol. Namun Pak Kamarudin keburu tewas di tempat dibacok kelompok ninja itu. Sedangkan pak Alwi (sandera) selamat dan melarikan diri. Mereka berhasil membakar rumah Haji Nani Lamusu, dan terus maju ke desa Moengko Baru, di situ didapati seorang mantan lurah, Pak Abdul Syukur (40) yang ingin memukul tiang listrik tanda bahaya dibacok hingga tewas. Selain itu yang kena bacok dan langsung tewas Baba (62) warga kelurahan Moengko Baru. Sebagian dari �pasukan ninja� saat dikejar oleh masyarakat langsung bersembunyi di kompleks Gereja Katolik di Kelurahan Kayamanya.

Pada hari yang sama, beredar isu yang isinya semua rumah-rumah ibadah (Gereja) di sekitar Kota Poso akan dibakar dan sejumlah tokoh-tokoh kristen akan diculik. Berdasarkan isu itu, sejumlah umat kristen mengungsi ke asrama-asrama Kodim dan Polres Poso.

24 Mei 2000
Rabu dinihari 24 Mei 2000, terjadi penyerangan mendadak dari sekelompok orang berpakaian ala ninja ke beberapa pos pengamanan di beberapa kantong muslim. Berikutnya, warga Kelurahan Kayamanya (Islam) hendak melakukan penyerangan ke warga Kelurahan Lombogia dan kantong-kantong permukiman Kristen lainnya. Polisi menghalangi niat itu. Tapi kerusuhan tak bisa dibendung. Akibatnya, tiga orang tewas; salah satunya polisi (Serda Pol Rudy yang tertembak senjata rakitan) dan 15 orang luka-luka.

26 Mei 2000
Jumat 26 Mei 2000, Pasukan Merah yang berjumlah ribuan mengepung dan berusaha menguasai kota Poso. Tetapi di perbatasan kota mereka ditahan oleh Komando Jihad yang berjumlah sekitar 900 orang. Akibat kebiadaban Pasukan Merah, sekitar 1500 muslim tewas dan hilang.

Jumat 26 Mei 2000, puluhan warga muslim Kecamatan Lage berencana mengungsi ke Poso Kota dengan menumpang delapan buah mobil. Ketika rombongan tiba di Togolu, mobil-mobil mereka dicegat oleh Kapolsek dan Camat Lage. Kapolsek dan Camat menyuruh pengungsi kembali ke kampung dengan alasan Laskar Kristen sudah dipergikan. Akhirnya, rombongan mengungsi ke pingir kuala (Ahad, 28 Mei 2000), selanjutnya rombongan langsung lari ke Kayoe wilayah Lembomawo untuk menginap semalam. Di tempat ini, Laskar Kristen menemukan mereka dan langsung menggeledah. Wens Tanagiri menggiring rombongan dari Kayoe ke pinggir kuala kemudian ke Kayoe lagi, kemudian digiring lagi ke dalam hutan besar Tambora. Di sini, rombongan sempat tidur dua hari dua malam. Paginya, Pak Hamidun, Jumirin, Slamet, Pardono dan Suman bermaksud turun ke Kuala untuk mengambil air, mendadak mereka disergap oleh Laskar Kristen yang berjumlah sekitar 70 orang. Anggota rombongan lain sempat lari dan bersembunyi. Namun esoknya, Laskar Kristen berjumlah 75 orang sekitar jam 11 siang datang lagi, melakukan penyergapan. Pengungsi perempuan ditelanjangi, sedangkan pengungsi laki-laki diikat tangannya menjadi satu renteng, ditendang, disiksa, dan dibawa pergi entah ke mana. Hingga kini tak pernah kembali.

27 Mei 2000
Sabtu 27 Mei 2000 sekitar pukul 07.00 pagi, sekitar 300 orang Pasukan Merah yang bergerak di sebelah Timur memasuki desa Tokorondo dari Desa Masani. Begitu masuk desa, mereka dihadang oleh sekitar 400 orang pasukan putih. Tetapi begitu melihat persenjataan yang dibawa oleh pasukan merah, komandan pasukan putih memerintahkan anak buahnya untuk mundur. Pasukan Merah bertindak ugal-ugalan. Mereka memberondongkan peluru secara membabi buta. TNI baru datang sekitar tanggal 6 Juni 2000. TNI terlambat datang karena mereka (Pasukan Merah) memutus jalan darat menuju Poso. Jadi disamping bergerak menghabisi dan membakar rumah-rumah kaum muslimin, mereka juga menebangi pohon-pohon dan membiarkannya melintang di jalanan.

Sabtu 27 Mei 2000 malam hari, Saleh (40) dikejutkan oleh orang-orang yang menyelinap ke dalam areal Ponpes Wali Songo, sehingga membuat warga Pondok terbangun dan berjaga-jaga sampai pukul 03.00 WITA.

28 Mei 2000
Minggu 28 Mei 2000 pagi hari, terjadi bentrokan antara massa Islam dan Kristen di Tokorando, sekitar 70 warga Kristen bersenjata api melawan 400 warga muslim bersenjata parang dan golok. Warga muslim terpukul mundur.

Minggu 28 Mei 2000, sekitar pukul 09.00 WITA tiba-tiba datang segerombolan orang yang berpakaian hitam-hitam lengkap dengan senjata parang, golok, dan senjata khas organik. Beberapa di antaranya masuk ke masjid dan membunuh 3 orang santri yang berada di dalamnya. Asrama putra dan putri berhasil dikuasai perusuh, seluruh penghuninya disuruh keluar dan disandera mereka, kemudian diikat tangannya kemudian dibawa ke hutan didaerah Sintulemba. Jumlah santri putra 38 orang dan perempuan 28 orang beserta pimpinan dan gurunya. Di hutan santri putri disuruh pulang menuju tempat pengungsian. Santri, guru, pimpinan Ponpes berjalan masuk hutan dengan berkelompok (1 kelompok 5 orang) sampai daerah Lembanawa. Di Lembanawa para perusuh bertemu komandannya dan para santri dibawa ke Ronononcu dan ditempatkan di Baruga (balai desa). Di Baruga inilah (saksi hidup) menuturkan ia dan teman seluruh anggota badannya diiris-iris dengan parang, golok, pahanya diinjak-injak, dipukul dengan laras senjata bahkan muka santri-santri tidak berbentuk lagi (karena dihantam dengan benda-benda tumpul). Luka irisan tsb. lalu disiram pasir dan kemudian disiram air panas. �Saya mengetahui bahkan mengenali wajah perusuh tersebut yang ternyata anggota TNI.�

Menurut saksi hidup, jumlah perusuh kurang lebih 50 orang dan bercadar ala ninja. Lalu santri tersebut dinaikkan ke dalam truk dan di bawa ke daerah Togolu, pinggir Koala (sungai) Poso. Disinilah pembataian terjadi, santri yang turun dari truk langsung disambut dengan tebasan golok/parang sampai kepalanya lepas dari badannya. Melihat hal ini, Ih langsung terjun ke sungai. Seketika itu ikatan tangannya terlepas. Empat orang santri yang berhasil lolos dari pembantaian tersebut, Ilham dengan luka bacokan, tusukan golok, berenang menyelusuri sungai Poso kurang lebih 5 km dan berhasil diselamatkan oleh pengungsi (Islam) dan dirawat di pengungsian (Kompi). Beberapa hari kemudian ditemukan 60 mayat mengambang di Sangai Poso, dan 146 mayat lainnya ditemukan penduduk di tiga titik bentrokan, yakni Kelurahan Sayo, Kelurahan Mo�engko dan Desa Malei di pinggiran selatan kota Poso. Diperkirakan mayat-mayat yang ditemukan hanyut di Sungai Poso berasal dari Pesantren Walisongo, sebab lokasi pasantren tersebut berada di bagian hulu Sungai Poso. Seorang aparat keamanan setempat mengatakan lima dari puluhan mayat penuh bacokan sekujur tubuhnya dan terikat menjadi satu yang ditemukan mengapung di Sungai Poso.

Minggu 28 Mei 2000, Pendeta Donald ditahan petugas pos jaga desa Palawa kec. Parigi, dari saku pendeta ini ditemukan pula peta lokasi peyerangan. Juga, selebaran berisi daftar 63 nama oknum dari pihak Kristen yang terlibat sekaligus jadi penghubung dalam kerusuhan Poso. Dari ke 63 nama itu, di antaranya terdapat nama Mely, istri kedua konglomerat Taipan terkenal Eka Cipta Wijaya (bos Sinar Mas group) yang tercantum pada urutan ke-20 sebagai oknum yang turut melibatkan diri ke dalam konflik Poso.

Minggu 28 Mei 2000, kerusuhan Poso berupa kontak fisik antara Kelompok Merah dan Kelompok Putih semakin meluas, selain terjadi di Kelurahan Sayo (di dalam Kota Poso) juga merambat ke wilayah Kecamatan Lage dan Poso Pesisir. Bentrok fisik terbesar terjadi di Kelurahan Sayo dan di Kasiguncu, ibu kota Kecamatan Poso Pesisir, melibatkan ribuan massa dari kedua kelompok yang bertikai.

Ketegangan kian meningkat karena ribuan massa Kelompok Merah dari Kecamatan Pamona Utara, Mori Atas, Lembo, dan Lore Utara terus berdatangan dan membantu rekan mereka di lokasi-lokasi kerusuhan. Massa kelompok merah memblokade semua ruas jalan masuk ke Kota Poso. Tokoh masyarakat dan pemuka agama di Palu mendesak Kapolri Letjen Rusdihardjo segera memberlakukan Siaga I di Kota Poso dan sekitarnya.

29 Mei 2000
Senin 29 Mei 2000, perang antar pasukan putih dan merah di Kabupaten Poso masih berlangsung. Setelah menguasai Kota Poso, pasukan merah menuju Desa Masani dan Takurondo (sekitar 25 km arah utara Kota Poso). Abdul Jihad (26) ditembak dari jarak lima meter, kepalanya hancur dan langsung tewas seketika, sebagaimana dilaporkan saksi mata Sudirman (23). Kelompok merah menggunakan senjata api yang dipasok dari Manado dengan Helikopter yang diturunkan di Tentena. Sementara, kelompok putih hanya menggunakan pelontar, senjata rakitan, parang dan tombak. Aparat perintis dari Polda Sulteng, lari kocar-kacir ketika pasukan merah mengarahkan senjatanya pada mereka. Saat itu, aparat yang diperbantukan untuk mengamankan Poso, terdiri dari 3 SSK Polda Sulteng, 1 SST masing-masing dari Polres Banggai dan Polres Tolitoli, 2 SST dari Korem 132/Tadulako. Di samping 3 SSK yang sudah ada di Poso. Senin 29 Mei 2000 (kesaksian Abdurrahman, 32): Saya disandera di Tangkura, sekitar 18 KM dari Sangginora, Poso Pesisir. Saya ditodong dengan Tombak. Sebagai tawanan, kami diberi makan seperti makanan anjing, disedu dengan tempurung. Jam 12, saya bergabung dengan tawanan lain di SDN 2 Tangkura. Di tempat itu ratusan jumlahnya. Tengah malam, satu mobil kijang pasukan Kristen datang. Mereka mengambil dua tawanan, Muis dan Arifin. Sekitar 15 menit berlalu, terdengar bunyi suara tembakan: ��door!� Masing-masing pasukan Kristen diberi kesempatan mengambil sandera yang dia ingini. Lantas saya mencoba memberikan saran kepada pasukan Kristen supaya saya saja yang disandera dan yang lainnya dibebaskan, tapi tidak digubris. Esoknya giliran saya yang diciduk. Saat itu saya sedang tertidur. Saya disergap dan diikat. Kedua kaki, kedua tangan, dan mata saya diikat dengan kain hitam. Dipaksa naik mobil open cup merah sambil dipukul dengan senjata. Saat itu saya bilang sama mereka, kalau niat bunuh saya, bunuh saja. Nggak usah dibawa ke mana-mana. Sayapun dibawa. Sampai di pemberhentian jembatan Sangginora, saya dipindahkan ke mobil dump truck. Betapa kagetnya saya, di dalam truk itu sudah tergeletak tujuh tubuh manusia. Dalam perjalanan, tiga mayat dinaikkan pula ke truk itu. Tak lama kemudian truk berhenti. Ternyata sampai dipinggir jurang. Saya bersama tubuh-tubuh manusia tadi dicurahkan ke jurang. Mereka pikir, dengan membuang kami ke jurang seperti itu kami sudah mati. Ternyata, saya bersama dua lainnya masih bernyawa. Samar-samar saya mendengar suara salah seorang pasukan Kristen berkata dalam bahasa Poso yang artinya, �Biar mati sendiri di jurang.� Salah seorang dari kami, mencoba merangkak ke atas jurang. Sayang, dia terlihat oleh pasukan Kristen yang kebetulan masih berada di bibir jurang. Akhirnya dia tewas ditembak. Tinggallah kami berdua. Kami saling membuka ikatan. Kami bersembunyi di hutan satu minggu lamanya. Suatu hari kami diselamatkan seseorang. Kami menumpang mobil bermuatan kopra dan coklat menuju Tolai, hingga selamat sampai di Parigi.

30 Mei 2000
Selasa pagi 30 Mei 2000, Kadispen Polda Sulawesi Tengah Kapten Pol Rudi Suprapto di Palu mengatakan kerusuhan terjadi di Kelurahan Moengko, Gebang Rejo, Lawengko, dan Sayo. Sejak pagi, perusuh mencoba menekan dengan masuk ke kota, tetapi sampai pukul 11.00 WIT petugas kemanan berhasil mendorong mereka ke luar kota. Para perusuh menggunakan senjata tajam dan senjata rakitan. Sedikitnya dua orang meninggal, sepuluh orang luka berat, dan seorang luka ringan. Kadispen Polda menyatakan tiga orang yang diduga otak pelaku kerusuhan sudah ditahan. Perusuh itu transmigran asal Flores yang lahir di Palu.

31 Mei 2000
Rabu 31 Mei 2000, sebuah mobil Ambulance dicegat massa Muslim di Desa Palawa Parigi yang disinyalir membawa senjata untuk massa Kristen di Kota Poso.

02 Juni 2000
Jum�at pagi 02 Juni 2000 sekitar pukul 06.30 WIT di Kelurahan Kayamanya tiba-tiba warga pengungsi muslim yang berjumlah 50 orang dan sedang mengungsi di Masjid Nurusy Sya�adah Kayamanya, diserbu oleh sekitar 700 anggota Pasukan Merah yang datang dengan menumpang beberapa truk dan mobil bak di bawah pimpinan Panglima Advent L. Lateka serta Panglima Wanita Paulin Dai.

Pasukan Merah yang datang dengan kesombongan sambil membawa bendera merah-putih dan berkoar-koar menyebut-nyebut nama Yesus si Juru Selamat, ternyata pulang dengan tunggang langgang setelah Panglimawati Paulin Dai terkena dum-dum di dada kirinya. Nyali Pasukan Merah pun kontan ciut. Mereka lari. Sayangnya Lateka yang sudah tua tidak cepat mengikuti langkah kaki pasukan merah yang masih muda. Lateka tertinggal, dan akhirnya tewas, padahal sebelumnya ia begitu perkasa dan kebal senjata.

Menurut Agus Dwikarna Ketua Kompak (Komite Penanggulangan Masalah Krisis) di Poso Sulteng, jumlah korban terbesar terjadi di Desa Sintu Temba, Kabupaten Poso, sekitar 150 KK tewas dibunuh atau sekitar 350 jiwa. Salah seorang saksi hidup yang selamat adalah Udin (18). Diceritakan Udin, penyerang datang dalam jumlah besar pada malam hari dan langsung membantai penduduk yang masih hidup. Sebagian penduduk, lanjut Udin disandera dan dinaikan truk. Udin sendiri lolos setelah melompat dari truk yang melaju. Selain di desa Sintu Temba, pembantaian juga terjadi di Tegalrejo terhadap sekitar 64 KK.

03 Juni 2000
Sabtu 03 Juni 2000, ribuan pengungsi Muslim ditampung di tempat darurat, antara lain Mess Pemda Tk. II Poso, di Kota Parigi, di Kota Ampana dan di perguruan Al-Khairat Palu serta pondok pesantren dan Masjid yang ada di Kota Palu dan Parigi. Massa Kristen telah menguasai kota Poso dan Poso Pesisir dan terus melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah yang ditinggalkan oleh penduduk.

04 Juni 2000
Minggu 04 Juni 2000, Hendra sultan Haji Panyae dibunuh (dipotong) di Kelurahan Moengko Baru di Hotel Kartika. Korban tidur berempat dengan temannya.

05 Juni 2000
Senin 05 Juni 2000, diperkirakan sudah 5000 orang pengungsi meninggalkan Poso menuju Parigi yang berjarak sekitar 250 km dari Poso. Jalur transportasi Poso terputus, satu-satunya jalur yang bisa dilewati transportasi adalah laut. Namun aparat tidak berani menjamin keselamatan tim kemanusiaan termasuk tim medis dan wartawan. Ketika sampai di Parigi, kondisi pengungsi sangat memprihatinkan. Anak balita mereka terserang wabah diare karena sanitasi yang tidak mendukung. Setiap hari rata-rata ada 5 balita yang harus menjalani pengobatan.

Senin 05 Juni 2000, aparat terlibat baku tembak dengan massa perusuh yang mencoba masuk kota lewat Jembatan II. Mereka ditaksir tak kurang dari 60 orang. Karena gagal setelah dipukul mundur aparat mereka kemudian mengalihkan serangan ke Desa Lembomawo. Desa Lembomawo setelah masuk dalam kepungan kelompok merah, dikabarkan banyak penduduknya yang hilang. Juga dilaporkan bahwa Tsanawiyah Alkhairaat Sintuwu Lembo di KM 9 Poso dibakar dan Ustadz Siradjuddin, pimpinan Tsanawiyah itu dibantai oleh massa perusuh tadi.

06 Juni 2000
Selasa 06 Juni 2000 beredar �Buku Putih� Crisis Centre Majelis Sinode GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah) yang ditandatangani oleh Pdt. Rinaldy Damanik, M.Si dan Pdt M Papasi, MTH. Dokumen setebal 24 halaman ini disebarkan kepada berbagai kalangan seperti Presiden dan Wapres RI, pejabat tinggi/tertinggi negara, Komnas HAM, Panglima TNI, Kapolri, serta sejumlah kedutaan negara asing di Jakarta. Isinya sebagian besar menyudutkan umat Islam.
Bentrokan kembali terjadi di Pinggiran Poso (Desa Maleilegi dan Desa Dojo) yang mengakibatkan Desa Maleilegi hangus terbakar, 66 orang tewas, 92 orang luka-luka (warga memperkirakan ada 150 kepala keluarga).

Selasa sore 6 Juni 2000, satu anggota TNI Kopda Pornis PD tewas ditembak Pasukan Merah.

07 Juni 2000
Rabu pagi 7 Juni 2000, di Desa Malei terjadi lagi pertempuran antara Pasukan Merah dengan aparat. Satu anggota Brimob Polda Sulteng Pratu Ratu Arfan tertembak dengan luka cukup parah. Komandan Korem 132/Tadulako Kolonel Hamdan Z. Maulani, mengatakan Kelompok Merah kian aktif menyerang aparat. Kelompok Merah berani melakukan penyerangan kepada aparat dan tampak arogan. Pernyatan ini disampaikan Hamdan di hadapan sejumlah tokoh agama dan masyarakat Sulteng, pada pertemuan dengan Gubernur Sulteng HB Paliudju di Wisma Haji Palu. Tokoh Islam diwakili oleh Sekretaris Jenderal PB Alkhairaat M. Lationo dan Prof. Tjatjo Taha. Sedangkan tokoh Kristen diwakili oleh Drs. Datlin Tamalagi dan Drs. FE. Bungkudapu.

11 Juni 2000
Minggu 11 Juni 2000 Karl Heins Reiche (35) warga negara Jerman yang diduga memprovokasi massa di sejumlah daerah sebelum kerusuhan Poso meletus, ditangkap petugas di salah satu hotel di Tana Toraja. Karl yang saat digerebek kepergok memiliki sejumlah peralatan elektronik canggih itu, tidak bisa memperlihatkan dokumen resmi (visa, paspor dan surat imigrasi lainnya), ia malah mengelabui petugas dengan berpura-pura mau mengambil dokumen imigrasi padahal melarikan diri. Petugas melakukan pengejaran ke Makale Kabupaten Tator, Karl berhasil dibekuk di perbatasan Luwu dengan Tator (12/6). Menurut Kapolwil Pare Pare Kolonel Pol Mardjito, saat diperiksa Karl mengaku sempat mondar-modir di Palopo dan Tator beberapa waktu lalu untuk memprovokasi massa. Karl juga mengaku menjadi provokator di Poso dan Tentena, basis utama kelompok Merah, sebelum kerusuhan Poso meletus. Selain Karl, aparat juga berhasil mengamankan satu dari 2 penduduk lokal yang selama ini bersama Karl memprovokasi massa. Keduanya kini meringkuk di tahanan Polwil Parepare untuk menjalani pemeriksaan intensif. Namun, sehari kemudian keberadaan Karl sulit diketahui, Polwil Parepare terkesan menutup-nutupi keberadaan Karl.

15 Juni 2000
Kamis 15 Juni 2000, sehubungan dengan beredar �Buku Putih� Crisis Centre Majelis Sinode GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah), sejumlah 36 Ormas dan OKP Islam mengeluarkan pernyataan bersama untuk meluruskan pernyataan-pernyataan yang termuat di dalam �Buku Putih� tersebut, karena dianggap memutarbalikkan fakta sebenarnya. Pernyatan bersama ini baru dipublikasikan media massa beberapa hari kemudian, yaitu 20 Juni 2000.

Kamis 15 Juni 2000 personil TNI yang tergabung dalam Operasi Cinta Damai di bawah BKO Polda Sulteng di sebuah gereja di Kelurahan Kasiguncu, menemukan 2 pistol rakitan dan 145 peluncur granat, beserta kelewang dan sejumlah tombak.

06 Juli 2000
Kamis 06 Juli 2000, Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Slamet Kirbiantoro kepada wartawan di Makodam Wirabuana mengungkapkan, dari 29 aparat TNI Kodim Poso yang diperiksa dalam kasus kerusuhan di Poso Sulawesi Tengah, 7 di antaranya terlibat langsung saat terjadi kerusuhan, antara lain berupa memberikan bahan pangan dan peluru ke kelompok perusuh yang mengakibatkan korban tewas semakin banyak. Menurut Komandan Pomdam Wirabuana Kol. Sudirman Panigoro, ketujuh anggota TNI tersebut terdiri dari 5 bintara dan 2 perwira. Pada kesempatan itu Mayjen TNI Slamet Kirbiantoro juga mengatakan, sampai 6 Juli 2000 data yang diterima sudah 211 korban tewas yang telah ditemukan melalui beberapa kuburan massal. Banyaknya korban yang tewas itu, menandakan benar-benar telah terjadi pembatantan. �Bayangkan, sepanjang 45 KM di Poso semua rumah dan gedung hancur terbakar,� ungkap Pangdam.

13 Juli 2000 (Poso)
Kamis 13 Juli 2000, terjadi pembakaran dan penjarahan secara sporadis di Kecamatan Poso Kota, Kecamatan Lage, dan Poso Pesisir, serta sejumlah kecamatan di wilayah Kabupaten Morowali seperti Bungku, terutama pada sejumlah rumah atau bangunan yang ditinggal pemiliknya. Penjarahan juga terjadi di sejumlah kebun yang ditinggalkan pemiliknya, seperti kebun cokelat dan kelapa yang tidak dijaga. 25 Juli 2000
Selasa 25 Juli 2000 sekitar pukul 06.00 Wita, panglima perang kerusuhan Poso Fabianus Tibo ditangkap dalam sebuah operasi intelijen Satgas Cinta Damai yang dipimpin Komandan Batalyon II Kapten (Inf) Agus Firman Yusmono. Tibo diringkus di tempat persembunyiannya di rumah salah seorang warga di Desa Jamur Jaya Kecamatan Lembo (Beteleme), Kabupaten Morowali (Sulteng). Tibo dibawa ke Palu dengan dikawal langsung Komandan Satgas Cinta Damai Kolonel (Inf) Moch Slamet untuk diserahkan ke Polda Sulteng.

31 Juli 2000
Senin 31 Juli 2000, Dominggus Soares warga asal Timor Timur yang merupakan salah seorang dari 10 pimpinan pasukan Kelelawar Hitam (pasukan khusus kelompok merah) ditangkap pasukan Brimob yang dipimpin Kapolres Poso Superintendent Djasman Baso Opu dalam operasi khusus di Desa Beteleme, Kabupaten Morowali (400 km tenggara Palu). Sebelumnya aparat sudah menangkap Guntur (35), Fabianus Tibo (56), Very (34). Pimpinan utama pasukan kelelawar hitam adalah Ir. AL Lateka yang mati terbunuh pada peristiwa 02 Juni 2000.

24 Desember 2000
Minggu 24 Desember 2000, sejak pukul 02.00 dinihari terjadi kontak senjata antara sekelompok penyerang (berjumlah sekitar 20 orang) dengan aparat keamanan, di desa Seppe Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulteng. Kontak senjata yang berlangsung sampai pukul 08.00 itu, menewaskan Juli Tarumba (47) dan Hasan Basira (50) dan 2 orang lainnya mengalami luka berat.

05 Januari 2001
Jum�at 5 Januari 2001 terjadi serentetan penembakan oleh orang tak dikenal, terhadap kerumunan warga Muslim di Pandiri, kampung di sebelah timur Danau Poso...
HOME--BACK


Ring ring